Netanyahu Bilang Israel Siap Gencatan Senjata, tapi Tak Hentikan Perang Lawan Hamas
Selasa, 04 Juni 2024 - 07:42 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan militernya siap mempertimbangkan gencatan senjata sementara dengan Hamas di Gaza dengan tujuan membebaskan sandera.
Namun dia menegaskan bahwa Israel tidak akan menghentikan perang melawan kelompok perlawanan Palestina tersebut.
"Mengakhiri permusuhan tanpa menghancurkan kelompok bersenjata Palestina berarti menyerah dan hanya menguntungkan musuh," kata Netanyahu dalam rapat kabinet keamanannya pada hari Senin, yang dilansir Russia Today, Selasa (4/6/2024).
Dia juga mengkritik tiga poin rencana perdamaian yang diajukan Washington pekan lalu—yang menurut pemerintah Amerika Serikat (AS) proposal itu diajukan oleh Israel sendiri.
Netanyahu mengatakan bahwa dia hanya setuju untuk membahas masalah tersebut daripada mematuhinya.
“[Presiden AS Joe] Biden tidak menyebutkan detail penting—bahwa pada tahap kedua, Israel tidak setuju untuk mengakhiri perang, tetapi hanya membahas akhir perang. Apa maksudnya berdiskusi? Kami hanya berdiskusi berdasarkan persyaratan kami sendiri,” kata Netanyahu.
Rencana perdamaian tiga poin diungkapkan oleh Biden pada hari Jumat.
Pada fase pertama, skema ini membayangkan gencatan senjata penuh dan menyeluruh yang akan berlangsung selama enam minggu, dengan fase kedua yang menetapkan pembebasan sandera Israel dan tahanan Palestina, serta penarikan personel Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dari daerah kantong Palestina tersebut.
Tahap terakhir membayangkan rekonstruksi besar-besaran di Gaza dengan partisipasi komunitas internasional sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan Hamas mempersenjatai kembali.
Pada akhir pekan, Ophir Falk, kepala penasihat kebijakan luar negeri Netanyahu, mengatakan Israel telah menerima kerangka tersebut.
Pejabat tersebut menyatakan bahwa rencana itu bukanlah “kesepakatan yang bagus” dan "masih ada banyak rincian yang harus diselesaikan", sebelum Netanyahu mengklarifikasi bahwa gencatan senjata tersebut hanya bersifat sementara.
“Saya tidak akan siap menghentikan perang. Terlepas dari apa yang dikatakan Presiden Biden, belum disepakati berapa banyak sandera yang akan dibebaskan pada tahap pertama. Kita bisa menghentikan pertempuran selama 42 hari untuk mengembalikan para sandera. Kita tidak bisa menghentikan perang. Orang-orang Iran dan semua musuh kami sedang melihat kami, dan ingin melihat apakah kami menyerah,” kata Netanyahu.
“Ada banyak rincian dalam kesepakatan itu, dan perang tidak akan berakhir tanpa kita mencapai semua tujuan kita. Kita tidak akan menyerah untuk meraih kemenangan mutlak,” papar Netanyahu.
Pernyataan perdana menteri tersebut sangat kontras dengan gambaran AS mengenai sikap Israel terhadap rencana tersebut.
Pada hari Minggu, Departemen Luar Negeri AS mengatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan pembicaraan mengenai proposal tersebut dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
"Selama panggilan telepon, diplomat AS memuji kesiapan Israel untuk mencapai kesepakatan dan menggarisbawahi bahwa proposal tersebut akan memajukan kepentingan keamanan jangka panjang Israel, termasuk dengan memungkinkan kemungkinan integrasi lebih lanjut di wilayah tersebut," kata Departemen Luar Negeri AS.”
Namun dia menegaskan bahwa Israel tidak akan menghentikan perang melawan kelompok perlawanan Palestina tersebut.
"Mengakhiri permusuhan tanpa menghancurkan kelompok bersenjata Palestina berarti menyerah dan hanya menguntungkan musuh," kata Netanyahu dalam rapat kabinet keamanannya pada hari Senin, yang dilansir Russia Today, Selasa (4/6/2024).
Dia juga mengkritik tiga poin rencana perdamaian yang diajukan Washington pekan lalu—yang menurut pemerintah Amerika Serikat (AS) proposal itu diajukan oleh Israel sendiri.
Netanyahu mengatakan bahwa dia hanya setuju untuk membahas masalah tersebut daripada mematuhinya.
“[Presiden AS Joe] Biden tidak menyebutkan detail penting—bahwa pada tahap kedua, Israel tidak setuju untuk mengakhiri perang, tetapi hanya membahas akhir perang. Apa maksudnya berdiskusi? Kami hanya berdiskusi berdasarkan persyaratan kami sendiri,” kata Netanyahu.
Rencana perdamaian tiga poin diungkapkan oleh Biden pada hari Jumat.
Pada fase pertama, skema ini membayangkan gencatan senjata penuh dan menyeluruh yang akan berlangsung selama enam minggu, dengan fase kedua yang menetapkan pembebasan sandera Israel dan tahanan Palestina, serta penarikan personel Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dari daerah kantong Palestina tersebut.
Tahap terakhir membayangkan rekonstruksi besar-besaran di Gaza dengan partisipasi komunitas internasional sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan Hamas mempersenjatai kembali.
Pada akhir pekan, Ophir Falk, kepala penasihat kebijakan luar negeri Netanyahu, mengatakan Israel telah menerima kerangka tersebut.
Pejabat tersebut menyatakan bahwa rencana itu bukanlah “kesepakatan yang bagus” dan "masih ada banyak rincian yang harus diselesaikan", sebelum Netanyahu mengklarifikasi bahwa gencatan senjata tersebut hanya bersifat sementara.
“Saya tidak akan siap menghentikan perang. Terlepas dari apa yang dikatakan Presiden Biden, belum disepakati berapa banyak sandera yang akan dibebaskan pada tahap pertama. Kita bisa menghentikan pertempuran selama 42 hari untuk mengembalikan para sandera. Kita tidak bisa menghentikan perang. Orang-orang Iran dan semua musuh kami sedang melihat kami, dan ingin melihat apakah kami menyerah,” kata Netanyahu.
“Ada banyak rincian dalam kesepakatan itu, dan perang tidak akan berakhir tanpa kita mencapai semua tujuan kita. Kita tidak akan menyerah untuk meraih kemenangan mutlak,” papar Netanyahu.
Pernyataan perdana menteri tersebut sangat kontras dengan gambaran AS mengenai sikap Israel terhadap rencana tersebut.
Pada hari Minggu, Departemen Luar Negeri AS mengatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan pembicaraan mengenai proposal tersebut dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
"Selama panggilan telepon, diplomat AS memuji kesiapan Israel untuk mencapai kesepakatan dan menggarisbawahi bahwa proposal tersebut akan memajukan kepentingan keamanan jangka panjang Israel, termasuk dengan memungkinkan kemungkinan integrasi lebih lanjut di wilayah tersebut," kata Departemen Luar Negeri AS.”
(mas)
tulis komentar anda