Gedung Putih Yakin Netanyahu Sengaja Memprovokasi AS
Selasa, 26 Maret 2024 - 20:15 WIB
WASHINGTON - Gedung Putih “bingung” dengan apa yang disebut beberapa pejabat Amerika Serikat (AS) sebagai reaksi berlebihan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap keputusan Washington untuk tidak memveto resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Gaza.
Kabar itu diungkap dalam laporan Axios. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi tersebut pada Senin (25/3/2024) yang menuntut gencatan senjata segera antara Israel dan Hamas serta pembebasan tanpa syarat terhadap sisa sandera Israel.
Resolusi itu juga menyoroti “kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran” bantuan ke Gaza.
AS abstain dalam pemungutan suara itu, sehingga kantor Netanyahu menuduh Washington mundur dari “posisi konsisten” sejak awal perang.
Netanyahu marah dan membatalkan misi tingkat tinggi Israel ke AS menjelang rencana operasi militer Zionis di kota Rafah, Gaza selatan.
“Semua itu merugikan diri sendiri. Perdana Menteri bisa saja memilih jalan lain, untuk menyelaraskan diri dengan Amerika mengenai arti resolusi ini. Dia memilih tidak melakukannya, tampaknya untuk tujuan politik,” tegas salah satu pejabat AS.
“Jika Perdana Menteri Netanyahu merasa sangat yakin, mengapa dia tidak menelepon Presiden Biden?” pejabat lain bertanya-tanya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby menyebut pembatalan kunjungan delegasi Israel “mengecewakan” dan mengatakan Washington “bingung dengan hal ini” karena sikap abstain AS “tidak mewakili perubahan dalam kebijakan kami.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller berpendapat AS tidak menggunakan hak vetonya karena seruan untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera konsisten dengan kebijakan Washington, dan mencatat resolusi tersebut tidak mengikat.
Netanyahu dilaporkan menggunakan pemungutan suara di PBB sebagai alasan untuk tidak mengirim delegasi ke Washington karena dia “takut kami akan menawarkan sesuatu yang masuk akal,” klaim pejabat lain yang tidak disebutkan namanya, menurut Axios.
“Dia lebih suka bertengkar dengan kami meskipun itu bukan kepentingan Israel… Ini juga merupakan cara yang lucu untuk memperlakukan mitra yang telah memberikan begitu banyak dukungan kepada Israel,” papar pejabat itu.
Israel menyatakan perang terhadap Hamas pada 7 Oktober, setelah pejuang Palestina melakukan serangan lintas batas, menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menyandera sedikitnya 250 orang.
Lebih dari 32.000 warga Palestina telah tewas dalam pemboman dan operasi darat Israel di Gaza sejak saat itu, menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut.
Israel berencana melancarkan serangan darat ke Rafah meskipun ada peringatan internasional mengenai potensi bencana.
Lebih dari separuh penduduk Gaza telah melarikan diri untuk berlindung di kota tersebut karena pemboman Israel yang sedang berlangsung di wilayah lain di seluruh Gaza.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Kabar itu diungkap dalam laporan Axios. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi tersebut pada Senin (25/3/2024) yang menuntut gencatan senjata segera antara Israel dan Hamas serta pembebasan tanpa syarat terhadap sisa sandera Israel.
Resolusi itu juga menyoroti “kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran” bantuan ke Gaza.
AS abstain dalam pemungutan suara itu, sehingga kantor Netanyahu menuduh Washington mundur dari “posisi konsisten” sejak awal perang.
Netanyahu marah dan membatalkan misi tingkat tinggi Israel ke AS menjelang rencana operasi militer Zionis di kota Rafah, Gaza selatan.
“Semua itu merugikan diri sendiri. Perdana Menteri bisa saja memilih jalan lain, untuk menyelaraskan diri dengan Amerika mengenai arti resolusi ini. Dia memilih tidak melakukannya, tampaknya untuk tujuan politik,” tegas salah satu pejabat AS.
“Jika Perdana Menteri Netanyahu merasa sangat yakin, mengapa dia tidak menelepon Presiden Biden?” pejabat lain bertanya-tanya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby menyebut pembatalan kunjungan delegasi Israel “mengecewakan” dan mengatakan Washington “bingung dengan hal ini” karena sikap abstain AS “tidak mewakili perubahan dalam kebijakan kami.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller berpendapat AS tidak menggunakan hak vetonya karena seruan untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera konsisten dengan kebijakan Washington, dan mencatat resolusi tersebut tidak mengikat.
Netanyahu dilaporkan menggunakan pemungutan suara di PBB sebagai alasan untuk tidak mengirim delegasi ke Washington karena dia “takut kami akan menawarkan sesuatu yang masuk akal,” klaim pejabat lain yang tidak disebutkan namanya, menurut Axios.
“Dia lebih suka bertengkar dengan kami meskipun itu bukan kepentingan Israel… Ini juga merupakan cara yang lucu untuk memperlakukan mitra yang telah memberikan begitu banyak dukungan kepada Israel,” papar pejabat itu.
Israel menyatakan perang terhadap Hamas pada 7 Oktober, setelah pejuang Palestina melakukan serangan lintas batas, menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menyandera sedikitnya 250 orang.
Lebih dari 32.000 warga Palestina telah tewas dalam pemboman dan operasi darat Israel di Gaza sejak saat itu, menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut.
Israel berencana melancarkan serangan darat ke Rafah meskipun ada peringatan internasional mengenai potensi bencana.
Lebih dari separuh penduduk Gaza telah melarikan diri untuk berlindung di kota tersebut karena pemboman Israel yang sedang berlangsung di wilayah lain di seluruh Gaza.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(sya)
tulis komentar anda