Siapa Junta Myanmar? Ini Profil Min Aung Hlaing
Kamis, 15 Februari 2024 - 16:30 WIB
NAYPYIDAW - Pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing adalah sosok jenderal militer yang telah memerintah Myanmar sebagai ketua Dewan Administrasi Negara sejak merebut kekuasaan dalam kudeta Februari 2021.
Tidak hanya menjabat sebagai Dewan Administrasi, Min Aung Hlaing juga mengukuhkan dirinya sebagai Perdana Menteri pada bulan Agustus 2021.
Sebelumnya, dia merupakan sosok yang menggaungkan kecurangan dalam pemilihan umum Myanmar pada November 2020.
Min Aung Hlaing juga yang berhasil melakukan kudeta di negara tersebut. Awalnya dia menjanjikan pemilihan ulang, namun sampai saat ini pemilu tersebut masih belum terealisasi dan justru membuat kondisi Myanmar semakin parah.
Bahkan saat ini junta Myanmar tersebut terancam akan dikudeta sebab enam jenderal menyerah setelah kalah dari pasukan pemberontak di negara bagian Shan.
Min Aung Hlaing lahir pada tanggal 3 Juli 1956 di Minbu, Wilayah Magway, Burma dari pasangan Khin Hlaing dan Hla Mu, sebagai anak keempat dari lima bersaudara.
Min Aung Hlaing kuliah dan belajar hukum di Universitas Seni dan Sains Rangoon dari tahun 1973 hingga 1974.
Dirinya juga tercatat diterima di Akademi Layanan Pertahanan pada tahun 1974 sebagai bagian dari Penerimaan ke-19, dan ia lulus pada tahun 1977.
Setelah lulus, Min Aung Hlaing memilih melanjutkan karirnya di militer. Hingga pada tahun 2002 silam dia dipromosikan menjadi komandan Komando Regional Segitiga di Negara Bagian Shan Timur dan merupakan tokoh sentral dalam negosiasi dengan dua kelompok pemberontak, Tentara Negara Bagian Wa Bersatu (UWSA) dan Tentara Aliansi Demokratik Nasional (NDAA).
Min Aung Hlaing menjadi terkenal pada tahun 2009 setelah memimpin serangan terhadap pemberontak Tentara Aliansi Demokratik Kebangsaan Myanmar di Kokang.
Pada Juni 2010, Min Aung Hlaing menggantikan Jenderal Shwe Mann sebagai Kepala Staf Gabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Karena prestasi dan kedekatannya dengan para politisi Myanmar, posisi Min Aung Hlaing kian melesat di militer.
Bahkan pada tahun 2014, ketika dirinya mendekati usia 60 tahun, yang merupakan usia wajib pensiun bagi perwira militer, Dewan Departemen Pertahanan Angkatan Bersenjata mengeluarkan arahan yang memungkinkan Min Aung Hlaing memperpanjang usia pensiun wajibnya menjadi 65 tahun.
Sebagai panglima militer, Min Aung Hlaing adalah salah satu tokoh paling berkuasa di Myanmar. Hingga diketahui jika dirinya mulai tertarik untuk masuk ke kursi pemerintahan.
Pada November 2020, Min Aung Hlaing melontarkan serangkaian komentar publik yang mempertanyakan keabsahan pemilu 2020 mendatang, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Kepegawaian Aparatur Sipil Negara.
Tanggal 1 Februari 2021, Min Aung Hlaing menahan para pemimpin terpilih termasuk Presiden Win Myint, Anggota Dewan Negara Aung San Suu Kyi dan menyatakan dirinya sebagai panglima tertinggi Myanmar.
Langkah ini dilakukan satu hari sebelum para anggota parlemen yang dipilih secara demokratis dijadwalkan untuk dilantik sebagai anggota Majelis Persatuan.
Enam bulan setelah kudeta, tepatnya pada 1 Agustus 2021, Min Aung Hlaing membentuk pemerintahan sementara dan menetapkan dirinya sebagai perdana menteri negara tersebut.
Namun dari kudeta tersebut justru memunculkan masalah baru di Myanmar. Masalah ini bermula ketika Min Aung Hlaing enggan menyerahkan kekuasaan daruratnya dan dianggap telah menunda pemilu baru.
Tidak hanya itu, Min Aung Hlaing telah menimbulkan kontroversi karena aset bisnis keluarganya yang mulai membesar ketika dirinya mulai menjabat sebagai pemimpin junta militer. Banyak pihak membuat banyak klaim yang menyudutkannya sebagai pemimpin yang korup.
Tidak hanya menjabat sebagai Dewan Administrasi, Min Aung Hlaing juga mengukuhkan dirinya sebagai Perdana Menteri pada bulan Agustus 2021.
Sebelumnya, dia merupakan sosok yang menggaungkan kecurangan dalam pemilihan umum Myanmar pada November 2020.
Min Aung Hlaing juga yang berhasil melakukan kudeta di negara tersebut. Awalnya dia menjanjikan pemilihan ulang, namun sampai saat ini pemilu tersebut masih belum terealisasi dan justru membuat kondisi Myanmar semakin parah.
Bahkan saat ini junta Myanmar tersebut terancam akan dikudeta sebab enam jenderal menyerah setelah kalah dari pasukan pemberontak di negara bagian Shan.
Profil Junta Myanmar Min Aung Hlaing
Min Aung Hlaing lahir pada tanggal 3 Juli 1956 di Minbu, Wilayah Magway, Burma dari pasangan Khin Hlaing dan Hla Mu, sebagai anak keempat dari lima bersaudara.
Min Aung Hlaing kuliah dan belajar hukum di Universitas Seni dan Sains Rangoon dari tahun 1973 hingga 1974.
Dirinya juga tercatat diterima di Akademi Layanan Pertahanan pada tahun 1974 sebagai bagian dari Penerimaan ke-19, dan ia lulus pada tahun 1977.
Setelah lulus, Min Aung Hlaing memilih melanjutkan karirnya di militer. Hingga pada tahun 2002 silam dia dipromosikan menjadi komandan Komando Regional Segitiga di Negara Bagian Shan Timur dan merupakan tokoh sentral dalam negosiasi dengan dua kelompok pemberontak, Tentara Negara Bagian Wa Bersatu (UWSA) dan Tentara Aliansi Demokratik Nasional (NDAA).
Min Aung Hlaing menjadi terkenal pada tahun 2009 setelah memimpin serangan terhadap pemberontak Tentara Aliansi Demokratik Kebangsaan Myanmar di Kokang.
Pada Juni 2010, Min Aung Hlaing menggantikan Jenderal Shwe Mann sebagai Kepala Staf Gabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Karena prestasi dan kedekatannya dengan para politisi Myanmar, posisi Min Aung Hlaing kian melesat di militer.
Bahkan pada tahun 2014, ketika dirinya mendekati usia 60 tahun, yang merupakan usia wajib pensiun bagi perwira militer, Dewan Departemen Pertahanan Angkatan Bersenjata mengeluarkan arahan yang memungkinkan Min Aung Hlaing memperpanjang usia pensiun wajibnya menjadi 65 tahun.
Sebagai panglima militer, Min Aung Hlaing adalah salah satu tokoh paling berkuasa di Myanmar. Hingga diketahui jika dirinya mulai tertarik untuk masuk ke kursi pemerintahan.
Pada November 2020, Min Aung Hlaing melontarkan serangkaian komentar publik yang mempertanyakan keabsahan pemilu 2020 mendatang, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Kepegawaian Aparatur Sipil Negara.
Tanggal 1 Februari 2021, Min Aung Hlaing menahan para pemimpin terpilih termasuk Presiden Win Myint, Anggota Dewan Negara Aung San Suu Kyi dan menyatakan dirinya sebagai panglima tertinggi Myanmar.
Langkah ini dilakukan satu hari sebelum para anggota parlemen yang dipilih secara demokratis dijadwalkan untuk dilantik sebagai anggota Majelis Persatuan.
Enam bulan setelah kudeta, tepatnya pada 1 Agustus 2021, Min Aung Hlaing membentuk pemerintahan sementara dan menetapkan dirinya sebagai perdana menteri negara tersebut.
Namun dari kudeta tersebut justru memunculkan masalah baru di Myanmar. Masalah ini bermula ketika Min Aung Hlaing enggan menyerahkan kekuasaan daruratnya dan dianggap telah menunda pemilu baru.
Tidak hanya itu, Min Aung Hlaing telah menimbulkan kontroversi karena aset bisnis keluarganya yang mulai membesar ketika dirinya mulai menjabat sebagai pemimpin junta militer. Banyak pihak membuat banyak klaim yang menyudutkannya sebagai pemimpin yang korup.
(sya)
tulis komentar anda