Pejabat Israel Usulkan Persenjatai Warga Sipil Gaza untuk Jaga Bantuan
Sabtu, 09 Maret 2024 - 20:30 WIB
TEL AVIV - Para pejabat Israel membahas ide mempersenjatai sejumlah warga sipil di Gaza untuk memberikan perlindungan keamanan bagi konvoi bantuan ke daerah kantong yang terkepung.
Ide ini sebagai bagian dari perencanaan yang lebih luas untuk pasokan kemanusiaan setelah pertempuran berakhir, harian Israel Hayom melaporkan pada Jumat (8/3/2024), dilansir Reuters.
Dengan semakin rawannya ketertiban sipil di Gaza dan polisi kota menolak memberikan keamanan pada konvoi bantuan karena risiko menjadi sasaran pasukan Israel, masalah keamanan distribusi pasokan menjadi masalah besar.
Warga sipil tersebut tidak terkait dengan kelompok pejuang, termasuk Hamas, namun masih belum jelas siapa mereka, menurut surat kabar tersebut.
Dikatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menunda keputusan mengenai masalah ini.
Kantor Perdana Menteri menolak mengomentari laporan tersebut, yang muncul sepekan setelah puluhan warga Palestina tewas dalam insiden di mana massa mengepung konvoi truk bantuan yang memasuki Gaza utara dan tentara Israel melepaskan tembakan.
Insiden ini menggarisbawahi kondisi kacau di mana bantuan disalurkan ke Gaza. PBB telah memperingatkan meningkatnya ancaman kelaparan setelah lebih dari lima bulan perang.
“Kami tidak membawa senjata atau apa pun, kami adalah warga sipil. Kami ingin mendapatkan makanan karena kami kelaparan di sini di Gaza,” ujar Mustafa Lolo, yang mengaku tertembak di kakinya saat mencoba mendapatkan bantuan.
Pada Jumat, militer Israel merilis hasil peninjauan terhadap keadaan di balik insiden konvoi truk pada tanggal 29 Februari dan mengulangi bahwa pasukan hanya menembaki individu yang mereka rasa merupakan ancaman.
“Tinjauan komando menemukan pasukan IDF tidak menembaki konvoi kemanusiaan, namun menembaki sejumlah tersangka yang mendekati pasukan di dekatnya dan menimbulkan ancaman bagi mereka,” papar pernyataan militer Israel.
Hamas menolak laporan yang dikatakannya sebagai upaya membebaskan tentara Israel dari “kejahatan mengerikan”.
Otoritas kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam insiden tersebut, sebagian besar ditembak pasukan Israel.
Israel sebelumnya mengatakan sebagian besar korban tewas dan terluka terinjak-injak atau terlindas ketika orang-orang berebut mendapatkan pasokan.
Badan-badan PBB tidak memiliki hubungan dengan konvoi tersebut, yang dioperasikan kontraktor swasta dan diawasi militer Israel.
Namun, mereka mengatakan pengiriman bantuan menjadi semakin sulit di tengah gangguan ketertiban umum.
“Ketika konflik terus berlanjut, ketika orang-orang putus asa, ketika tatanan sosial diruntuhkan dan pelanggaran hukum semakin meningkat, maka akan semakin sulit bagi kita, ketika sudah diperiksa dan diverifikasi, untuk menerima dan mendistribusikan dengan aman,” papar Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi PBB untuk Gaza, Sigrid Kaag, mengatakan kepada wartawan pekan ini.
Dalam laporan pada Rabu, badan kemanusiaan PBB, OCHA, menyatakan, “Berkurangnya kehadiran polisi lokal, menyusul serentetan serangan oleh pasukan Israel yang menyebabkan korban jiwa.”
Israel mengatakan tujuannya dalam perang ini adalah menghancurkan Hamas, menyusul serangan kelompok tersebut di wilayahnya pada tanggal 7 Oktober, yang menurut para pejabat Israel telah menewaskan 1.200 orang dan menculik 253 orang.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkap helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Serangan darat dan udara yang dilancarkan Israel telah menewaskan 30.878 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Sebagai bagian dari rencana untuk mengelola Gaza setelah perang, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mempertimbangkan memberdayakan perwakilan lokal yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau kelompok pejuang lainnya, namun tidak jelas siapa saja orang-orang tersebut.
Gaza memiliki sejumlah klan keluarga tradisional yang besar, yang berafiliasi dengan faksi politik termasuk Hamas dan Fatah, kelompok saingan yang mendominasi Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Beberapa klan yang lebih besar di Kota Gaza dan di tempat lain diyakini memiliki persenjataan lengkap, namun mereka memiliki sejarah panjang perselisihan mengenai kepentingan yang bersaing dan belum ada indikasi mereka akan mempertimbangkan bekerja sama dengan Israel.
Ide ini sebagai bagian dari perencanaan yang lebih luas untuk pasokan kemanusiaan setelah pertempuran berakhir, harian Israel Hayom melaporkan pada Jumat (8/3/2024), dilansir Reuters.
Dengan semakin rawannya ketertiban sipil di Gaza dan polisi kota menolak memberikan keamanan pada konvoi bantuan karena risiko menjadi sasaran pasukan Israel, masalah keamanan distribusi pasokan menjadi masalah besar.
Warga sipil tersebut tidak terkait dengan kelompok pejuang, termasuk Hamas, namun masih belum jelas siapa mereka, menurut surat kabar tersebut.
Dikatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menunda keputusan mengenai masalah ini.
Kantor Perdana Menteri menolak mengomentari laporan tersebut, yang muncul sepekan setelah puluhan warga Palestina tewas dalam insiden di mana massa mengepung konvoi truk bantuan yang memasuki Gaza utara dan tentara Israel melepaskan tembakan.
Insiden ini menggarisbawahi kondisi kacau di mana bantuan disalurkan ke Gaza. PBB telah memperingatkan meningkatnya ancaman kelaparan setelah lebih dari lima bulan perang.
“Kami tidak membawa senjata atau apa pun, kami adalah warga sipil. Kami ingin mendapatkan makanan karena kami kelaparan di sini di Gaza,” ujar Mustafa Lolo, yang mengaku tertembak di kakinya saat mencoba mendapatkan bantuan.
Baca Juga
Pada Jumat, militer Israel merilis hasil peninjauan terhadap keadaan di balik insiden konvoi truk pada tanggal 29 Februari dan mengulangi bahwa pasukan hanya menembaki individu yang mereka rasa merupakan ancaman.
“Tinjauan komando menemukan pasukan IDF tidak menembaki konvoi kemanusiaan, namun menembaki sejumlah tersangka yang mendekati pasukan di dekatnya dan menimbulkan ancaman bagi mereka,” papar pernyataan militer Israel.
Hamas menolak laporan yang dikatakannya sebagai upaya membebaskan tentara Israel dari “kejahatan mengerikan”.
Otoritas kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam insiden tersebut, sebagian besar ditembak pasukan Israel.
Israel sebelumnya mengatakan sebagian besar korban tewas dan terluka terinjak-injak atau terlindas ketika orang-orang berebut mendapatkan pasokan.
Rusaknya Ketertiban Sipil
Badan-badan PBB tidak memiliki hubungan dengan konvoi tersebut, yang dioperasikan kontraktor swasta dan diawasi militer Israel.
Namun, mereka mengatakan pengiriman bantuan menjadi semakin sulit di tengah gangguan ketertiban umum.
“Ketika konflik terus berlanjut, ketika orang-orang putus asa, ketika tatanan sosial diruntuhkan dan pelanggaran hukum semakin meningkat, maka akan semakin sulit bagi kita, ketika sudah diperiksa dan diverifikasi, untuk menerima dan mendistribusikan dengan aman,” papar Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi PBB untuk Gaza, Sigrid Kaag, mengatakan kepada wartawan pekan ini.
Dalam laporan pada Rabu, badan kemanusiaan PBB, OCHA, menyatakan, “Berkurangnya kehadiran polisi lokal, menyusul serentetan serangan oleh pasukan Israel yang menyebabkan korban jiwa.”
Israel mengatakan tujuannya dalam perang ini adalah menghancurkan Hamas, menyusul serangan kelompok tersebut di wilayahnya pada tanggal 7 Oktober, yang menurut para pejabat Israel telah menewaskan 1.200 orang dan menculik 253 orang.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkap helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Serangan darat dan udara yang dilancarkan Israel telah menewaskan 30.878 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Sebagai bagian dari rencana untuk mengelola Gaza setelah perang, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mempertimbangkan memberdayakan perwakilan lokal yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau kelompok pejuang lainnya, namun tidak jelas siapa saja orang-orang tersebut.
Gaza memiliki sejumlah klan keluarga tradisional yang besar, yang berafiliasi dengan faksi politik termasuk Hamas dan Fatah, kelompok saingan yang mendominasi Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Beberapa klan yang lebih besar di Kota Gaza dan di tempat lain diyakini memiliki persenjataan lengkap, namun mereka memiliki sejarah panjang perselisihan mengenai kepentingan yang bersaing dan belum ada indikasi mereka akan mempertimbangkan bekerja sama dengan Israel.
(sya)
tulis komentar anda