Media AS Sentil Gibran-Jokowi dalam Pemilu Indonesia: Demokrasi atau Dinasti?

Kamis, 11 Januari 2024 - 14:35 WIB
Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat debat cawapres. Keikutsertaannya dalam pemilu 2024 sebagai cawapres jadi sorotan media asing karena statusnya sebagai putra Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto/SINDOnews.com
JAKARTA - Media terkemuka Amerika Serikat (AS), The New York Times, menyoroti keikutsertaan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi); Gibran Rakabuming Raka, dalam pemilu 2024 di Indonesia.

Media tersebut mempertanyakan majunya Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) sebagai demokrasi atau dinasti.

Seperti diketahui, Gibran ditetapkan oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU) menjadi pendamping dari calon presiden (capres) Prabowo Subianto sebagai pasangan dengan nomor urut 2.



Pasangan tersebut akan bertarung dengan pasangan nomor urut 1; Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan pasangan nomor urut 3; Ganjar Pranowo-Mahfud MD.



A President’s Son Is in Indonesia’s Election Picture. Is It Democracy or Dynasty?” demikian judul laporan yang diterbitkan The New York Times pada 6 Januari.

Laporan tersebut memuat hasil reportase berdasarkan wawancara dengan pengamat, analis, dan kritikus.

Menurut laporan tersebut, para kritikus mengatakan bahwa kemajuan yang dicapai dengan susah payah menuju demokrasi di Indonesia telah mengalami kemunduran di bawah pemerintahan Joko Widodo, presiden dua periode yang pernah menjadi orang luar dari politik.

"Putra sulung Jokowi, Gibran yang menjalankan bisnis katering, kini menjadi simbol dinasti politik yang sedang berkembang dan penerima manfaat dari manuver keluarga,” tulis surat kabar Amerika itu dalam laporannya.

Mengutip para kritikus, laporan itu menyebut Jokowi sedang berupaya melemahkan demokrasi Indonesia.

"Jelas bahwa Jokowi sedang membangun dinasti politik,” kata peneliti dari Universitas Atma Jaya Jakarta Yoes C Kenawas, yang dikutip dalam laporan tersebut.

"Tujuan Jokowi adalah mempersiapkan putranya untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada 2029. Menjabat di bawah pimpinan Prabowo akan menjadi masa magang. Karena pada akhirnya yang dituju adalah presiden. Bukan wakil presiden.”

Sebagaimana diketahui, majunya Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo telah memicu kegaduhan publik karena melalui proses amandemen Undang-Undang Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK), di mana Ketua MK saat itu adalah paman Gibran; Anwar Usman.

Anwar Usman akhirnya dicopot sebagai Ketua MK setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan ada pelanggaran etik dalam keputusan MK yang meloloskan Gibran.

Jokowi sempat merespons beragam kritik dengan berkelakar di acara Golkar; "Akhir-akhir ini disuguhi terlalu banyak drama, terlalu banyak drama Korea, terlalu banyak sinetron.”

Kendati demikian, para analis menduga Jokowi-lah yang mendalangi “drama” tersebut dengan tujuan memperluas pengaruhnya setelah lengser.

“Ini bukan drama. Ini adalah rekayasa yang direncanakan,” kata dosen Universitas Indonesia Titi Anggraini.

“Dia ingin memberi kesan tidak terikat karena itu gaya politiknya, tetapi dialah yang paling mendukung itu,” imbuh Dosen di Murdoch University, Perth Ian Wilson, menguatkan analisis Titi.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More