Misteri Lenyapnya Malaysia Airlines MH370: Muatan Manggis Tak Masuk Akal hingga Pakar Dibungkam
Minggu, 03 Maret 2024 - 11:06 WIB
KUALA LUMPUR - Malaysia Airlines Penerbangan 370 atau MH370 lenyap misterius bersama 239 orang di dalamnya sejak 8 Maret 2014 atau hampir 10 tahun silam.
Selama waktu itulah, misteri lenyapnya Boeing 777 tersebut telah membuat dunia bingung.
Pada 8 Maret 2014, Malaysia Airlines MH370 berangkat dari Kuala Lumpur menuju Beijing.
Namun 38 menit setelah lepas landas, pada pukul 01.20, pesawat tersebut kehilangan kontak dengan pengawas lalu lintas udara di Laut China Selatan.
Nasib Boeing 777 beserta 239 orang di dalamnya masih belum diketahui hingga hari ini.
Jurnalis investigasi Prancis Florence de Changy telah menyelidiki hilangnya pesawat itu. Dia juga menulis buku eksplosif tentang misteri penerbangan MH370 berjudul "The Disappearing Act: The Impossible Case of MH370".
“Ini mengejutkan keluarga-keluarga tersebut," katanya, mengacu pada keluarga penumpang dan awak MH370.
“Narasi resmi telah dipaksakan dengan kuat kepada mereka sehingga mereka tidak punya pilihan selain tetap berpegang pada hal tersebut dan satu-satunya hal yang dapat mereka minta adalah terus mencari," paparnya, seperti dikutip The Sun, Minggu (3/3/2024).
“Mereka khawatir jika mereka mulai meragukan pihak berwenang, mereka akan mulai memutuskan pembicaraan dengan pihak berwenang," ujarnya.
Dalam sebuah wawancara, Florence menentang bagian-bagian penting dari versi resmi pemerintah Malaysia atas peristiwa tersebut.
Versi resmi pemerintah Malaysia adalah pesawat itu terlacak radar melintasi Malaysia dan menghilang di atas Laut Andaman.
Analisis satelit menunjukkan bahwa ia berbalik arah dan kemungkinan besar jatuh ke Samudra Hindia Selatan.
Lokasi potensi kecelakaan diidentifikasi 1.500 mil barat daya Australia.
Pencarian di sana adalah yang termahal dalam sejarah penerbangan.
Namun, selain pecahan puing yang disengketakan, tidak ada jejak pesawat tersebut.
Florence menemukan bukti dari pengawas lalu lintas udara dan sumber intelijen Vietnam yang menunjukkan bahwa pesawat tersebut menemui ajalnya sekitar pukul 02.45 di utara Vietnam—dua menit setelah mayday yang mengatakan bahwa kabinnya hancur.
“Saya lebih yakin dari sebelumnya bahwa tidak ada kecelakaan di Samudra Hindia Selatan," katanya.
“Pesawat terus terbang hingga pukul 02.40," ujarnya.
Para penyelidik mengatakan puing pertama yang ditemukan, pada 29 Juli 2015, merupakan bagian sayap kanan pesawat yang disebut flaperon.
Lokasinya berada di pantai Pulau Reunion, wilayah Prancis dekat Mauritius, sekitar 3.500 mil dari Malaysia.
Namun Florence berkata: “Ada alasan bagus untuk tidak mempercayai bahwa itu berasal dari MH370."
“Pertama, mereka bahkan tidak pernah memastikan asal muasal flaperon tersebut. Ini mengejutkan," katanya.
“Kedua, mereka mengatakan flaperon mengalami guncangan dua kali berturut-turut, yang tidak sesuai dengan kecelakaan di laut," paparnya.
“Selain itu, pecahan material komposit tersebut tidak dimaksudkan untuk mengapung," imbuh dia.
“Tetapi di lautan paling ganas di planet ini, ia harus menempuh perjalanan hingga sepuluh mil sehari dalam garis lurus selama lebih dari 500 kilometer untuk mencapai Reunion," lanjut Florence.
“Ditambah lagi, plat identitasnya hilang, yang merupakan tanda bahaya besar. Saya yakin itu dipasang atau tidak ada hubungannya.”
Keurigaan awal terkait tragedi ini jatuh pada kapten pilot Zaharie Ahmad Shah (52), yang dicap sebagai pria bermasalah dengan kehidupan cinta yang kacau.
Perdana Menteri Malaysia saat itu, Najib Razak, bahkan mengisyaratkan Zaharie mungkin berada di balik rencana "pembunuhan-bunuh diri".
Namun Florence mengatakan: “Saya pikir aspek penting adalah bahwa kapten tidak bersalah."
“Dia telah menjadi pusat dari banyak tuduhan dan kampanye kotor," ujarnya.
“Saya telah berbicara dengan orang-orang yang mengenalnya dan melihat laporan rahasia polisi tentang dia dan saya yakin dia adalah orang baik dan tidak ada hubungannya dengan nasib pesawat tersebut," katanya.
Menurut manifes kargo, ada 4,5 ton manggis segar, buah tropis, serta 2,5 ton barang listrik kecil di dalam MH370.
Namun Florence berkata: “Manggis tidak masuk akal. Itu bukan musim yang tepat, itu adalah jumlah yang konyol."
“Kemudian saya menemukan mereka ada di setiap penerbangan MH370 pada bulan berikutnya," ujarnya.
“Pusat perdagangan ilegal terbesar antara Afrika dan China adalah bandara Kuala Lumpur," katanya.
“Manggis bisa menjadi penutup segala macam hal, termasuk cula badak atau gading gajah.”
Dia mengatakan mengenai barang-barang listrik tersebut: “Laporan resmi mengatakan bahwa muatan ini tidak diperiksa dengan X-ray. Ini adalah masalah besar."
Florence berpendapat muatan tersebut bisa saja memaksa pendaratan darurat, dan menambahkan: “Saya yakin ada operasi penyitaan kargo. Jika Anda dikepung oleh pesawat militer, Anda harus mengikuti perintah.”
Pada saat tragedi itu terjadi, Sir Tim Clark, presiden maskapai penerbangan Emirates asal Inggris, mengatakan hampir semua penerbangan hilang lainnya dalam sejarah “setidaknya lima atau sepuluh persen dapat dilacak” dan hilangnya MH370 menimbulkan “tingkat kecurigaan”.
Florence mengklaim Biro Keselamatan Transportasi Australia, yang memimpin pencarian awal, meminta Tim Clark untuk berhenti berkomentar.
“Dia memiliki armada terbesar dari pesawat-pesawat itu dan mengatakan dia tidak yakin mereka kehilangan satu pun. Beberapa bulan kemudian dia dibungkam," kata Florence.
Tim Clark berkata dalam sebuah wawancara bahwa dia benar tentang dia yang dibungkam.
Selama waktu itulah, misteri lenyapnya Boeing 777 tersebut telah membuat dunia bingung.
Pada 8 Maret 2014, Malaysia Airlines MH370 berangkat dari Kuala Lumpur menuju Beijing.
Namun 38 menit setelah lepas landas, pada pukul 01.20, pesawat tersebut kehilangan kontak dengan pengawas lalu lintas udara di Laut China Selatan.
Nasib Boeing 777 beserta 239 orang di dalamnya masih belum diketahui hingga hari ini.
Baca Juga
Jurnalis investigasi Prancis Florence de Changy telah menyelidiki hilangnya pesawat itu. Dia juga menulis buku eksplosif tentang misteri penerbangan MH370 berjudul "The Disappearing Act: The Impossible Case of MH370".
“Ini mengejutkan keluarga-keluarga tersebut," katanya, mengacu pada keluarga penumpang dan awak MH370.
“Narasi resmi telah dipaksakan dengan kuat kepada mereka sehingga mereka tidak punya pilihan selain tetap berpegang pada hal tersebut dan satu-satunya hal yang dapat mereka minta adalah terus mencari," paparnya, seperti dikutip The Sun, Minggu (3/3/2024).
“Mereka khawatir jika mereka mulai meragukan pihak berwenang, mereka akan mulai memutuskan pembicaraan dengan pihak berwenang," ujarnya.
Dalam sebuah wawancara, Florence menentang bagian-bagian penting dari versi resmi pemerintah Malaysia atas peristiwa tersebut.
Versi resmi pemerintah Malaysia adalah pesawat itu terlacak radar melintasi Malaysia dan menghilang di atas Laut Andaman.
Analisis satelit menunjukkan bahwa ia berbalik arah dan kemungkinan besar jatuh ke Samudra Hindia Selatan.
Lokasi potensi kecelakaan diidentifikasi 1.500 mil barat daya Australia.
Pencarian di sana adalah yang termahal dalam sejarah penerbangan.
Namun, selain pecahan puing yang disengketakan, tidak ada jejak pesawat tersebut.
Florence menemukan bukti dari pengawas lalu lintas udara dan sumber intelijen Vietnam yang menunjukkan bahwa pesawat tersebut menemui ajalnya sekitar pukul 02.45 di utara Vietnam—dua menit setelah mayday yang mengatakan bahwa kabinnya hancur.
“Saya lebih yakin dari sebelumnya bahwa tidak ada kecelakaan di Samudra Hindia Selatan," katanya.
“Pesawat terus terbang hingga pukul 02.40," ujarnya.
Para penyelidik mengatakan puing pertama yang ditemukan, pada 29 Juli 2015, merupakan bagian sayap kanan pesawat yang disebut flaperon.
Lokasinya berada di pantai Pulau Reunion, wilayah Prancis dekat Mauritius, sekitar 3.500 mil dari Malaysia.
Namun Florence berkata: “Ada alasan bagus untuk tidak mempercayai bahwa itu berasal dari MH370."
“Pertama, mereka bahkan tidak pernah memastikan asal muasal flaperon tersebut. Ini mengejutkan," katanya.
“Kedua, mereka mengatakan flaperon mengalami guncangan dua kali berturut-turut, yang tidak sesuai dengan kecelakaan di laut," paparnya.
“Selain itu, pecahan material komposit tersebut tidak dimaksudkan untuk mengapung," imbuh dia.
“Tetapi di lautan paling ganas di planet ini, ia harus menempuh perjalanan hingga sepuluh mil sehari dalam garis lurus selama lebih dari 500 kilometer untuk mencapai Reunion," lanjut Florence.
“Ditambah lagi, plat identitasnya hilang, yang merupakan tanda bahaya besar. Saya yakin itu dipasang atau tidak ada hubungannya.”
Pilot Tersangka atau Tidak bersalah?
Keurigaan awal terkait tragedi ini jatuh pada kapten pilot Zaharie Ahmad Shah (52), yang dicap sebagai pria bermasalah dengan kehidupan cinta yang kacau.
Perdana Menteri Malaysia saat itu, Najib Razak, bahkan mengisyaratkan Zaharie mungkin berada di balik rencana "pembunuhan-bunuh diri".
Namun Florence mengatakan: “Saya pikir aspek penting adalah bahwa kapten tidak bersalah."
“Dia telah menjadi pusat dari banyak tuduhan dan kampanye kotor," ujarnya.
“Saya telah berbicara dengan orang-orang yang mengenalnya dan melihat laporan rahasia polisi tentang dia dan saya yakin dia adalah orang baik dan tidak ada hubungannya dengan nasib pesawat tersebut," katanya.
Menurut manifes kargo, ada 4,5 ton manggis segar, buah tropis, serta 2,5 ton barang listrik kecil di dalam MH370.
Namun Florence berkata: “Manggis tidak masuk akal. Itu bukan musim yang tepat, itu adalah jumlah yang konyol."
“Kemudian saya menemukan mereka ada di setiap penerbangan MH370 pada bulan berikutnya," ujarnya.
“Pusat perdagangan ilegal terbesar antara Afrika dan China adalah bandara Kuala Lumpur," katanya.
“Manggis bisa menjadi penutup segala macam hal, termasuk cula badak atau gading gajah.”
Dia mengatakan mengenai barang-barang listrik tersebut: “Laporan resmi mengatakan bahwa muatan ini tidak diperiksa dengan X-ray. Ini adalah masalah besar."
Florence berpendapat muatan tersebut bisa saja memaksa pendaratan darurat, dan menambahkan: “Saya yakin ada operasi penyitaan kargo. Jika Anda dikepung oleh pesawat militer, Anda harus mengikuti perintah.”
Pakar Dibungkam
Pada saat tragedi itu terjadi, Sir Tim Clark, presiden maskapai penerbangan Emirates asal Inggris, mengatakan hampir semua penerbangan hilang lainnya dalam sejarah “setidaknya lima atau sepuluh persen dapat dilacak” dan hilangnya MH370 menimbulkan “tingkat kecurigaan”.
Florence mengklaim Biro Keselamatan Transportasi Australia, yang memimpin pencarian awal, meminta Tim Clark untuk berhenti berkomentar.
“Dia memiliki armada terbesar dari pesawat-pesawat itu dan mengatakan dia tidak yakin mereka kehilangan satu pun. Beberapa bulan kemudian dia dibungkam," kata Florence.
Tim Clark berkata dalam sebuah wawancara bahwa dia benar tentang dia yang dibungkam.
(mas)
tulis komentar anda