Turki Setop Semua Perdagangan dengan Israel karena Genosida di Gaza
Jum'at, 03 Mei 2024 - 20:30 WIB
ANKARA - Turki segera menghentikan semua perdagangan dengan Israel karena krisis kemanusiaan yang diakibatkannya di Gaza.
Kebijakan itu diumumkan Kementerian Perdagangan Turki pada Kamis (2/5/2024).
“Transaksi ekspor dan impor terkait Israel telah dihentikan, mencakup semua produk,” ungkap kementerian itu.
“Turki akan secara ketat dan tegas menerapkan langkah-langkah baru ini sampai Pemerintah Israel mengizinkan aliran bantuan kemanusiaan yang cukup dan tidak terputus ke Gaza,” papar kementerian itu.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Israel Katz mengkritik tindakan tersebut di platform media sosial X, dengan mengatakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berperilaku seperti “seorang diktator”.
Katz menuduh Erdogan melanggar perjanjian bilateral antara kedua negara dan mengatakan negaranya akan berupaya menciptakan alternatif perdagangan dengan negara lain.
Turki dan Israel memiliki perjanjian perdagangan bebas yang berlaku sejak tahun 1997. Volume perdagangan antara kedua negara mencapai USD6,3 miliar pada tahun 2023, di mana 76% di antaranya adalah ekspor Turki, menurut Institut Statistik Turki.
Kementerian Perdagangan Turki mengatakan mereka berkoordinasi dengan Kementerian Ekonomi Nasional Palestina untuk memastikan warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan seperti Tepi Barat tidak akan dirugikan oleh tindakan tersebut. Turki juga mengekspor produk ke wilayah Palestina melalui bea cukai Israel.
Sejak menderita kekalahan besar dalam pemilu lokal di Turki pada Maret, pemerintah Turki semakin mengintensifkan kritiknya terhadap Israel dan mengambil serangkaian langkah terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemerintah menilai kebijakannya yang relatif lebih seimbang mengenai Palestina dan Gaza telah berdampak negatif terhadap pemilih intinya yang merupakan umat Islam yang taat, yang khawatir dengan invasi Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Israel telah membunuh lebih dari 34.000 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Rezim kolonial Zionis meratakan seluruh lingkungan permukiman, dan menargetkan infrastruktur sipil lainnya termasuk sekolah, rumah sakit, dan masjid.
Pemerintah Turki pertama kali memberlakukan pembatasan ekspor ke Israel pada lebih dari 50 produk pada 9 April 2024.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bulan lalu secara terbuka bertemu dengan para pemimpin Hamas, termasuk kepala biro politik Ismail Haniyeh, untuk pertama kalinya sejak serangan kelompok tersebut terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Erdogan mengirim Menteri Luar Negerinya Hakan Fidan ke Doha untuk bertemu dengan para pejabat senior Hamas.
Fidan, dalam pernyataan terpisah awal pekan ini, mengumumkan Ankara juga akan bergabung dalam kasus genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
Fidan mengatakan Turki telah mempertimbangkan bagaimana menanggapi tindakan Israel selama perang di Gaza selama beberapa waktu, dan telah mengambil tindakan terhadap Israel, seperti membatasi beberapa ekspor.
“Pakar hukum kami telah mempelajari bagaimana berpartisipasi dalam kasus hukum melawan Israel di ICJ,” ujar Fidan dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Rabu.
Dia menjelaskan, “Erdogan menyetujui rencana para pejabat tersebut, sehingga Turki akan secara hukum mendukung kasus Afrika Selatan melawan Israel di ICJ, dan segera mengajukan permohonan kami ke pengadilan.” Turki bertujuan memperkuat kasus Afrika Selatan dengan langkah ini.
Nikaragua dan Kolombia sebelumnya telah mencoba melakukan intervensi dalam kasus yang sama dengan permohonan terpisah, namun pengadilan belum mengambil keputusan atas permintaan mereka.
Fidan mengatakan Turki membahas masalah ini dengan beberapa anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang mengatakan mereka kemungkinan juga akan bergabung dalam kasus ini.
Lihat Juga: 3 Alasan Hamas Ingin Menghentikan Perang di Gaza, Nomor 2 Sikap Negara Islam Mengecewakan
Kebijakan itu diumumkan Kementerian Perdagangan Turki pada Kamis (2/5/2024).
“Transaksi ekspor dan impor terkait Israel telah dihentikan, mencakup semua produk,” ungkap kementerian itu.
“Turki akan secara ketat dan tegas menerapkan langkah-langkah baru ini sampai Pemerintah Israel mengizinkan aliran bantuan kemanusiaan yang cukup dan tidak terputus ke Gaza,” papar kementerian itu.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Israel Katz mengkritik tindakan tersebut di platform media sosial X, dengan mengatakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berperilaku seperti “seorang diktator”.
Katz menuduh Erdogan melanggar perjanjian bilateral antara kedua negara dan mengatakan negaranya akan berupaya menciptakan alternatif perdagangan dengan negara lain.
Turki dan Israel memiliki perjanjian perdagangan bebas yang berlaku sejak tahun 1997. Volume perdagangan antara kedua negara mencapai USD6,3 miliar pada tahun 2023, di mana 76% di antaranya adalah ekspor Turki, menurut Institut Statistik Turki.
Kementerian Perdagangan Turki mengatakan mereka berkoordinasi dengan Kementerian Ekonomi Nasional Palestina untuk memastikan warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan seperti Tepi Barat tidak akan dirugikan oleh tindakan tersebut. Turki juga mengekspor produk ke wilayah Palestina melalui bea cukai Israel.
Sikap yang Mengeras
Sejak menderita kekalahan besar dalam pemilu lokal di Turki pada Maret, pemerintah Turki semakin mengintensifkan kritiknya terhadap Israel dan mengambil serangkaian langkah terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemerintah menilai kebijakannya yang relatif lebih seimbang mengenai Palestina dan Gaza telah berdampak negatif terhadap pemilih intinya yang merupakan umat Islam yang taat, yang khawatir dengan invasi Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Israel telah membunuh lebih dari 34.000 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Rezim kolonial Zionis meratakan seluruh lingkungan permukiman, dan menargetkan infrastruktur sipil lainnya termasuk sekolah, rumah sakit, dan masjid.
Pemerintah Turki pertama kali memberlakukan pembatasan ekspor ke Israel pada lebih dari 50 produk pada 9 April 2024.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bulan lalu secara terbuka bertemu dengan para pemimpin Hamas, termasuk kepala biro politik Ismail Haniyeh, untuk pertama kalinya sejak serangan kelompok tersebut terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Erdogan mengirim Menteri Luar Negerinya Hakan Fidan ke Doha untuk bertemu dengan para pejabat senior Hamas.
Fidan, dalam pernyataan terpisah awal pekan ini, mengumumkan Ankara juga akan bergabung dalam kasus genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
Fidan mengatakan Turki telah mempertimbangkan bagaimana menanggapi tindakan Israel selama perang di Gaza selama beberapa waktu, dan telah mengambil tindakan terhadap Israel, seperti membatasi beberapa ekspor.
“Pakar hukum kami telah mempelajari bagaimana berpartisipasi dalam kasus hukum melawan Israel di ICJ,” ujar Fidan dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Rabu.
Dia menjelaskan, “Erdogan menyetujui rencana para pejabat tersebut, sehingga Turki akan secara hukum mendukung kasus Afrika Selatan melawan Israel di ICJ, dan segera mengajukan permohonan kami ke pengadilan.” Turki bertujuan memperkuat kasus Afrika Selatan dengan langkah ini.
Nikaragua dan Kolombia sebelumnya telah mencoba melakukan intervensi dalam kasus yang sama dengan permohonan terpisah, namun pengadilan belum mengambil keputusan atas permintaan mereka.
Fidan mengatakan Turki membahas masalah ini dengan beberapa anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang mengatakan mereka kemungkinan juga akan bergabung dalam kasus ini.
Lihat Juga: 3 Alasan Hamas Ingin Menghentikan Perang di Gaza, Nomor 2 Sikap Negara Islam Mengecewakan
(sya)
tulis komentar anda