6 Fakta Menarik Perang Iran-Irak 1980-an, Gelombang Manusia vs Senjata Kimia
Rabu, 15 Mei 2024 - 21:11 WIB
JAKARTA - Perang Iran-Irak pernah pecah dari tahun 1980 hingga 1988. Terdapat beberapa fakta menarik yang terungkap dalam perang yang berlangsung selama delapan tahun tersebut.
Perang tersebut dimulai setelah Saddam Hussein berkuasa sebagai Presiden Irak, dan munculnya revolusi Syiah di Iran yang menggulingkan Mohammad Reza Shah Pahlevi.
6 Fakta Menarik Perang Iran-Irak
Salah satu konflik terbesar di Timur Tengah ini awalnya dipicu oleh keinginan Irak untuk menguasai Sungai Shatt al-Arab, jalur air yang dibentuk oleh pertemuan Sungai Tigris dan Efrat, yang ujung selatannya menjadi perbatasan antara kedua negara. Wilayah itu terkenal memiliki sumber minyak yang besar.
Sementara itu, di sisi lain terjadi revolusi besar-besaran Islam Syiah di Iran pada tahun 1979. Kala itu Sayyid Ruhullah Musavi Khomeini atau Imam Khomeini berhasil menggulingkan pemerintah Iran pimpinan Mohammad Reza Shah Pahlevi, yang dinilai sebagai sekutu Amerika Serikat (AS).
Bagi Saddam Hussein yang mengandalkan dukungan Muslim Sunni, revolusi Syiah Iran akan menyuburkan revolusi Syiah di Irak dan akan menggulingkan kekuasaannya. Kondisi inilah yang mengakibatkan perang panjang antara Irak dan Iran.
Berkaitan dengan revolusi yang terjadi di Iran, banyak negara lain mulai khawatir akan paham Iran yang dinilai ekstremis. Sehingga beberapa negara tetangga yang mayoritas Muslim Sunni, seperti Arab Saudi, dan Kuwait mulai menunjukkan bantuannya untuk Saddam.
Tidak hanya itu, situasi revolusi Iran juga membuat AS khawatir. Pasalnya, jika Iran memengaruhi negara-negara di Timur Tengah untuk melakukan revolusi, hal ini akan menenggelamkan pengaruh AS dan sekutunya, terlebih dalam pengolahan minyak.
Alasan itulah yang membuat AS memilih untuk memberikan bantuan pada Irak. Tak heran jika dalam perang ini, Irak dibekali dengan senjata canggih buatan negara Barat. Sementara itu, Iran hanya dibantu oleh sekutu mereka yakni Suriah dan Libya.
Mengingat melemahnya militer Iran setelah revolusi, Saddam Hussein memutuskan melakukan serangan terhadap Iran pada 22 September 1980. Pasukan Irak melancarkan serangan udara terhadap pangkalan udara Iran, dan merebut wilayah Shatt Al Arab dan Qashr Shirrinn.
Bahkan pada bulan November 1980, Irak kembali berhasil melancarkan serangan ke dua kota penting dan strategis bagi Iran, yakni Shabadan dan Khorramshahr. Hal inilah yang membuat Iran semakin tertekan. Meski begitu, Teheran tidak tinggal diam.
Dalam perang ini Irak yang mendapat bantuan persenjataan dari AS menggunakan taktik Chemical Attack atau Serangan Senjata Kimia. Sedangkan Iran yang minim armada, menggunakan Serangan Gelombang Manusia atau Human Wave Attack.
Bahkan rakyat Iran berbondong-bondong membentuk laskar militer serta pasukan berani mati dalam garda depan revolusi demi melawan pasukan musuh. Dari situlah Iran mulai melancarkan serangan balasan dengan mengerahkan beberapa jet tempur yang mereka miliki.
Kemudian pada tahun 1981, sekitar 200.000 milisi Iran dan militernya mulai menyerang benteng pertahanan Irak. Setahun berselang, pasukan Iran akhirnya berhasil menembus garis depan pasukan Irak, serta merebut kembali wilayah Khorramshahr.
Ketika perang memasuki babak baru pada tahun 1988, di mana kala itu Iran dan Irak saling berbalas serangan di wilayah laut. Ini diperumit dengan AS dan Uni Soviet yang menerjunkan armadanya untuk melancarkan serangan ke Iran.
Bahkan terjadi sebuah tragedi di mana kapal perang AS menembak kapal penumpang sipil milik Iran yang menewaskan seluruh penumpang tewas. Iran yang tidak tinggal diam lantas mulai mengerahkan kelompok Kurdi dan Syiah di Irak untuk melakukan revolusi.
Hal tersebut membuat Irak harus menghabisi masyarakatnya sendiri menggunakan senjata kimia. Sekitar 5.000 korban jiwa tewas dalam serangan itu.
Setelah delapan tahun berperang, kedua negara akhirnya memutuskan untuk mengakhiri peperangan tersebut pada 22 Agustus 1988 melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 598.
Akibat dari perang ini hanyalah kerugian, baik secara material, kemanusiaan, maupun ekonomi dan politik. Dari pihak Iran sendiri dikonfirmasi mencapai 1 juta jiwa, sementara AS mencapai 500 ribu orang.
Selain itu kerugian politik yang diderita pasca perang, di antaranya terhambatnya roda pemerintahan dan semakin menguatnya pengaruh AS di Teluk Persia.
Perang tersebut dimulai setelah Saddam Hussein berkuasa sebagai Presiden Irak, dan munculnya revolusi Syiah di Iran yang menggulingkan Mohammad Reza Shah Pahlevi.
6 Fakta Menarik Perang Iran-Irak
1. Latar Belakang Perang
Salah satu konflik terbesar di Timur Tengah ini awalnya dipicu oleh keinginan Irak untuk menguasai Sungai Shatt al-Arab, jalur air yang dibentuk oleh pertemuan Sungai Tigris dan Efrat, yang ujung selatannya menjadi perbatasan antara kedua negara. Wilayah itu terkenal memiliki sumber minyak yang besar.
Sementara itu, di sisi lain terjadi revolusi besar-besaran Islam Syiah di Iran pada tahun 1979. Kala itu Sayyid Ruhullah Musavi Khomeini atau Imam Khomeini berhasil menggulingkan pemerintah Iran pimpinan Mohammad Reza Shah Pahlevi, yang dinilai sebagai sekutu Amerika Serikat (AS).
Bagi Saddam Hussein yang mengandalkan dukungan Muslim Sunni, revolusi Syiah Iran akan menyuburkan revolusi Syiah di Irak dan akan menggulingkan kekuasaannya. Kondisi inilah yang mengakibatkan perang panjang antara Irak dan Iran.
2. Irak Mendapat Bantuan dari Banyak Negara
Berkaitan dengan revolusi yang terjadi di Iran, banyak negara lain mulai khawatir akan paham Iran yang dinilai ekstremis. Sehingga beberapa negara tetangga yang mayoritas Muslim Sunni, seperti Arab Saudi, dan Kuwait mulai menunjukkan bantuannya untuk Saddam.
Tidak hanya itu, situasi revolusi Iran juga membuat AS khawatir. Pasalnya, jika Iran memengaruhi negara-negara di Timur Tengah untuk melakukan revolusi, hal ini akan menenggelamkan pengaruh AS dan sekutunya, terlebih dalam pengolahan minyak.
Alasan itulah yang membuat AS memilih untuk memberikan bantuan pada Irak. Tak heran jika dalam perang ini, Irak dibekali dengan senjata canggih buatan negara Barat. Sementara itu, Iran hanya dibantu oleh sekutu mereka yakni Suriah dan Libya.
3. Irak Lancarkan Invasi ke Iran
Mengingat melemahnya militer Iran setelah revolusi, Saddam Hussein memutuskan melakukan serangan terhadap Iran pada 22 September 1980. Pasukan Irak melancarkan serangan udara terhadap pangkalan udara Iran, dan merebut wilayah Shatt Al Arab dan Qashr Shirrinn.
Bahkan pada bulan November 1980, Irak kembali berhasil melancarkan serangan ke dua kota penting dan strategis bagi Iran, yakni Shabadan dan Khorramshahr. Hal inilah yang membuat Iran semakin tertekan. Meski begitu, Teheran tidak tinggal diam.
4. Gelombang Manusia vs Senjata Kimia
Dalam perang ini Irak yang mendapat bantuan persenjataan dari AS menggunakan taktik Chemical Attack atau Serangan Senjata Kimia. Sedangkan Iran yang minim armada, menggunakan Serangan Gelombang Manusia atau Human Wave Attack.
Bahkan rakyat Iran berbondong-bondong membentuk laskar militer serta pasukan berani mati dalam garda depan revolusi demi melawan pasukan musuh. Dari situlah Iran mulai melancarkan serangan balasan dengan mengerahkan beberapa jet tempur yang mereka miliki.
Kemudian pada tahun 1981, sekitar 200.000 milisi Iran dan militernya mulai menyerang benteng pertahanan Irak. Setahun berselang, pasukan Iran akhirnya berhasil menembus garis depan pasukan Irak, serta merebut kembali wilayah Khorramshahr.
5. Banyak Warga Sipil Menjadi Korban
Ketika perang memasuki babak baru pada tahun 1988, di mana kala itu Iran dan Irak saling berbalas serangan di wilayah laut. Ini diperumit dengan AS dan Uni Soviet yang menerjunkan armadanya untuk melancarkan serangan ke Iran.
Bahkan terjadi sebuah tragedi di mana kapal perang AS menembak kapal penumpang sipil milik Iran yang menewaskan seluruh penumpang tewas. Iran yang tidak tinggal diam lantas mulai mengerahkan kelompok Kurdi dan Syiah di Irak untuk melakukan revolusi.
Hal tersebut membuat Irak harus menghabisi masyarakatnya sendiri menggunakan senjata kimia. Sekitar 5.000 korban jiwa tewas dalam serangan itu.
6. Dampak Perang setelah Konflik Berakhir
Setelah delapan tahun berperang, kedua negara akhirnya memutuskan untuk mengakhiri peperangan tersebut pada 22 Agustus 1988 melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 598.
Akibat dari perang ini hanyalah kerugian, baik secara material, kemanusiaan, maupun ekonomi dan politik. Dari pihak Iran sendiri dikonfirmasi mencapai 1 juta jiwa, sementara AS mencapai 500 ribu orang.
Selain itu kerugian politik yang diderita pasca perang, di antaranya terhambatnya roda pemerintahan dan semakin menguatnya pengaruh AS di Teluk Persia.
(mas)
tulis komentar anda