Netanyahu Akui Israel Gagal Cari Alternatif Selain Hamas di Gaza
Kamis, 16 Mei 2024 - 22:02 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengakui kegagalan pemerintahannya dalam menerapkan alternatif terhadap gerakan Hamas dan melibatkan warga Palestina dalam pemerintahan di Jalur Gaza.
Dia menambahkan, pembicaraan tentang “hari setelahnya” hanyalah “kata-kata tanpa isi” selama Hamas “tetap utuh”.
Komentarnya muncul dalam klip video di mana dia mengakui telah menginstruksikan tentara mengizinkan warga Palestina di Jalur Gaza untuk terlibat dalam proses pengelolaan wilayah tersebut dan mendistribusikan bantuan, namun upaya tersebut tidak berhasil.
“Sampai jelas bahwa Hamas tidak menguasai Gaza secara militer, tidak ada seorang pun yang siap mengambil alih kendali sipil atas Gaza karena takut akan nyawa mereka,” klaim Netanyahu yang dikenal sebagai 'tukang jagal Gaza' karena tentaranya telah membunuh lebih dari 35.200 warga Palestina.
Pernyataan Netanyahu merupakan pengakuan tersirat bahwa Hamas pada dasarnya masih menguasai Jalur Gaza.
Lebih lanjut, dia memperbarui penolakan pemerintahnya terhadap resolusi PBB yang dikeluarkan pekan lalu mengenai pengakuan negara Palestina.
“Kami tidak akan menghargai pembantaian mengerikan pada tanggal 7 Oktober, yang didukung 80% warga Palestina, baik di Gaza maupun di (Tepi Barat). Kami tidak akan membiarkan mereka mendirikan negara teroris sehingga mereka dapat menyerang kami dengan sekuat tenaga. Tidak ada yang akan menghalangi kami, menghalangi Israel, untuk mewujudkan hak dasar kami untuk membela diri, baik Majelis Umum PBB atau badan lainnya,” ujar Netanyahu seakan-akan Israel tidak melakukan genosida di Jalur Gaza.
Dia menambahkan, pasukan kolonial Israel bertempur di Rafah, lingkungan Zaytoun dan Jabaliya, mengklaim operasi tersebut dilakukan setelah evakuasi warga sipil Palestina.
Pemimpin Israel itu menanggapi kritik Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tentang perilaku Israel dalam perang melawan Palestina di Gaza.
Blinken menekankan taktik Israel menyebabkan “hilangnya nyawa warga sipil tak berdosa secara mengerikan” namun “gagal menetralisir para pemimpin dan pejuang Hamas dan dapat mendorong pemberontakan yang berkepanjangan.” Dia mengatakan Israel harus “keluar dari Gaza.”
Pejabat AS tersebut menjelaskan Hamas telah muncul kembali di beberapa bagian Gaza, dan “aksi besar” yang dilakukan pasukan Israel di kota selatan Rafah berisiko membuat sekutu terdekat Amerika di Timur Tengah “menanggung tanggung jawab atas pemberontakan yang berkepanjangan.”
Dia juga mencatat AS telah bekerja dengan negara-negara Arab dan negara-negara lain selama berminggu-minggu untuk mengembangkan “rencana yang kredibel untuk keamanan, pemerintahan, pembangunan kembali” di Gaza, dan menambahkan, “Kita belum melihat hal itu datang dari Israel… Kita perlu melihat itu juga."
Selain itu, dia menekankan serangan Israel yang lebih dalam ke Rafah mungkin akan mencapai “beberapa keberhasilan awal,” namun akan menyebabkan “kerugian besar” bagi warga sipil Palestina.
Ketegangan meningkat antara Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden mengenai cara mengelola perang.
Dalam wawancara pekan lalu, Biden mengatakan pemerintahannya tidak akan menyediakan senjata yang dapat digunakan Israel untuk melancarkan serangan komprehensif terhadap Rafah.
AS selama ini menjadi salah satu pemasok senjata yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Jalur Gaza.
Lihat Juga: Erdogan Sebut Penangkapan PM Nentanyahu Akan Pulihkan Kepercayaan kepada Sistem Internasional
Dia menambahkan, pembicaraan tentang “hari setelahnya” hanyalah “kata-kata tanpa isi” selama Hamas “tetap utuh”.
Komentarnya muncul dalam klip video di mana dia mengakui telah menginstruksikan tentara mengizinkan warga Palestina di Jalur Gaza untuk terlibat dalam proses pengelolaan wilayah tersebut dan mendistribusikan bantuan, namun upaya tersebut tidak berhasil.
“Sampai jelas bahwa Hamas tidak menguasai Gaza secara militer, tidak ada seorang pun yang siap mengambil alih kendali sipil atas Gaza karena takut akan nyawa mereka,” klaim Netanyahu yang dikenal sebagai 'tukang jagal Gaza' karena tentaranya telah membunuh lebih dari 35.200 warga Palestina.
Pernyataan Netanyahu merupakan pengakuan tersirat bahwa Hamas pada dasarnya masih menguasai Jalur Gaza.
Lebih lanjut, dia memperbarui penolakan pemerintahnya terhadap resolusi PBB yang dikeluarkan pekan lalu mengenai pengakuan negara Palestina.
“Kami tidak akan menghargai pembantaian mengerikan pada tanggal 7 Oktober, yang didukung 80% warga Palestina, baik di Gaza maupun di (Tepi Barat). Kami tidak akan membiarkan mereka mendirikan negara teroris sehingga mereka dapat menyerang kami dengan sekuat tenaga. Tidak ada yang akan menghalangi kami, menghalangi Israel, untuk mewujudkan hak dasar kami untuk membela diri, baik Majelis Umum PBB atau badan lainnya,” ujar Netanyahu seakan-akan Israel tidak melakukan genosida di Jalur Gaza.
Dia menambahkan, pasukan kolonial Israel bertempur di Rafah, lingkungan Zaytoun dan Jabaliya, mengklaim operasi tersebut dilakukan setelah evakuasi warga sipil Palestina.
Pemimpin Israel itu menanggapi kritik Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tentang perilaku Israel dalam perang melawan Palestina di Gaza.
Blinken menekankan taktik Israel menyebabkan “hilangnya nyawa warga sipil tak berdosa secara mengerikan” namun “gagal menetralisir para pemimpin dan pejuang Hamas dan dapat mendorong pemberontakan yang berkepanjangan.” Dia mengatakan Israel harus “keluar dari Gaza.”
Pejabat AS tersebut menjelaskan Hamas telah muncul kembali di beberapa bagian Gaza, dan “aksi besar” yang dilakukan pasukan Israel di kota selatan Rafah berisiko membuat sekutu terdekat Amerika di Timur Tengah “menanggung tanggung jawab atas pemberontakan yang berkepanjangan.”
Dia juga mencatat AS telah bekerja dengan negara-negara Arab dan negara-negara lain selama berminggu-minggu untuk mengembangkan “rencana yang kredibel untuk keamanan, pemerintahan, pembangunan kembali” di Gaza, dan menambahkan, “Kita belum melihat hal itu datang dari Israel… Kita perlu melihat itu juga."
Selain itu, dia menekankan serangan Israel yang lebih dalam ke Rafah mungkin akan mencapai “beberapa keberhasilan awal,” namun akan menyebabkan “kerugian besar” bagi warga sipil Palestina.
Ketegangan meningkat antara Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden mengenai cara mengelola perang.
Dalam wawancara pekan lalu, Biden mengatakan pemerintahannya tidak akan menyediakan senjata yang dapat digunakan Israel untuk melancarkan serangan komprehensif terhadap Rafah.
AS selama ini menjadi salah satu pemasok senjata yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Jalur Gaza.
Lihat Juga: Erdogan Sebut Penangkapan PM Nentanyahu Akan Pulihkan Kepercayaan kepada Sistem Internasional
(sya)
tulis komentar anda