Instagram dan Facebook Down serta Kabel Internet Laut Merah Dipotong Terkait Gaza?
Rabu, 06 Maret 2024 - 07:34 WIB
SANAA - Tiga kabel yang menyediakan internet dan telekomunikasi global telah dipotong di Laut Merah pada Senin (4/3/2024), menurut laporan Associated Press (AP).
Tidak jelas bagaimana kabel tersebut dipotong. “Ada kekhawatiran mengenai kabel-kabel tersebut yang menjadi sasaran kampanye Houthi,” ungkap laporan Associated Press, namun mencatat, “Houthi membantah telah menyerang kabel-kabel tersebut.”
Mengutip HGC Global Communications yang berbasis di Hong Kong, AP melaporkan pemadaman internet mempengaruhi 25% aliran data melalui kabel di bawah Laut Merah.
Rute Laut Merah digambarkan sebagai “penting untuk perpindahan data dari Asia ke Eropa”.
Pada Selasa, ribuan pengguna platform Facebook dan Instagram Meta melaporkan masalah yang memengaruhi akun mereka.
Menurut situs Downdetector, lebih dari 300.000 laporan pemadaman layanan dikirimkan ke Facebook, dan lebih dari 20.000 laporan diajukan pengguna Instagram.
Klaim media Israel bahwa Angkatan Bersenjata Yaman, terkait dengan Ansarallah (Houthi), telah dibantah kelompok tersebut dalam beberapa hari terakhir.
Situs berita Israel Globes menuduh Houthi telah merusak empat kabel komunikasi di Laut Merah antara Jeddah dan Djibouti, dan perbaikannya mungkin memakan waktu setidaknya delapan pekan.
Kelompok Houthi menyatakan pada Februari bahwa mereka siap terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan koalisi Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS), bahkan dalam skenario di mana perang Israel di Gaza akan berlangsung selama bertahun-tahun.
Houthi adalah salah satu kelompok Perlawanan Arab pertama yang berdiri dalam solidaritas dengan Gaza, di tengah perang genosida Israel yang sedang berlangsung terhadap Jalur Gaza.
Kelompok tersebut menegaskan mereka tidak berniat menargetkan kapal lain selain kapal yang menuju Israel, dan menyatakan mereka hanya akan berhenti ketika Israel mengakhiri perang brutalnya di Gaza.
Washington menjawabnya dengan membentuk koalisi perang, yang diberi nama Operation Prosperity Guardian, dan mulai melancarkan serangan terhadap sasaran-sasaran di Yaman, menewaskan dan melukai banyak orang.
Meski saat ini masih diadili di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel terus melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 30.631 warga Palestina telah dibunuh, dan 72.042 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir. Ini menjadi eksodul warga Palestina terbesar sejak Nakba 1948.
Israel mengatakan 1.200 tentara dan warga sipil tewas dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober. Media Israel kemudian menerbitkan laporan yang menunjukkan banyak warga Israel terbunuh pada hari itu karena tembakan tentara Israel sendiri.
Lihat Juga: Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant Jadi Pukulan Keras bagi Israel
Tidak jelas bagaimana kabel tersebut dipotong. “Ada kekhawatiran mengenai kabel-kabel tersebut yang menjadi sasaran kampanye Houthi,” ungkap laporan Associated Press, namun mencatat, “Houthi membantah telah menyerang kabel-kabel tersebut.”
Mengutip HGC Global Communications yang berbasis di Hong Kong, AP melaporkan pemadaman internet mempengaruhi 25% aliran data melalui kabel di bawah Laut Merah.
Rute Laut Merah digambarkan sebagai “penting untuk perpindahan data dari Asia ke Eropa”.
Pada Selasa, ribuan pengguna platform Facebook dan Instagram Meta melaporkan masalah yang memengaruhi akun mereka.
Menurut situs Downdetector, lebih dari 300.000 laporan pemadaman layanan dikirimkan ke Facebook, dan lebih dari 20.000 laporan diajukan pengguna Instagram.
Klaim Israel Ditolak
Klaim media Israel bahwa Angkatan Bersenjata Yaman, terkait dengan Ansarallah (Houthi), telah dibantah kelompok tersebut dalam beberapa hari terakhir.
Situs berita Israel Globes menuduh Houthi telah merusak empat kabel komunikasi di Laut Merah antara Jeddah dan Djibouti, dan perbaikannya mungkin memakan waktu setidaknya delapan pekan.
Kelompok Houthi menyatakan pada Februari bahwa mereka siap terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan koalisi Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS), bahkan dalam skenario di mana perang Israel di Gaza akan berlangsung selama bertahun-tahun.
Houthi adalah salah satu kelompok Perlawanan Arab pertama yang berdiri dalam solidaritas dengan Gaza, di tengah perang genosida Israel yang sedang berlangsung terhadap Jalur Gaza.
Kelompok tersebut menegaskan mereka tidak berniat menargetkan kapal lain selain kapal yang menuju Israel, dan menyatakan mereka hanya akan berhenti ketika Israel mengakhiri perang brutalnya di Gaza.
Washington menjawabnya dengan membentuk koalisi perang, yang diberi nama Operation Prosperity Guardian, dan mulai melancarkan serangan terhadap sasaran-sasaran di Yaman, menewaskan dan melukai banyak orang.
Genosida Gaza
Meski saat ini masih diadili di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel terus melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 30.631 warga Palestina telah dibunuh, dan 72.042 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir. Ini menjadi eksodul warga Palestina terbesar sejak Nakba 1948.
Israel mengatakan 1.200 tentara dan warga sipil tewas dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober. Media Israel kemudian menerbitkan laporan yang menunjukkan banyak warga Israel terbunuh pada hari itu karena tembakan tentara Israel sendiri.
Lihat Juga: Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant Jadi Pukulan Keras bagi Israel
(sya)
tulis komentar anda