Krisis Properti Lemahkan Ekonomi China, Investor Asing Lirik Negara Lain

Senin, 11 Maret 2024 - 16:05 WIB
China mungkin tetap mempunyai kekhawatiran, bahkan jika Trump tidak menang. Pasalnya, perdebatan seputar hubungan AS-China menambah tekanan pada Presiden Joe Biden untuk mengambil tindakan perdagangan yang lebih keras terhadap Beijing.

Bersikap “keras terhadap China” terbukti menjadi alat pendulang suara yang efektif di AS. Retorika Trump menambah tekanan pada Biden untuk meningkatkan taruhannya.

Biden mungkin tidak akan menaikkan tarif secara dramatis. Namun, dia mungkin akan meningkatkan pembatasan pada bidang teknologi, yang sejauh ini sudah merugikan China.

Pada Oktober 2023, pemerintahan Biden memberlakukan pembatasan penjualan semikonduktor oleh perusahaan AS ke China. Para analis sekarang memperkirakan Biden akan menerapkan pembatasan baru.

Tindakan seperti itu tidak akan memberikan dampak baik bagi perekonomian China yang kini berada dalam kondisi deflasi, yang mengindikasikan kurangnya permintaan. Di saat prospek ekspor terpukul pembatasan dan hambatan tarif; permintaan domestik juga gagal meningkat, menyusul jatuhnya pasar real estate.

Keruntuhan ini terjadi di dua sisi, baik di ranah domestik atau luar negeri. Hal yang dipertaruhkan adalah 24 persen produk domestik bruto (PDB) dan 70 persen tabungan rumah tangga China.

Sistem keuangan sudah kewalahan, baik karena gagal bayar pinjaman oleh pengembang properti maupun kebangkrutan pemerintah daerah yang mengumpulkan utang sebesar USD13 triliun. Sebelum krisis, penjualan tanah kepada pengembang merupakan sumber pendapatan utama pemerintah daerah di China.

Ketika aliran pendapatan mengering, pemerintah daerah menjadi bangkrut. Pasar saham runtuh. Investor saham China di seluruh dunia kehilangan USD7 triliun sejak tahun 2021.

Turbulensi telah berdampak buruk pada permintaan. Harga konsumen China merosot lebih dalam ke wilayah deflasi. Secara tahunan, indeks harga konsumen (CPI) turun 0,8 persen di bulan Januari.

Kerentanan China

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More