Houthi Kembali Serang Kapal Dagang Inggris di Laut Merah
Jum'at, 02 Februari 2024 - 19:30 WIB
SANAA - Pejuang Houthi Yaman telah melaporkan serangan baru terhadap kapal dagang Inggris yang diduga menuju Israel.
“Pasukan angkatan laut di Angkatan Bersenjata Yaman menargetkan satu kapal komersial Inggris di Laut Merah yang sedang menuju ke pelabuhan Palestina yang diduduki dengan rudal angkatan laut yang sesuai,” ungkap pernyataan Houthi yang dirilis Kamis malam (1/2/2024).
Kelompok Houthi mengindikasikan serangan tersebut adalah bagian dari kampanye solidaritas mereka terhadap Gaza, serta “bagian dari respons terhadap agresi Amerika-Inggris terhadap negara kami.”
Houthi berjanji serangan Laut Merah terhadap kapal-kapal yang diduga berafiliasi dengan Israel akan terus berlanjut “sampai agresi (Israel) berhenti dan blokade terhadap Jalur Gaza dicabut.”
Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai serangan itu atau kapal yang dijadikan sasaran.
Secara terpisah pada Kamis, anggota Dewan Politik Tertinggi Houthi Yaman Mohammad Ali al-Houthi menepis klaim Washington dan London bahwa kampanye antikapal yang dilakukan pejuang membahayakan navigasi maritim di Laut Merah.
“Ada 4.874 kapal melalui Laut Merah tanpa keberatan apapun menegaskan bahwa klaim Amerika dan Inggris adalah salah,” papar al-Houthi.
Dia menjelaskan, “Masalah AS berasal dari keinginannya untuk mempertahankan hegemoni di kawasan.”
Sehari sebelumnya, al-Houthi memperingatkan “upaya kebodohan” AS terhadap Yaman akan gagal dan Houthi “tidak akan terhalang” melanjutkan operasi Laut Merah mereka dalam mendukung Gaza sampai Israel mengakhiri kampanyenya di daerah kantong Palestina yang terkepung.
Pekan ini, Houthi juga mengindikasikan mereka telah melatih lebih dari 165.000 tentara cadangan sebagai bagian dari kampanye mobilisasi yang bertujuan menghalangi agresi Barat lebih lanjut.
“Kegiatan pelatihan militer dan peningkatan keterampilan sebagai bagian dari mobilisasi sangat penting dan akan diperluas ke berbagai wilayah di Yaman,” ujar pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi pada Kamis.
Dia menegaskan, tentara rakyat Houthi siap tempur dan berpengalaman dalam bidang operasi militer.
Kelompok Houthi, yang secara resmi disebut Ansar Allah memulai serangkaian pembajakan dan serangan kapal komersial yang ditargetkan menggunakan rudal dan drone sejak November 2023.
Mereka menyita atau menembaki lusinan kapal yang sebagian besar milik atau terikat dengan Israel.
Pada Desember, AS mengorganisir 'koalisi kemauan' Laut Merah yang dikenal sebagai Operasi Penjaga Kemakmuran, dengan Inggris, Denmark dan Yunani berjanji mengirim kapal perang, namun sekutu lainnya, termasuk Belanda, Norwegia, Australia dan Kanada hanya mengerahkan sedikit pelaut tanpa kapal.
Kekuatan angkatan laut utama NATO, yakni Prancis, Italia, dan Spanyol, menarik diri sepenuhnya demi mendukung koalisi Laut Merah yang dipimpin Uni Eropa (UE) yang diperkirakan akan terbentuk akhir bulan ini.
Pada Januari, setelah AS dan Inggris memulai serangkaian serangan udara dan rudal jelajah di wilayah Yaman yang dikuasai Houthi, pejuang membalas dengan upaya menyerang kapal perang koalisi pimpinan AS yang beroperasi di Laut Merah dan Teluk Aden.
Pada Selasa, satu rudal Houthi yang menargetkan kapal perusak USS Gravely dilaporkan datang dalam jarak kurang dari dua kilometer dari kapal tersebut sebelum dicegat sistem senjata jarak dekat (CIWS), salah satu garis pertahanan terakhir kapal perang tersebut.
Pada hari yang sama, kapal perusak USS Carney melaporkan menembak jatuh satu rudal Houthi dan tiga “drone Iran” di Teluk Aden.
Iran secara resmi membantah terlibat langsung dalam krisis tersebut.
CENTCOM, komando kombatan AS yang bertanggung jawab atas operasi di Timur Tengah, melaporkan pada Kamis bahwa pasukan Amerika telah menembak jatuh drone Houthi dan kendaraan permukaan yang tidak memiliki bahan peledak di Teluk Aden dan Laut Merah.
Operasi yang dipimpin AS di Laut Merah untuk melawan blokade Houthi dan serangan di Yaman telah gagal menghentikan operasi tersebut.
Sejak 12 Januari, ketika serangan AS dan Inggris di Yaman dimulai, kelompok Houthi telah menargetkan selusin kapal komersial dan militer di wilayah tersebut.
Blokade Houthi berdampak dramatis terhadap perekonomian negara-negara Barat, dengan hampir setengah lusin perusahaan pelayaran besar termasuk Maersk, CMA CGM dan Hapag-Lloyd menghentikan semua operasi melalui Laut Merah.
Pelabuhan Eilat Israel mengalami penurunan aktivitas sebesar 85% berkat blokade Houthi tersebut.
Terusan Suez di Mesir mengalami penurunan pendapatan transit sebesar miliaran dolar, sementara Qatar, pemasok utama gas alam cair ke Eropa, telah menangguhkan ekspor di tengah krisis ini.
Hal itu menambah kerugian Uni Eropa yang berasal dari penangguhan pengiriman energi oleh BP dan Shell melalui jalur strategis tersebut.
Konsumen di negara-negara Barat diperkirakan akan paling menderita akibat dampak blokade ini, karena mereka akan menghadapi ancaman mulai dari lonjakan inflasi dan harga bahan bakar yang lebih tinggi hingga harga barang-barang impor yang lebih tinggi karena perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi di Laut Merah menimbun persediaan.
Sementara yang lain terpaksa mengambil perjalanan jauh di sekitar Afrika dari Asia ke Eropa dan sebaliknya.
Jarak yang lebih jauh itu menambah biaya bahan bakar jutaan dolar dan waktu berminggu-minggu untuk perjalanan mereka.
“Pasukan angkatan laut di Angkatan Bersenjata Yaman menargetkan satu kapal komersial Inggris di Laut Merah yang sedang menuju ke pelabuhan Palestina yang diduduki dengan rudal angkatan laut yang sesuai,” ungkap pernyataan Houthi yang dirilis Kamis malam (1/2/2024).
Kelompok Houthi mengindikasikan serangan tersebut adalah bagian dari kampanye solidaritas mereka terhadap Gaza, serta “bagian dari respons terhadap agresi Amerika-Inggris terhadap negara kami.”
Houthi berjanji serangan Laut Merah terhadap kapal-kapal yang diduga berafiliasi dengan Israel akan terus berlanjut “sampai agresi (Israel) berhenti dan blokade terhadap Jalur Gaza dicabut.”
Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai serangan itu atau kapal yang dijadikan sasaran.
Secara terpisah pada Kamis, anggota Dewan Politik Tertinggi Houthi Yaman Mohammad Ali al-Houthi menepis klaim Washington dan London bahwa kampanye antikapal yang dilakukan pejuang membahayakan navigasi maritim di Laut Merah.
“Ada 4.874 kapal melalui Laut Merah tanpa keberatan apapun menegaskan bahwa klaim Amerika dan Inggris adalah salah,” papar al-Houthi.
Dia menjelaskan, “Masalah AS berasal dari keinginannya untuk mempertahankan hegemoni di kawasan.”
Sehari sebelumnya, al-Houthi memperingatkan “upaya kebodohan” AS terhadap Yaman akan gagal dan Houthi “tidak akan terhalang” melanjutkan operasi Laut Merah mereka dalam mendukung Gaza sampai Israel mengakhiri kampanyenya di daerah kantong Palestina yang terkepung.
Pekan ini, Houthi juga mengindikasikan mereka telah melatih lebih dari 165.000 tentara cadangan sebagai bagian dari kampanye mobilisasi yang bertujuan menghalangi agresi Barat lebih lanjut.
“Kegiatan pelatihan militer dan peningkatan keterampilan sebagai bagian dari mobilisasi sangat penting dan akan diperluas ke berbagai wilayah di Yaman,” ujar pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi pada Kamis.
Dia menegaskan, tentara rakyat Houthi siap tempur dan berpengalaman dalam bidang operasi militer.
Blokade Houthi Hajar Perekonomian Barat
Kelompok Houthi, yang secara resmi disebut Ansar Allah memulai serangkaian pembajakan dan serangan kapal komersial yang ditargetkan menggunakan rudal dan drone sejak November 2023.
Mereka menyita atau menembaki lusinan kapal yang sebagian besar milik atau terikat dengan Israel.
Pada Desember, AS mengorganisir 'koalisi kemauan' Laut Merah yang dikenal sebagai Operasi Penjaga Kemakmuran, dengan Inggris, Denmark dan Yunani berjanji mengirim kapal perang, namun sekutu lainnya, termasuk Belanda, Norwegia, Australia dan Kanada hanya mengerahkan sedikit pelaut tanpa kapal.
Kekuatan angkatan laut utama NATO, yakni Prancis, Italia, dan Spanyol, menarik diri sepenuhnya demi mendukung koalisi Laut Merah yang dipimpin Uni Eropa (UE) yang diperkirakan akan terbentuk akhir bulan ini.
Pada Januari, setelah AS dan Inggris memulai serangkaian serangan udara dan rudal jelajah di wilayah Yaman yang dikuasai Houthi, pejuang membalas dengan upaya menyerang kapal perang koalisi pimpinan AS yang beroperasi di Laut Merah dan Teluk Aden.
Pada Selasa, satu rudal Houthi yang menargetkan kapal perusak USS Gravely dilaporkan datang dalam jarak kurang dari dua kilometer dari kapal tersebut sebelum dicegat sistem senjata jarak dekat (CIWS), salah satu garis pertahanan terakhir kapal perang tersebut.
Pada hari yang sama, kapal perusak USS Carney melaporkan menembak jatuh satu rudal Houthi dan tiga “drone Iran” di Teluk Aden.
Iran secara resmi membantah terlibat langsung dalam krisis tersebut.
CENTCOM, komando kombatan AS yang bertanggung jawab atas operasi di Timur Tengah, melaporkan pada Kamis bahwa pasukan Amerika telah menembak jatuh drone Houthi dan kendaraan permukaan yang tidak memiliki bahan peledak di Teluk Aden dan Laut Merah.
Operasi yang dipimpin AS di Laut Merah untuk melawan blokade Houthi dan serangan di Yaman telah gagal menghentikan operasi tersebut.
Sejak 12 Januari, ketika serangan AS dan Inggris di Yaman dimulai, kelompok Houthi telah menargetkan selusin kapal komersial dan militer di wilayah tersebut.
Blokade Houthi berdampak dramatis terhadap perekonomian negara-negara Barat, dengan hampir setengah lusin perusahaan pelayaran besar termasuk Maersk, CMA CGM dan Hapag-Lloyd menghentikan semua operasi melalui Laut Merah.
Pelabuhan Eilat Israel mengalami penurunan aktivitas sebesar 85% berkat blokade Houthi tersebut.
Terusan Suez di Mesir mengalami penurunan pendapatan transit sebesar miliaran dolar, sementara Qatar, pemasok utama gas alam cair ke Eropa, telah menangguhkan ekspor di tengah krisis ini.
Hal itu menambah kerugian Uni Eropa yang berasal dari penangguhan pengiriman energi oleh BP dan Shell melalui jalur strategis tersebut.
Konsumen di negara-negara Barat diperkirakan akan paling menderita akibat dampak blokade ini, karena mereka akan menghadapi ancaman mulai dari lonjakan inflasi dan harga bahan bakar yang lebih tinggi hingga harga barang-barang impor yang lebih tinggi karena perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi di Laut Merah menimbun persediaan.
Sementara yang lain terpaksa mengambil perjalanan jauh di sekitar Afrika dari Asia ke Eropa dan sebaliknya.
Jarak yang lebih jauh itu menambah biaya bahan bakar jutaan dolar dan waktu berminggu-minggu untuk perjalanan mereka.
(sya)
tulis komentar anda