Alasan Mohammad Javad Zarif Mundur dari Jabatan Wakil Presiden Iran

Rabu, 14 Agustus 2024 - 12:15 WIB
Mohammad Javad Zarif mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden Iran. Foto/AP
TEHERAN - Mohammad Javad Zarif secara mengejutkan mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan wakil presiden untuk urusan strategis dalam unggahan Instagram yang tajam.

Lantas mengapa dia tiba-tiba mengundurkan diri?

Dia mengungkapkan ketidakpuasan yang mendalam dengan komposisi kabinet yang diusulkan Presiden Masoud Pezeshkian.



Zarif mengungkapkan, dari 19 menteri yang diperkenalkan, hanya tiga yang merupakan pilihan pertama yang direkomendasikan komite pengarah yang bertanggung jawab atas pemilihan kandidat.

Dia mencatat sepuluh menteri yang diusulkan sama sekali tidak ada dalam daftar dewan.

Pengunduran diri Zarif menggarisbawahi rasa frustrasinya dengan proses tersebut, dan menyesalkan dia tidak dapat melaksanakan pendapat ahli dari komite yang dibentuk untuk menemukan kandidat terbaik atau memenuhi janjinya untuk memasukkan perempuan, pemuda, dan kelompok etnis dalam kabinet.

"Saya tidak puas dengan hasil kerja saya dan saya malu karena saya tidak dapat mencapai pendapat ahli dari komite dan memasukkan perempuan, pemuda, dan kelompok etnis seperti yang telah saya janjikan," ujar Zarif dalam unggahannya.

Dia selanjutnya mengumumkan niatnya kembali ke dunia akademis, dan meminta maaf kepada rakyat Iran atas ketidakmampuannya menavigasi kompleksitas politik dalam negeri.

Pengunduran diri Zarif telah meningkatkan pengawasan dan kritik terhadap pilihan kabinet Pezeshkian.

Azar Mansouri, kepala Front Reformasi, juga mengecam kabinet yang diusulkan, dengan menyatakan, "Orang tidak boleh mengharapkan keajaiban dari pemerintahan ini, terutama mengingat lebih dari 80% kekuasaan negara berada di tangan entitas lain."

Kabinet Pezeshkian: Wajah lama, Masalah Lama



Daftar menteri yang diusulkan Pezeshkian, yang dikirim ke Parlemen untuk disetujui, telah menuai kritik karena dianggap sebagai langkah mundur.

Kabinet, dengan usia rata-rata 59,7 tahun, bertentangan dengan janji Pezeshkian sebelumnya bahwa 60% menteri akan berusia di bawah 50 tahun.

Kenyataannya, hanya dua menteri yang termasuk dalam kategori ini, yang menyebabkan kekecewaan luas di antara mereka yang mengharapkan pemerintahan yang lebih muda dan lebih dinamis.

Abbas Araghchi, yang diperkenalkan sebagai Menteri Luar Negeri, menjabat sebagai wakil Zarif selama masa kepresidenan Hassan Rouhani, memainkan peran kunci dalam negosiasi nuklir dengan Barat.

Sementara itu, Esmail Khatib, yang dicalonkan sebagai Menteri Intelijen, memiliki catatan negatif, termasuk ledakan di Kerman pada peringatan kematian mendiang Komandan IRGC Qasem Soleimani pada bulan Januari, yang mengakibatkan ratusan korban, serta pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.

Dimasukkannya tokoh-tokoh seperti Abdolnaser Hemmati, mantan kepala Bank Sentral dan kandidat presiden 2021, sebagai Menteri Ekonomi, semakin menggarisbawahi kurangnya darah baru di kabinet.

Menurut penyelidikan oleh Iran International, 11 menteri yang diusulkan Pezeshkian sebelumnya pernah bertugas di pemerintahan Raisi dan Rouhani.

Pendaurulangan tokoh politik ini menunjukkan kelanjutan dari kebijakan yang sama yang telah membawa Iran ke dalam kondisi krisis saat ini.

Alireza Kazemi, yang diusulkan sebagai Menteri Pendidikan, adalah pilihan kontroversial lainnya. Kazemi, saudara dari Kepala Intelijen IRGC, memiliki latar belakang dalam pengajaran seminari dan pengendalian narkoba, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang relevansinya dengan Kementerian Pendidikan.

Ketidakpuasan Kaum Reformis dan Pengaruh Khamenei



Kabinet yang diusulkan telah menuai kritik tajam dari kaum reformis, yang kecewa dengan masuknya beberapa menteri konservatif dari pemerintahan Raisi.

Rahmatollah Bigdeli, anggota Dewan Strategis Pemerintah, menunjukkan kementerian yang paling penting telah diserahkan kepada 'Prinsipalis,' yang menunjukkan konsolidasi kekuatan garis keras.

Aktivis politik Abdollah Ramezanzadeh mengkritik penunjukan Eskandar Momeni sebagai Menteri Dalam Negeri, dengan menyatakan, "Periode terburuk bagi Kementerian Dalam Negeri dalam 46 tahun terakhir adalah ketika personel militer yang bertanggung jawab."

Sentimen ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang meningkatnya militerisasi pemerintah Iran.

Analis politik Reza Alijani menyoroti pengaruh luas Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei atas pemilihan para menteri, dengan mencatat Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Intelijen, dan Kementerian Luar Negeri semuanya merupakan titik kritis yang telah diamankan Khamenei bagi para loyalisnya.

Pengamatan ini menggarisbawahi otonomi terbatas yang dimiliki Pezeshkian dalam membentuk pemerintahannya, dengan bayang-bayang Khamenei yang membayangi proses tersebut.

Kabinet Dikecam



Ketidakpuasan yang menyelimuti kabinet Pezeshkian sangat terasa. Kaum reformis khususnya kesal dengan tidak adanya perwakilan Sunni dan hanya memasukkan satu perempuan di antara menteri yang diusulkan.

Aktivis politik Ahmad Zeidabadi menunjukkan kabinet "memiliki dua atau tiga kelemahan mendasar," tetapi jika Pezeshkian yakin dia dapat bekerja dengan pilihan-pilihan ini, "tidak ada alasan bagi kita untuk lebih royalis daripada raja."

Aktivis pro-reformasi dan mantan anggota parlemen Parvaneh Salahshouri bahkan lebih langsung, menulis di X bahwa, "Dia gagal dalam ujian pertamanya kecuali dalam beberapa kasus."

Sentimen ini digaungkan aktivis reformis lainnya, yang telah memperingatkan Pezeshkian sebelum pengumuman kabinet bahwa pilihannya bermasalah.

Javad Emam, juru bicara Front Reformasi, mengkritik dominasi militer dan paramiliter yang terus berlanjut dalam politik Iran, mempertanyakan pentingnya mengadakan pemilihan umum jika hasilnya tetap tidak berubah.

"Pada akhirnya, Presiden bertanggung jawab atas kabinetnya, dan tidak ada pelobi atau figur yang memaksakan yang akan bertanggung jawab atas pemerintahan. Jadi, selagi masih ada waktu, pertimbangkan kembali," desak Emam kepada Pezeshkian.

Bahkan Shahram Dabiri, Wakil Parlemen Pezeshkian, mengakui pengaruh Khamenei dalam pembentukan kabinet, dengan menulis di X bahwa Pezeshkian telah dengan jelas menyatakan anggota kabinet akan dipilih dengan pendapat dan persetujuan Khamenei.

Analis politik Rouhollah Rahimpour menyimpulkan situasi tersebut dengan menyatakan Pezeshkian memulai pemerintahannya dengan tiga krisis utama: politik-keamanan, sosial, dan regional.

Tantangan yang dihadapi pemerintahan baru ini sangat besar, dan dengan kabinet yang tampaknya lebih banyak melakukan hal yang sama daripada menjadi pertanda perubahan, prospek reformasi yang berarti di Iran tampak semakin suram.

(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More