Rusia Gunakan Bom Luncur untuk Perang Jangka Panjang, Ini Keunggulannya

Minggu, 19 Mei 2024 - 23:23 WIB
Konsepnya bukanlah hal baru. Jerman mengerahkan Fritz-X selama Perang Dunia Kedua. Pada tahun 1990-an militer AS mengembangkan Joint Attack Direct Munition, atau JDAM, yang menambahkan sirip ekor yang dapat dikemudikan dan panduan GPS pada bom jatuh bebas tradisional. Sejak saat itu, senjata ini telah digunakan secara luas, termasuk di Irak dan Afghanistan.



Efek Kehancuran yang Luar Biasa



Foto/Telegram/The Independent

Kehancuran yang ditimbulkan oleh bom luncur sangatlah luar biasa. Persenjataan yang dianggap paling umum digunakan untuk bom luncur adalah FAB-1500, yang berbobot 1,5 ton.

Sebagai perbandingan, peluru 152mm Rusia mengandung sekitar 6,5kg bahan peledak. Bahkan bom luncur terkecil sekalipun, FAB-500, memiliki berat lebih dari 200kg.

Mereka mengubah posisi Ukraina yang memiliki pertahanan kuat menjadi sasaran yang rentan.

Karena bom luncur menghasilkan daya ledak yang jauh lebih besar, mereka lebih mungkin menyebabkan keruntuhan atau kematian bahkan dalam posisi yang memiliki pertahanan yang cukup baik, Prof Bronk menjelaskan. Ledakan dahsyatnya juga berdampak parah pada tubuh manusia.

Bom luncur "membuat strategi pertahanan Ukraina menjadi lebih sulit karena Rusia dapat terus menerus membombardir posisi tertentu hingga posisi mereka hilang", kata Prof Bronk.

Menciptakan Era Baru di Medan Perang

Analis keamanan Ukraina Mariia Zolkina mengatakan kepada BBC bahwa penggunaan bom luncur merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan, dan bom tersebut menciptakan "era baru" bagi situasi militer di lapangan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More