Mantan Presiden Rusia Jawab Kemungkinan Kapan Rusia Akan Menggunakan Senjata Nuklir
Rabu, 07 Februari 2024 - 20:41 WIB
Rusia akan menggunakan senjata nuklir jika berperang melawan NATO. Foto/Reuters
MOSKOW - Narasi perang antara Rusia dan NATO terus berkecamuk di Eropa. Itu menyusul ketakutan negara-negara Eropa mengenai ketangguhan Rusia dalam perang di Ukraina. Tapi, ada risiko buruk jika perang antara Rusia dan NATO.
Apa risikonya?
:Perang skala penuh antara Rusia dan NATO akan membuat Moskow tidak punya pilihan selain mengerahkan senjata nuklirnya," kata mantan presiden Dmitry Medvedev, dilansir RT. Namun dia menegaskan kembali bahwa negaranya tidak ingin berkonflik dengan blok militer pimpinan AS.
Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, menolak pernyataan dari banyak pemimpin Barat yang mendesak negara mereka untuk bersiap menghadapi potensi konflik dengan Moskow.
"Rusia telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melancarkan konflik dengan NATO dan UE," katanya. Menurut dia, UE terus melakukan “omong kosong yang berbahaya” mengenai masalah ini.
Medvedev menyatakan bahwa narasi ini dirancang untuk mengalihkan perhatian pemilih di negara-negara Barat agar tidak menghabiskan dana bantuan besar-besaran untuk Ukraina – sebuah upaya yang menurutnya telah membuat banyak orang bosan.
Medvedev berpendapat bahwa kelelahan ini berasal dari keinginan para pemimpin Barat untuk membantu “negara sekarat yang asing bagi pembayar pajak,” sambil mengabaikan masalah sosial di dalam negeri. “Oleh karena itu, setiap hari para pemimpin negara-negara ini menyiarkan: Kita perlu bersiap menghadapi perang dengan Rusia dan terus membantu Ukraina,” ujarnya.
Namun, Medvedev memperingatkan bahwa kemungkinan perang Moskow-NATO akan sangat berbeda dengan konflik di Ukraina dan tidak akan bergantung pada penggunaan artileri, tank, dan drone. Dia mencatat bahwa aliansi tersebut memiliki populasi gabungan hampir satu miliar orang dan belanja pertahanan mencapai USD1,5 triliun, menjadikannya jauh lebih unggul daripada Rusia.
"Karena kemampuan militer kita tidak ada bandingannya, kita tidak punya pilihan. Responsnya akan asimetris. Untuk melindungi integritas wilayah negara kita, rudal balistik dan jelajah dengan hulu ledak khusus akan digunakan... Ini akan menjadi pepatah Kiamat. Akhir dari segalanya," papar Medvedev.
Dengan latar belakang ini, ia mendesak para politisi Barat untuk menyampaikan kepada pemilih mereka “kebenaran pahit” tentang apa yang akan terjadi jika terjadi perang dengan Rusia daripada “memperlakukan mereka seperti orang bodoh yang tidak punya otak.”
Para pejabat Rusia telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengancam akan menggunakan senjata nuklir, namun mereka menyatakan bahwa mereka dapat dikerahkan jika keberadaan negara terancam.
Pada bulan Desember, Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengatakan Moskow “tidak tertarik… secara geopolitik, ekonomi atau militer… untuk melancarkan perang melawan NATO.” Namun Rusia berpendapat bahwa ekspansi blok tersebut ke arah perbatasannya merupakan ancaman nyata.
Apa risikonya?
:Perang skala penuh antara Rusia dan NATO akan membuat Moskow tidak punya pilihan selain mengerahkan senjata nuklirnya," kata mantan presiden Dmitry Medvedev, dilansir RT. Namun dia menegaskan kembali bahwa negaranya tidak ingin berkonflik dengan blok militer pimpinan AS.
Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, menolak pernyataan dari banyak pemimpin Barat yang mendesak negara mereka untuk bersiap menghadapi potensi konflik dengan Moskow.
"Rusia telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melancarkan konflik dengan NATO dan UE," katanya. Menurut dia, UE terus melakukan “omong kosong yang berbahaya” mengenai masalah ini.
Medvedev menyatakan bahwa narasi ini dirancang untuk mengalihkan perhatian pemilih di negara-negara Barat agar tidak menghabiskan dana bantuan besar-besaran untuk Ukraina – sebuah upaya yang menurutnya telah membuat banyak orang bosan.
Medvedev berpendapat bahwa kelelahan ini berasal dari keinginan para pemimpin Barat untuk membantu “negara sekarat yang asing bagi pembayar pajak,” sambil mengabaikan masalah sosial di dalam negeri. “Oleh karena itu, setiap hari para pemimpin negara-negara ini menyiarkan: Kita perlu bersiap menghadapi perang dengan Rusia dan terus membantu Ukraina,” ujarnya.
Namun, Medvedev memperingatkan bahwa kemungkinan perang Moskow-NATO akan sangat berbeda dengan konflik di Ukraina dan tidak akan bergantung pada penggunaan artileri, tank, dan drone. Dia mencatat bahwa aliansi tersebut memiliki populasi gabungan hampir satu miliar orang dan belanja pertahanan mencapai USD1,5 triliun, menjadikannya jauh lebih unggul daripada Rusia.
Baca Juga
"Karena kemampuan militer kita tidak ada bandingannya, kita tidak punya pilihan. Responsnya akan asimetris. Untuk melindungi integritas wilayah negara kita, rudal balistik dan jelajah dengan hulu ledak khusus akan digunakan... Ini akan menjadi pepatah Kiamat. Akhir dari segalanya," papar Medvedev.
Dengan latar belakang ini, ia mendesak para politisi Barat untuk menyampaikan kepada pemilih mereka “kebenaran pahit” tentang apa yang akan terjadi jika terjadi perang dengan Rusia daripada “memperlakukan mereka seperti orang bodoh yang tidak punya otak.”
Para pejabat Rusia telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengancam akan menggunakan senjata nuklir, namun mereka menyatakan bahwa mereka dapat dikerahkan jika keberadaan negara terancam.
Pada bulan Desember, Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengatakan Moskow “tidak tertarik… secara geopolitik, ekonomi atau militer… untuk melancarkan perang melawan NATO.” Namun Rusia berpendapat bahwa ekspansi blok tersebut ke arah perbatasannya merupakan ancaman nyata.
(ahm)
tulis komentar anda