Erdogan Kutuk Netanyahu seperti Hitler, Harus Dihentikan Aliansi Kemanusiaan
Rabu, 25 September 2024 - 10:01 WIB
NEW YORK - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak masyarakat internasional menghentikan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, seperti yang telah dilakukan beberapa generasi lalu terhadap diktator Nazi Adolf Hitler.
"Sikap Israel sekali lagi menunjukkan bahwa penting bagi masyarakat internasional untuk mengembangkan mekanisme perlindungan bagi warga sipil Palestina," tegas Erdogan dalam pidatonya di pertemuan Majelis Umum PBB ke-79 di New York pada Selasa (24/9/2024).
Dia menekankan, "Seperti halnya Hitler dihentikan oleh aliansi kemanusiaan 70 tahun yang lalu, Netanyahu dan jaringan pembunuhannya harus dihentikan oleh aliansi kemanusiaan."
Sebelum pidatonya, Erdogan menyatakan kegembiraannya melihat perwakilan Palestina di PBB, di tempat yang "layak baginya di antara negara-negara anggota, setelah perjuangan yang panjang."
Dia menambahkan, "Saya berharap langkah bersejarah ini menjadi tahap terakhir dalam perjalanan menuju keanggotaan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saya juga mengundang negara-negara lain, yang belum melakukannya, untuk mengakui negara Palestina sesegera mungkin dan mengambil tempat mereka di sisi sejarah yang benar pada periode yang sangat kritis ini."
Erdogan mengatakan dia adalah pemimpin negara yang tidak jauh dari ketegangan, tetapi tepat di "pusat ketegangan"-nya.
"Meskipun beberapa orang merasa tidak nyaman, meskipun beberapa orang akan sekali lagi mengkritik kami, saya ingin menyuarakan kebenaran tertentu secara terbuka hari ini, atas nama kemanusiaan, dari mimbar umum kemanusiaan," ujar dia.
Presiden Turki mengkritik PBB, yang sedang berjuang memenuhi misi pendiriannya dan "secara bertahap berubah menjadi struktur yang tidak berfungsi, sulit diatur, dan tidak berdaya."
"Kita menyaksikan perdamaian dan keamanan internasional terlalu penting untuk diserahkan kepada kesewenang-wenangan lima negara yang memiliki hak istimewa," ungkap dia.
Erdogan telah lama mendorong reformasi PBB, sering menggunakan slogan "Dunia lebih besar dari lima negara," mengacu pada keanggotaan Dewan Keamanan yang tidak representatif.
"Contoh paling dramatis dari hal ini adalah pembantaian yang telah berlangsung di Gaza selama 353 hari," tegas dia.
Beralih ke serangan Israel di Gaza Jalur Gaza, Erdogan mengatakan lebih dari 41.000 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober lalu, ketika Israel melancarkan serangan gencarnya.
“Lebih dari 17.000 anak-anak telah menjadi sasaran peluru dan bom Israel,” ungkap Erdogan.
“Keberadaan lebih dari 10.000 warga Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak, tidak diketahui,” papar Erdogan, seraya menambahkan 172 wartawan telah tewas saat mencoba melakukan pekerjaan mereka dalam kondisi yang sulit.
Dia menambahkan, “Pekerja bantuan kemanusiaan dan lebih dari 210 personel PBB, yang bergegas menyelamatkan warga Gaza yang berjuang melawan kelaparan dan kehausan, telah tewas.”
"Dengan merobohkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa di mimbar Perserikatan Bangsa-Bangsa, mereka tanpa malu-malu menantang seluruh dunia, semua orang yang berhati nurani dari sini, dari mimbar ini," ungkap dia.
“Gambar-gambar yang bocor dari penjara-penjara yang telah diubah Israel menjadi kamp konsentrasi menunjukkan dengan sangat jelas jenis penganiayaan yang sedang kita hadapi," papar dia.
"Sebagai akibat dari serangan Israel, Gaza telah menjadi kuburan terbesar di dunia bagi anak-anak dan wanita. Ratusan anak-anak Gaza telah meninggal sejauh ini karena mereka tidak dapat menemukan sepotong roti kering, seteguk air atau semangkuk sup dan mereka masih sekarat,” ujar Erdogan.
Dia menegaskan, "Tidak hanya anak-anak yang sekarat di Gaza; sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa juga sekarat, kebenaran sedang sekarat, nilai-nilai yang diklaim Barat untuk dipertahankan sedang sekarat, harapan umat manusia untuk hidup di dunia yang lebih adil sedang sekarat satu per satu."
"Hentikan kekejaman ini, kebiadaban ini. Apakah mereka yang di Gaza, mereka yang di Tepi Barat bukan manusia? Anak-anak di Palestina, apakah mereka tidak memiliki hak untuk belajar, tinggal, dan bermain di jalanan?" tanya Erdogan.
Presiden Turki mendesak Dewan Keamanan untuk mencegah "genosida" di Gaza dan untuk "menghentikan kekejaman ini, kebiadaban ini."
"Apa lagi yang Anda tunggu untuk menghentikan jaringan pembantaian yang juga membahayakan nyawa warganya sendiri beserta rakyat Palestina dan menyeret seluruh kawasan ke dalam perang demi prospek politiknya?" imbuh dia.
Dia juga mengkritik negara-negara yang "tanpa syarat" mendukung Israel. "Sampai kapan Anda akan terus menanggung malu melihat pembantaian ini, menjadi kaki tangannya?" tanya dia.
Sementara anak-anak meninggal di Gaza, Ramallah, dan Lebanon, dan bayi-bayi meninggal di inkubator, Erdogan mengatakan masyarakat internasional juga telah memberikan "catatan yang sangat buruk tentang dirinya sendiri."
“Apa yang terjadi di Palestina merupakan indikator kemerosotan moral yang besar," imbuh dia.
Dia menegaskan, "Saya juga ingin dengan ini mengungkapkan kebenaran dengan lantang dan jelas. Dengan mengabaikan hak asasi manusia yang mendasar, pemerintah Israel melakukan pembersihan etnis, genosida terbuka terhadap suatu bangsa, suatu rakyat, dan menduduki wilayah mereka selangkah demi selangkah."
“Satu-satunya alasan agresi Israel terhadap rakyat Palestina adalah dukungan tanpa syarat dari suatu negara, suatu bangsa, dan menduduki wilayah mereka selangkah demi selangkah," ujar kepada Sidang Umum PBB.
Erdogan menambahkan negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel "secara terbuka menjadi kaki tangan pembantaian ini dengan kebijakan berlari bersama kelinci, berburu bersama anjing pemburu."
"Mereka yang seharusnya bekerja untuk gencatan senjata di pusat perhatian terus mengirim senjata dan amunisi ke Israel di belakang panggung, sehingga Israel dapat melanjutkan pembantaiannya. Ini adalah ketidakkonsistenan dan ketidakjujuran," tegas doa.
Beralih ke proposal gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan Gaza, Erdogan mengatakan dokumen tersebut telah "bolak-balik" sejak Mei.
Terlepas dari kenyataan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, telah berulang kali menyatakan penerimaannya terhadap proposal tersebut, dia mengatakan pemerintah Israel "dengan sangat jelas menunjukkan mereka adalah pihak yang tidak menginginkan perdamaian dengan terus-menerus menghambat proses tersebut, terus-menerus mencari alasan, dengan licik membunuh lawan bicara yang dinegosiasikannya pada saat gencatan senjata sudah dekat."
"Tidak boleh ada lagi pujian yang diberikan kepada tindakan Israel yang mengalihkan perhatian dan menipu," ungkap dia.
Menuntut gencatan senjata "segera dan permanen", pertukaran sandera-tahanan, bantuan kemanusiaan tanpa henti ke Gaza, Erdogan mengatakan Turki terus melanjutkan upaya bantuan kemanusiaannya untuk warga Palestina.
"Dengan jumlah bantuan yang melebihi 60.000 ton, Turki adalah negara yang mengirimkan bantuan terbanyak ke Gaza," ungkap dia.
“Hati nurani Turki tidak akan tenang sampai mereka yang membunuh 41.000 korban diminta pertanggungjawaban atas kejahatan yang mereka lakukan, dari orang yang memberi perintah hingga mereka yang menarik pelatuk, dan menjatuhkan bom," papar dia.
"Tagihan atas kerusakan miliaran dolar di kota-kota yang hancur, musnah, dan hancur harus dan pasti akan dikompensasi oleh para pelaku," tegas Erdogan.
Menegaskan kembali bahwa Ankara mendukung gugatan hukum yang diajukan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan "kejahatan yang dilakukan Israel tidak luput dari hukuman," Erdogan mengatakan Turki akan mengambil semua langkah untuk memastikan keadilan ditegakkan dalam kasus ini, di mana Ankara telah mengajukan permohonan intervensi.
"Kami akan melakukan segala upaya hukum untuk mencari keadilan bagi putri kami Aysenur Ezgi Eygi, yang ditembak di kepala oleh tentara Israel selama protes damai di Nablus," ujar dia.
Meskipun ada kebutuhan mendesak untuk gencatan senjata di Gaza, Erdogan mengatakan masalah utamanya adalah "pendudukan wilayah Palestina oleh Israel."
Dia menyerukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan bersebelahan secara geografis berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menyoroti meningkatnya serangan terhadap Masjid al-Aqsa dan Al-Haram Al-Sharif, Erdogan mengatakan "terus terang" bahwa Turki dan bangsa Turki tidak memiliki permusuhan terhadap orang-orang Israel.
"Kami menentang antisemitisme dengan cara yang sama seperti kami menentang penargetan Muslim hanya karena keyakinan mereka. Masalah kita adalah dengan kebijakan pembantaian pemerintah Israel. Masalah kita kembali lagi pada penindas dan tirani, sama seperti lima abad lalu," imbuh dia.
Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober tahun lalu yang menewaskan hampir 1.200 warga Israel, menurut data Israel, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Menurut otoritas kesehatan Gaza, serangan Israel di Gaza telah menewaskan hampir 41.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 95.700 orang.
Ketegangan juga meningkat antara kelompok Lebanon, Hizbullah, dan Israel di tengah meningkatnya serangan lintas batas dan meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh di wilayah tersebut.
"Sikap Israel sekali lagi menunjukkan bahwa penting bagi masyarakat internasional untuk mengembangkan mekanisme perlindungan bagi warga sipil Palestina," tegas Erdogan dalam pidatonya di pertemuan Majelis Umum PBB ke-79 di New York pada Selasa (24/9/2024).
Dia menekankan, "Seperti halnya Hitler dihentikan oleh aliansi kemanusiaan 70 tahun yang lalu, Netanyahu dan jaringan pembunuhannya harus dihentikan oleh aliansi kemanusiaan."
Sebelum pidatonya, Erdogan menyatakan kegembiraannya melihat perwakilan Palestina di PBB, di tempat yang "layak baginya di antara negara-negara anggota, setelah perjuangan yang panjang."
Dia menambahkan, "Saya berharap langkah bersejarah ini menjadi tahap terakhir dalam perjalanan menuju keanggotaan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saya juga mengundang negara-negara lain, yang belum melakukannya, untuk mengakui negara Palestina sesegera mungkin dan mengambil tempat mereka di sisi sejarah yang benar pada periode yang sangat kritis ini."
Erdogan mengatakan dia adalah pemimpin negara yang tidak jauh dari ketegangan, tetapi tepat di "pusat ketegangan"-nya.
"Meskipun beberapa orang merasa tidak nyaman, meskipun beberapa orang akan sekali lagi mengkritik kami, saya ingin menyuarakan kebenaran tertentu secara terbuka hari ini, atas nama kemanusiaan, dari mimbar umum kemanusiaan," ujar dia.
Presiden Turki mengkritik PBB, yang sedang berjuang memenuhi misi pendiriannya dan "secara bertahap berubah menjadi struktur yang tidak berfungsi, sulit diatur, dan tidak berdaya."
"Kita menyaksikan perdamaian dan keamanan internasional terlalu penting untuk diserahkan kepada kesewenang-wenangan lima negara yang memiliki hak istimewa," ungkap dia.
Erdogan telah lama mendorong reformasi PBB, sering menggunakan slogan "Dunia lebih besar dari lima negara," mengacu pada keanggotaan Dewan Keamanan yang tidak representatif.
"Contoh paling dramatis dari hal ini adalah pembantaian yang telah berlangsung di Gaza selama 353 hari," tegas dia.
Tidak Hanya Anak-anak, Sistem PBB juga Sekarat di Gaza
Beralih ke serangan Israel di Gaza Jalur Gaza, Erdogan mengatakan lebih dari 41.000 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober lalu, ketika Israel melancarkan serangan gencarnya.
“Lebih dari 17.000 anak-anak telah menjadi sasaran peluru dan bom Israel,” ungkap Erdogan.
“Keberadaan lebih dari 10.000 warga Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak, tidak diketahui,” papar Erdogan, seraya menambahkan 172 wartawan telah tewas saat mencoba melakukan pekerjaan mereka dalam kondisi yang sulit.
Dia menambahkan, “Pekerja bantuan kemanusiaan dan lebih dari 210 personel PBB, yang bergegas menyelamatkan warga Gaza yang berjuang melawan kelaparan dan kehausan, telah tewas.”
"Dengan merobohkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa di mimbar Perserikatan Bangsa-Bangsa, mereka tanpa malu-malu menantang seluruh dunia, semua orang yang berhati nurani dari sini, dari mimbar ini," ungkap dia.
“Gambar-gambar yang bocor dari penjara-penjara yang telah diubah Israel menjadi kamp konsentrasi menunjukkan dengan sangat jelas jenis penganiayaan yang sedang kita hadapi," papar dia.
"Sebagai akibat dari serangan Israel, Gaza telah menjadi kuburan terbesar di dunia bagi anak-anak dan wanita. Ratusan anak-anak Gaza telah meninggal sejauh ini karena mereka tidak dapat menemukan sepotong roti kering, seteguk air atau semangkuk sup dan mereka masih sekarat,” ujar Erdogan.
Dia menegaskan, "Tidak hanya anak-anak yang sekarat di Gaza; sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa juga sekarat, kebenaran sedang sekarat, nilai-nilai yang diklaim Barat untuk dipertahankan sedang sekarat, harapan umat manusia untuk hidup di dunia yang lebih adil sedang sekarat satu per satu."
"Hentikan kekejaman ini, kebiadaban ini. Apakah mereka yang di Gaza, mereka yang di Tepi Barat bukan manusia? Anak-anak di Palestina, apakah mereka tidak memiliki hak untuk belajar, tinggal, dan bermain di jalanan?" tanya Erdogan.
Presiden Turki mendesak Dewan Keamanan untuk mencegah "genosida" di Gaza dan untuk "menghentikan kekejaman ini, kebiadaban ini."
"Apa lagi yang Anda tunggu untuk menghentikan jaringan pembantaian yang juga membahayakan nyawa warganya sendiri beserta rakyat Palestina dan menyeret seluruh kawasan ke dalam perang demi prospek politiknya?" imbuh dia.
Dia juga mengkritik negara-negara yang "tanpa syarat" mendukung Israel. "Sampai kapan Anda akan terus menanggung malu melihat pembantaian ini, menjadi kaki tangannya?" tanya dia.
Sementara anak-anak meninggal di Gaza, Ramallah, dan Lebanon, dan bayi-bayi meninggal di inkubator, Erdogan mengatakan masyarakat internasional juga telah memberikan "catatan yang sangat buruk tentang dirinya sendiri."
“Apa yang terjadi di Palestina merupakan indikator kemerosotan moral yang besar," imbuh dia.
Dia menegaskan, "Saya juga ingin dengan ini mengungkapkan kebenaran dengan lantang dan jelas. Dengan mengabaikan hak asasi manusia yang mendasar, pemerintah Israel melakukan pembersihan etnis, genosida terbuka terhadap suatu bangsa, suatu rakyat, dan menduduki wilayah mereka selangkah demi selangkah."
“Satu-satunya alasan agresi Israel terhadap rakyat Palestina adalah dukungan tanpa syarat dari suatu negara, suatu bangsa, dan menduduki wilayah mereka selangkah demi selangkah," ujar kepada Sidang Umum PBB.
Erdogan menambahkan negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel "secara terbuka menjadi kaki tangan pembantaian ini dengan kebijakan berlari bersama kelinci, berburu bersama anjing pemburu."
"Mereka yang seharusnya bekerja untuk gencatan senjata di pusat perhatian terus mengirim senjata dan amunisi ke Israel di belakang panggung, sehingga Israel dapat melanjutkan pembantaiannya. Ini adalah ketidakkonsistenan dan ketidakjujuran," tegas doa.
Israel Tak Menginginkan Perdamaian
Beralih ke proposal gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan Gaza, Erdogan mengatakan dokumen tersebut telah "bolak-balik" sejak Mei.
Terlepas dari kenyataan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, telah berulang kali menyatakan penerimaannya terhadap proposal tersebut, dia mengatakan pemerintah Israel "dengan sangat jelas menunjukkan mereka adalah pihak yang tidak menginginkan perdamaian dengan terus-menerus menghambat proses tersebut, terus-menerus mencari alasan, dengan licik membunuh lawan bicara yang dinegosiasikannya pada saat gencatan senjata sudah dekat."
"Tidak boleh ada lagi pujian yang diberikan kepada tindakan Israel yang mengalihkan perhatian dan menipu," ungkap dia.
Menuntut gencatan senjata "segera dan permanen", pertukaran sandera-tahanan, bantuan kemanusiaan tanpa henti ke Gaza, Erdogan mengatakan Turki terus melanjutkan upaya bantuan kemanusiaannya untuk warga Palestina.
"Dengan jumlah bantuan yang melebihi 60.000 ton, Turki adalah negara yang mengirimkan bantuan terbanyak ke Gaza," ungkap dia.
“Hati nurani Turki tidak akan tenang sampai mereka yang membunuh 41.000 korban diminta pertanggungjawaban atas kejahatan yang mereka lakukan, dari orang yang memberi perintah hingga mereka yang menarik pelatuk, dan menjatuhkan bom," papar dia.
"Tagihan atas kerusakan miliaran dolar di kota-kota yang hancur, musnah, dan hancur harus dan pasti akan dikompensasi oleh para pelaku," tegas Erdogan.
Menegaskan kembali bahwa Ankara mendukung gugatan hukum yang diajukan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan "kejahatan yang dilakukan Israel tidak luput dari hukuman," Erdogan mengatakan Turki akan mengambil semua langkah untuk memastikan keadilan ditegakkan dalam kasus ini, di mana Ankara telah mengajukan permohonan intervensi.
"Kami akan melakukan segala upaya hukum untuk mencari keadilan bagi putri kami Aysenur Ezgi Eygi, yang ditembak di kepala oleh tentara Israel selama protes damai di Nablus," ujar dia.
Meskipun ada kebutuhan mendesak untuk gencatan senjata di Gaza, Erdogan mengatakan masalah utamanya adalah "pendudukan wilayah Palestina oleh Israel."
Dia menyerukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan bersebelahan secara geografis berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Kebijakan Pembantaian oleh Pemerintah Israel
Menyoroti meningkatnya serangan terhadap Masjid al-Aqsa dan Al-Haram Al-Sharif, Erdogan mengatakan "terus terang" bahwa Turki dan bangsa Turki tidak memiliki permusuhan terhadap orang-orang Israel.
"Kami menentang antisemitisme dengan cara yang sama seperti kami menentang penargetan Muslim hanya karena keyakinan mereka. Masalah kita adalah dengan kebijakan pembantaian pemerintah Israel. Masalah kita kembali lagi pada penindas dan tirani, sama seperti lima abad lalu," imbuh dia.
Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober tahun lalu yang menewaskan hampir 1.200 warga Israel, menurut data Israel, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Menurut otoritas kesehatan Gaza, serangan Israel di Gaza telah menewaskan hampir 41.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 95.700 orang.
Ketegangan juga meningkat antara kelompok Lebanon, Hizbullah, dan Israel di tengah meningkatnya serangan lintas batas dan meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh di wilayah tersebut.
(sya)
tulis komentar anda