Misteri Putra Mahkota Arab Saudi Jika Mohammed bin Salman Jadi Raja
Kamis, 30 Mei 2024 - 14:31 WIB
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) hampir pasti menjadi raja karena kesehatan ayahnya yang lanjut usia, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, memburuk.
Raja Salman baru-baru ini dirawat di rumah sakit karena infeksi paru-paru.
Meskipun suksesi takhta Mohammed bin Salman mungkin tampak tak terhindarkan dan langsung, dia akan menghadapi dua keputusan yang menantang: menunjuk seorang putra mahkota dan menunjuk seorang wakil putra mahkota.
Saat menunjuk putra mahkota di masa depan, dia secara teoritis perlu berkonsultasi dengan undang-undang dasar pemerintahan Arab Saudi tahun 1992—yang menetapkan bahwa penguasa diambil dari keturunan laki-laki Ibn Saud, dan “yang paling jujur di antara mereka” dipilih untuk peran tersebut.
Namun amandemen Raja Salman pada tahun 2017 mencatat: "Setelah putra Ibnu Saud, tidak boleh ada raja dan putra mahkota yang berasal dari cabang yang sama dengan keturunan raja pendiri [kerajaan]."
Dalam praktiknya, sebagai raja nantinya, Mohammed bin Salman akan memiliki kekuasaan yang cukup untuk mengabaikan amandemen tersebut dan menunjuk salah satu saudara laki-lakinya sebagai putra mahkota—tetapi hal ini bukannya tanpa konsekuensi. Dia akan tampil lebih tegas lagi dengan mengecualikan cabang-cabang lain dari Dinasti Saud.
Madawi al-Rasheed, profesor tamu di Institut Timur Tengah di London School of Economics, dalam artikelnya di Middle East Eye (MEE), Kamis (30/5/2024), menulis bahwa tindakan seperti itu akan semakin mengasingkan sejumlah besar sepupu yang tergabung dalam cabang-cabang penting, seperti al-Fahd dan al-Sultan, yang tidak satu pun dari mereka yang dipermalukan seperti al-Nayef dan al-Abdullah.
Sejauh ini, meski ada rumor tentang siapa yang mungkin dipilih Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota, keputusan tersebut dirahasiakan.
Raja Salman baru-baru ini dirawat di rumah sakit karena infeksi paru-paru.
Meskipun suksesi takhta Mohammed bin Salman mungkin tampak tak terhindarkan dan langsung, dia akan menghadapi dua keputusan yang menantang: menunjuk seorang putra mahkota dan menunjuk seorang wakil putra mahkota.
Saat menunjuk putra mahkota di masa depan, dia secara teoritis perlu berkonsultasi dengan undang-undang dasar pemerintahan Arab Saudi tahun 1992—yang menetapkan bahwa penguasa diambil dari keturunan laki-laki Ibn Saud, dan “yang paling jujur di antara mereka” dipilih untuk peran tersebut.
Namun amandemen Raja Salman pada tahun 2017 mencatat: "Setelah putra Ibnu Saud, tidak boleh ada raja dan putra mahkota yang berasal dari cabang yang sama dengan keturunan raja pendiri [kerajaan]."
Dalam praktiknya, sebagai raja nantinya, Mohammed bin Salman akan memiliki kekuasaan yang cukup untuk mengabaikan amandemen tersebut dan menunjuk salah satu saudara laki-lakinya sebagai putra mahkota—tetapi hal ini bukannya tanpa konsekuensi. Dia akan tampil lebih tegas lagi dengan mengecualikan cabang-cabang lain dari Dinasti Saud.
Madawi al-Rasheed, profesor tamu di Institut Timur Tengah di London School of Economics, dalam artikelnya di Middle East Eye (MEE), Kamis (30/5/2024), menulis bahwa tindakan seperti itu akan semakin mengasingkan sejumlah besar sepupu yang tergabung dalam cabang-cabang penting, seperti al-Fahd dan al-Sultan, yang tidak satu pun dari mereka yang dipermalukan seperti al-Nayef dan al-Abdullah.
Sejauh ini, meski ada rumor tentang siapa yang mungkin dipilih Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota, keputusan tersebut dirahasiakan.
tulis komentar anda