Terancam Kudeta, Komunitas Palestina di Venezuela Dukung Nicolas Maduro
Jum'at, 09 Agustus 2024 - 18:15 WIB
CARACAS - Kemenangan Presiden Nicolas Maduro memicu perayaan di dalam komunitas Palestina di Venezuela dan bagian lain Amerika Latin di tengah skeptisisme atas hasil pemilu dan seruan kudeta.
Meskipun Maduro memperoleh lebih dari 51% suara, oposisi Venezuela dan sejumlah pemimpin Amerika Latin menolak mengakui kemenangannya dalam pemungutan suara 28 Juli, yang diumumkan Dewan Pemilihan Nasional (CNE).
Sekitar 15.000 warga Palestina tinggal di Venezuela, dengan mereka yang berada di Valencia dan Caracas bergegas memberi selamat kepada presiden terpilih.
Popularitas Maduro di kalangan warga Palestina Venezuela meningkat sebagai hasil dari sikap tegasnya terhadap agresi Israel di Gaza dan deklarasinya bahwa Israel melakukan "genosida" terhadap warga Palestina.
Maduro, menurut warga Palestina, akan membuat perbedaan signifikan terhadap status perjuangan Palestina di Venezuela dan di forum internasional.
“Semua warga Palestina di Venezuela mendukung Presiden Maduro, khususnya para pengungsi Palestina yang tinggal di desa-desa Palestina yang diduduki dan berharap melihat Palestina suatu hari nanti,” ungkap penulis Palestina-Venezuela, Jehad Yousef.
Menurut Yousef, yang lahir di desa Iskaka pada tahun 1957 di utara Tepi Barat yang diduduki, pemilihan umum Venezuela berlangsung di bawah kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang diakibatkan blokade Amerika Serikat (AS) selama satu dekade.
“Namun semua keadaan ini tidak menghalangi para pendukung Revolusi Bolivarian untuk berpartisipasi dalam rangka melestarikan pencapaian revolusi dan memilih Presiden Maduro,” ujar dia.
“Ada genosida dan pembersihan etnis yang dilakukan oleh negara pendudukan Zionis terhadap rakyat kami di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem dengan tujuan melenyapkan perjuangan Palestina dan mengakhiri rakyat Palestina. Dalam menghadapi skema kriminal fasis ini, Presiden Maduro akan terus mendukung perjuangan tersebut secara politik, diplomatik, budaya, dan akademis,” imbuh dia.
“Komunitas Palestina meminta Presiden Maduro dan seluruh komunitas Amerika Latin serta diaspora secara umum untuk mengambil tindakan lebih lanjut guna menghentikan pembantaian di Gaza. Mereka harus mengambil langkah konkret seperti memutuskan hubungan politik, diplomatik, dan ekonomi dengan entitas Zionis, bergabung dengan seruan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional, serta menyatakan negara Israel sebagai negara kejahatan, pembersihan etnis, dan genosida,” desak Yousef.
“Penolakan Venezuela terhadap hubungan diplomatik dengan rezim kolonial Israel merupakan contoh prinsip dunia terhadap perlawanan Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, di dalam tahanan Israel, dan semua forum,” pungkas Yousef.
Di bawah Hugo Chavez (1999-2013) dan Maduro, Venezuela telah menyatakan solidaritas yang kuat dengan perjuangan Palestina.
Venezuela adalah negara pertama di Amerika Latin yang mengakui Negara Palestina berdasarkan batas nominal tahun 1967.
Pada tahun 2009, Venezuela dan Otoritas Palestina (PA) menjalin hubungan diplomatik dan mengumumkan pembukaan Kedutaan Besar Palestina di Caracas.
Hubungan diplomatik tetap erat, dan Venezuela telah mendukung perjuangan Palestina di PBB.
“Israel telah menjadi antek pembunuh yang melayani imperialisme… Ini adalah pemerintahan yang melakukan genosida. Saya mengutuk pemerintahan Zionis yang menganiaya rakyat Palestina yang heroik,” tegas Pemimpin Revolusi Bolivarian, Hugo Chavez, suatu kali.
Pada tahun-tahun awal masa jabatannya, Maduro menerapkan banyak langkah untuk mendukung Palestina, termasuk kesepakatan minyak, bantuan darurat, dan beasiswa untuk mahasiswa kedokteran Palestina.
Venezuela adalah negara pertama yang memberikan perjalanan dan pergerakan gratis bagi warga Palestina tanpa visa, dan memberikan hak tinggal bagi warga Palestina.
“Caracas, ingin memberi lebih banyak untuk Palestina,” ungkap Maduro.
“Poros Perlawanan ada di seluruh dunia; ada di Afrika, di Asia, di Timur Tengah, di Amerika Latin, dan di Karibia. Perlawanan juga milik orang-orang yang berjuang melawan neoliberalisme, rasisme, dan berbagai bentuk penjajahan… Abad ke-21 adalah abad kita. Ini adalah abad persatuan rakyat. Ini adalah abad di mana orang-orang akan terbebas. Ini adalah abad keadilan dan kebenaran. Kekaisaran sedang mengalami kemunduran, dan proyek-proyek rakyat untuk kesejahteraan, pembangunan, dan kebesaran baru saja dimulai. Abad ini adalah abad kita,” ungkap Maduro setelah memenangkan pemilu.
Meskipun Maduro memperoleh lebih dari 51% suara, oposisi Venezuela dan sejumlah pemimpin Amerika Latin menolak mengakui kemenangannya dalam pemungutan suara 28 Juli, yang diumumkan Dewan Pemilihan Nasional (CNE).
Sekitar 15.000 warga Palestina tinggal di Venezuela, dengan mereka yang berada di Valencia dan Caracas bergegas memberi selamat kepada presiden terpilih.
Popularitas Maduro di kalangan warga Palestina Venezuela meningkat sebagai hasil dari sikap tegasnya terhadap agresi Israel di Gaza dan deklarasinya bahwa Israel melakukan "genosida" terhadap warga Palestina.
Maduro, menurut warga Palestina, akan membuat perbedaan signifikan terhadap status perjuangan Palestina di Venezuela dan di forum internasional.
“Semua warga Palestina di Venezuela mendukung Presiden Maduro, khususnya para pengungsi Palestina yang tinggal di desa-desa Palestina yang diduduki dan berharap melihat Palestina suatu hari nanti,” ungkap penulis Palestina-Venezuela, Jehad Yousef.
Menurut Yousef, yang lahir di desa Iskaka pada tahun 1957 di utara Tepi Barat yang diduduki, pemilihan umum Venezuela berlangsung di bawah kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang diakibatkan blokade Amerika Serikat (AS) selama satu dekade.
“Namun semua keadaan ini tidak menghalangi para pendukung Revolusi Bolivarian untuk berpartisipasi dalam rangka melestarikan pencapaian revolusi dan memilih Presiden Maduro,” ujar dia.
“Ada genosida dan pembersihan etnis yang dilakukan oleh negara pendudukan Zionis terhadap rakyat kami di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem dengan tujuan melenyapkan perjuangan Palestina dan mengakhiri rakyat Palestina. Dalam menghadapi skema kriminal fasis ini, Presiden Maduro akan terus mendukung perjuangan tersebut secara politik, diplomatik, budaya, dan akademis,” imbuh dia.
“Komunitas Palestina meminta Presiden Maduro dan seluruh komunitas Amerika Latin serta diaspora secara umum untuk mengambil tindakan lebih lanjut guna menghentikan pembantaian di Gaza. Mereka harus mengambil langkah konkret seperti memutuskan hubungan politik, diplomatik, dan ekonomi dengan entitas Zionis, bergabung dengan seruan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional, serta menyatakan negara Israel sebagai negara kejahatan, pembersihan etnis, dan genosida,” desak Yousef.
“Penolakan Venezuela terhadap hubungan diplomatik dengan rezim kolonial Israel merupakan contoh prinsip dunia terhadap perlawanan Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, di dalam tahanan Israel, dan semua forum,” pungkas Yousef.
Di bawah Hugo Chavez (1999-2013) dan Maduro, Venezuela telah menyatakan solidaritas yang kuat dengan perjuangan Palestina.
Venezuela adalah negara pertama di Amerika Latin yang mengakui Negara Palestina berdasarkan batas nominal tahun 1967.
Pada tahun 2009, Venezuela dan Otoritas Palestina (PA) menjalin hubungan diplomatik dan mengumumkan pembukaan Kedutaan Besar Palestina di Caracas.
Hubungan diplomatik tetap erat, dan Venezuela telah mendukung perjuangan Palestina di PBB.
“Israel telah menjadi antek pembunuh yang melayani imperialisme… Ini adalah pemerintahan yang melakukan genosida. Saya mengutuk pemerintahan Zionis yang menganiaya rakyat Palestina yang heroik,” tegas Pemimpin Revolusi Bolivarian, Hugo Chavez, suatu kali.
Pada tahun-tahun awal masa jabatannya, Maduro menerapkan banyak langkah untuk mendukung Palestina, termasuk kesepakatan minyak, bantuan darurat, dan beasiswa untuk mahasiswa kedokteran Palestina.
Venezuela adalah negara pertama yang memberikan perjalanan dan pergerakan gratis bagi warga Palestina tanpa visa, dan memberikan hak tinggal bagi warga Palestina.
“Caracas, ingin memberi lebih banyak untuk Palestina,” ungkap Maduro.
“Poros Perlawanan ada di seluruh dunia; ada di Afrika, di Asia, di Timur Tengah, di Amerika Latin, dan di Karibia. Perlawanan juga milik orang-orang yang berjuang melawan neoliberalisme, rasisme, dan berbagai bentuk penjajahan… Abad ke-21 adalah abad kita. Ini adalah abad persatuan rakyat. Ini adalah abad di mana orang-orang akan terbebas. Ini adalah abad keadilan dan kebenaran. Kekaisaran sedang mengalami kemunduran, dan proyek-proyek rakyat untuk kesejahteraan, pembangunan, dan kebesaran baru saja dimulai. Abad ini adalah abad kita,” ungkap Maduro setelah memenangkan pemilu.
(sya)
tulis komentar anda