Rusia Bisa Terseret dalam Perang Israel dan Hizbullah di Lebanon

Sabtu, 29 Juni 2024 - 18:15 WIB
Anggota Hizbullah membawa rudal tiruan selama prosesi perayaan Ashura di Lebanon selatan. Foto/ALI HASHISHO/REUTERS
BEIRUT - Pejabat pertahanan dan intelijen Amerika Serikat (AS) khawatir invasi Israel ke Lebanon dapat semakin menyulut sekutu Iran di kawasan tersebut dan memperkuat kerja sama militer Teheran dengan Rusia.

Ketakutan akan apa yang digambarkan oleh pejabat AS saat ini dan mantan pejabat AS kepada Middle East Eye sebagai efek "sekunder" dan "tersier" dari serangan darat Israel terhadap Hizbullah, didorong oleh intelijen AS yang mengklaim Rusia mempertimbangkan meningkatkan dukungannya terhadap apa yang disebut Poros Perlawanan Iran.

“Di Yaman, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mempertimbangkan menyediakan rudal jelajah balistik antikapal bagi pejuang Houthi,” ungkap pejabat senior AS pada MEE, mengutip intelijen, dan berbicara dengan syarat anonim untuk membahas laporan sensitif tersebut.

Gagasan tersebut bukanlah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada November, Wall Street Journal melaporkan kelompok Wagner, paramiliter Rusia, berencana menyediakan sistem pertahanan udara Rusia kepada Hizbullah di Lebanon.

"Jika Israel menyerang di dalam Lebanon, kemungkinan besar hal itu akan mendorong hubungan militer Iran dengan Rusia semakin erat untuk membantu Hizbullah mempertahankan diri," ungkap William Usher, mantan analis senior Timur Tengah di CIA, kepada MEE.



"Rusia mungkin sudah memikirkan bagaimana mereka akan membantu Houthi," ujar dia.

Rusia bersekutu dengan pasukan Iran dan kelompok sekutu yang mendukung Presiden Bashar al-Assad di Suriah.

Pada Januari, pejabat tinggi Timur Tengah Kremlin, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov menerima delegasi Houthi di Moskow.

Mohammed bin Salman Memveto Transfer Senjata



Namun, menyediakan senjata untuk Houthi berpotensi lebih sensitif daripada membantu Hizbullah karena upaya Rusia untuk merayu negara-negara Teluk yang kaya minyak.

Menurut intelijen AS, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman campur tangan untuk menghentikan Putin menyediakan rudal bagi Houthi.

MEE menghubungi Gedung Putih dan Pentagon untuk memberikan komentar tentang intelijen AS tetapi tidak menerima balasan hingga saat berita ini diterbitkan.

Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington dan Kementerian Luar Negeri Rusia tidak menanggapi permintaan komentar.

"Putin menghubungi Mohammed bin Salman yang meminta mereka (Rusia) untuk tidak melanjutkan pengaturan tersebut," ungkap pejabat senior AS tersebut kepada MEE.

Pembahasan tersebut dilakukan setelah kunjungan Putin pada Desember ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), menurut intelijen AS.

Selama pertemuan bulan Desember, Reuters melaporkan Putin dan Mohammed bin Salman sepakat untuk "menghilangkan ketegangan" di kawasan tersebut.

Setiap upaya Rusia menyediakan senjata kepada anggota poros perlawanan Iran yang berperang melawan AS dan sekutunya akan menjadi perubahan haluan.

Moskow dilaporkan telah membeli ribuan pesawat nirawak Iran dan telah memanfaatkan keahlian Republik Islam tersebut untuk memproduksi sendiri versi pesawat nirawak Shahed Iran di dalam negeri.

Rusia juga telah beralih ke Iran untuk rudal balistik permukaan-ke-permukaan, menurut Reuters.

Rudal Jelajah Ada di Daftar Belanja Houthi



Namun Fabian Hinz, ahli rudal balistik dan jelajah di Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan antara Houthi dan Rusia, penawaran dan permintaan sama.

Houthi pada umumnya mengandalkan pesawat nirawak dan rudal balistik untuk menyerang kapal.

Persenjataan rudal jelajah mereka berisi model-model yang dibuat berdasarkan produksi Iran. “Dua rudal paling menonjol yang dipamerkan Houthi adalah rudal Quds dan rudal al-Mandeb 2,” ungkap Hinz.

Rudal jelajah pada umumnya lebih lambat daripada rudal balistik, tetapi terbang rendah ke tanah, sehingga lebih sulit dideteksi dan lebih akurat karena dapat diarahkan selama penerbangannya.

Rudal ini sangat cocok untuk menyerang target tertentu seperti kapal. "Jika saya adalah Houthi, rudal jelajah supersonik akan menjadi prioritas utama saya," papar Hinz.

Dia menjelaskan, "Dan Rusia memiliki rudal jelajah antikapal supersonik yang cukup bagus."

Hinz mengatakan Rusia dapat memasok rudal antikapal supersonik Kh-31, yang diluncurkan dari udara tetapi dapat diubah menjadi rudal darat dan telah banyak diekspor, termasuk ke Venezuela dan Yaman sebelum perang saudara.

Rusia Bersorak Kegirangan



Kelompok Houthi mulai menyerang kapal-kapal komersial di Laut Merah pada November dalam apa yang mereka sebut sebagai solidaritas dengan warga Palestina yang terkepung di Gaza.

Serangan mereka menjadi tantangan bagi tujuan pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mencegah meluasnya perang di Gaza.

Serangan Houthi mereda selama bulan suci Ramadan, tetapi ketika pertempuran antara Hizbullah dan Israel meningkat pada bulan Juni, serangan meningkat.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More