Selidiki Kasus Genosida di Gaza, Staf dan Pejabat ICC Dapat Banyak Ancaman
Sabtu, 04 Mei 2024 - 08:25 WIB
DEN HAAG - Kantor kejaksaan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) menyerukan dihentikannya “intimidasi terhadap para stafnya”.
ICC mengatakan ancaman semacam itu dapat merupakan pelanggaran terhadap pengadilan kejahatan perang permanen di dunia.
Dalam pernyataan yang diposting di platform media sosial X, kantor kejaksaan ICC mengatakan semua upaya untuk menghalangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabatnya secara tidak pantas harus segera dihentikan.
“Kantor Kejaksaan menyadari ada kepentingan publik yang signifikan dalam penyelidikannya,” bunyi pernyataan tersebut.
ICC menambahkan, “Kantor berupaya terlibat secara konstruktif dengan semua pemangku kepentingan kapan pun dialog tersebut sejalan dengan mandatnya berdasarkan Statuta Roma untuk bertindak independen dan tidak memihak.”
Pernyataan tersebut menunjukkan ICC dan personel Pengadilan menerima berbagai ancaman.
“Namun independensi dan imparsialitas dirusak ketika individu mengancam akan melakukan pembalasan terhadap Pengadilan atau terhadap personel Pengadilan jika kantor tersebut, dalam memenuhi mandatnya, membuat keputusan mengenai investigasi atau kasus-kasus yang berada dalam yurisdiksinya,” ungkap pernyataan itu.
ICC menegaskan, Statuta Roma, yang menguraikan struktur dan wilayah yurisdiksi ICC, melarang tindakan tersebut.
“Ancaman seperti itu, meskipun tidak ditindaklanjuti, juga dapat merupakan pelanggaran terhadap penyelenggaraan peradilan berdasarkan Pasal 40 Statuta Roma,” papar pernyataan ICC.
“Kantor menegaskan semua upaya menghalangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabatnya secara tidak pantas harus segera dihentikan,” ungkap ICC.
Pernyataan tersebut menyusul kritik Israel dan Amerika Serikat (AS) terhadap penyelidikan ICC atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Jalur Gaza.
Selain itu, situs berita Amerika Axios melaporkan pada Jumat (3/5/2024) bahwa sekelompok senator bipartisan AS mengadakan pertemuan virtual pada Rabu dengan pejabat senior dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel terkait dengan perang di Gaza..
Menurut Axios, kekhawatiran yang semakin besar di kalangan pejabat Israel adalah ICC mungkin akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel Herzi Halevi.
ICC yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda, telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2021 terhadap kemungkinan kejahatan perang di Palestina sejak perang tahun 2014.
Investigasi ini telah diperluas hingga mencakup kejadian-kejadian baru-baru ini, termasuk perang genosida Israel di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober.
Pada Rabu, Axios melaporkan pemerintah Israel memberi tahu pemerintahan Presiden AS Joe Biden bahwa, “Jika surat perintah penangkapan dikeluarkan, Israel mungkin mengambil langkah pembalasan terhadap Otoritas Palestina, yang dapat menyebabkan keruntuhannya.”
Axios mengutip dua pejabat Israel yang mengatakan, “Selama beberapa pekan terakhir, Israel telah mengatakan kepada AS bahwa mereka mempunyai informasi yang menunjukkan pejabat Otoritas Palestina menekan jaksa ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel.”
Seorang pejabat senior dilaporkan menekankan, “Ancaman surat perintah penangkapan ICC adalah nyata dan menekankan jika skenario seperti itu terjadi, kabinet Israel kemungkinan akan membuat keputusan resmi untuk menghukum Otoritas Palestina.”
Axios melaporkan Gedung Putih, kantor Netanyahu dan Otoritas Palestina menolak berkomentar.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan ketakutan atas kemungkinan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan pejabat tinggi lainnya, menurut media Israel.
Hal ini terjadi di tengah laporan media Israel tentang potensi dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Netanyahu dan para pemimpin politik dan militer Israel lainnya seperti Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Kepala Staf Herzl Halevi, atas dugaan pelanggaran hukum internasional dalam penyerangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Surat kabar Israel Maariv mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan Netanyahu “sangat takut dan khawatir” tentang kemungkinan menghadapi surat perintah penangkapan ICC di Den Haag.
Dalam beberapa hari terakhir, menurut laporan tersebut, Netanyahu telah menghubungi berbagai pemimpin dan pejabat internasional, termasuk Presiden AS Joe Biden, dalam upaya mencegah dikeluarkannya surat perintah tersebut.
Pada Jumat, Netanyahu mengatakan keputusan apa pun yang dibuat ICC tidak akan mempengaruhi tindakan Israel, namun akan “menjadi preseden berbahaya.”
“Di bawah kepemimpinan saya, Israel tidak akan pernah menerima segala upaya ICC untuk melemahkan hak membela diri,” tulis Netanyahu di X.
Rezim kolonial Israel telah membunuh lebih dari 34.600 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
Lihat Juga: Israel Lebih Suka Trump atau Kamala Harris jadi Presiden AS ? Simak Penjelasan dan Alasannya
ICC mengatakan ancaman semacam itu dapat merupakan pelanggaran terhadap pengadilan kejahatan perang permanen di dunia.
Dalam pernyataan yang diposting di platform media sosial X, kantor kejaksaan ICC mengatakan semua upaya untuk menghalangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabatnya secara tidak pantas harus segera dihentikan.
“Kantor Kejaksaan menyadari ada kepentingan publik yang signifikan dalam penyelidikannya,” bunyi pernyataan tersebut.
ICC menambahkan, “Kantor berupaya terlibat secara konstruktif dengan semua pemangku kepentingan kapan pun dialog tersebut sejalan dengan mandatnya berdasarkan Statuta Roma untuk bertindak independen dan tidak memihak.”
Pernyataan tersebut menunjukkan ICC dan personel Pengadilan menerima berbagai ancaman.
“Namun independensi dan imparsialitas dirusak ketika individu mengancam akan melakukan pembalasan terhadap Pengadilan atau terhadap personel Pengadilan jika kantor tersebut, dalam memenuhi mandatnya, membuat keputusan mengenai investigasi atau kasus-kasus yang berada dalam yurisdiksinya,” ungkap pernyataan itu.
ICC menegaskan, Statuta Roma, yang menguraikan struktur dan wilayah yurisdiksi ICC, melarang tindakan tersebut.
“Ancaman seperti itu, meskipun tidak ditindaklanjuti, juga dapat merupakan pelanggaran terhadap penyelenggaraan peradilan berdasarkan Pasal 40 Statuta Roma,” papar pernyataan ICC.
“Kantor menegaskan semua upaya menghalangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabatnya secara tidak pantas harus segera dihentikan,” ungkap ICC.
Pertemuan AS-ICC
Pernyataan tersebut menyusul kritik Israel dan Amerika Serikat (AS) terhadap penyelidikan ICC atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Jalur Gaza.
Selain itu, situs berita Amerika Axios melaporkan pada Jumat (3/5/2024) bahwa sekelompok senator bipartisan AS mengadakan pertemuan virtual pada Rabu dengan pejabat senior dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel terkait dengan perang di Gaza..
Menurut Axios, kekhawatiran yang semakin besar di kalangan pejabat Israel adalah ICC mungkin akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel Herzi Halevi.
ICC yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda, telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2021 terhadap kemungkinan kejahatan perang di Palestina sejak perang tahun 2014.
Investigasi ini telah diperluas hingga mencakup kejadian-kejadian baru-baru ini, termasuk perang genosida Israel di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober.
Pada Rabu, Axios melaporkan pemerintah Israel memberi tahu pemerintahan Presiden AS Joe Biden bahwa, “Jika surat perintah penangkapan dikeluarkan, Israel mungkin mengambil langkah pembalasan terhadap Otoritas Palestina, yang dapat menyebabkan keruntuhannya.”
Axios mengutip dua pejabat Israel yang mengatakan, “Selama beberapa pekan terakhir, Israel telah mengatakan kepada AS bahwa mereka mempunyai informasi yang menunjukkan pejabat Otoritas Palestina menekan jaksa ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel.”
Seorang pejabat senior dilaporkan menekankan, “Ancaman surat perintah penangkapan ICC adalah nyata dan menekankan jika skenario seperti itu terjadi, kabinet Israel kemungkinan akan membuat keputusan resmi untuk menghukum Otoritas Palestina.”
Axios melaporkan Gedung Putih, kantor Netanyahu dan Otoritas Palestina menolak berkomentar.
Netanyahu Takut Luar Biasa
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan ketakutan atas kemungkinan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan pejabat tinggi lainnya, menurut media Israel.
Hal ini terjadi di tengah laporan media Israel tentang potensi dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Netanyahu dan para pemimpin politik dan militer Israel lainnya seperti Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Kepala Staf Herzl Halevi, atas dugaan pelanggaran hukum internasional dalam penyerangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Surat kabar Israel Maariv mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan Netanyahu “sangat takut dan khawatir” tentang kemungkinan menghadapi surat perintah penangkapan ICC di Den Haag.
Dalam beberapa hari terakhir, menurut laporan tersebut, Netanyahu telah menghubungi berbagai pemimpin dan pejabat internasional, termasuk Presiden AS Joe Biden, dalam upaya mencegah dikeluarkannya surat perintah tersebut.
Pada Jumat, Netanyahu mengatakan keputusan apa pun yang dibuat ICC tidak akan mempengaruhi tindakan Israel, namun akan “menjadi preseden berbahaya.”
“Di bawah kepemimpinan saya, Israel tidak akan pernah menerima segala upaya ICC untuk melemahkan hak membela diri,” tulis Netanyahu di X.
Rezim kolonial Israel telah membunuh lebih dari 34.600 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
Lihat Juga: Israel Lebih Suka Trump atau Kamala Harris jadi Presiden AS ? Simak Penjelasan dan Alasannya
(sya)
tulis komentar anda