Keluarga Palestina Tinggal di Gua, Ini Pun Akan Dihancurkan Israel
Selasa, 11 Agustus 2020 - 09:32 WIB
TEPI BARAT - Rumah warga Palestina , Ahmed Amarneh, ini dibangun di dalam gua di Tepi Barat. Bangunan ini dibuat dengan pintu kayu terbuka yang mengarah ke kamar berlapis bantal. Amarneh sudah menerima pemberitahuan dari pihak bewenang Israel bahwa rumahnya akan dibongkar.
Penghancuran atau penggusuran rumah oleh pasukan Zionis Israel bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, rumah di dalam gua yang mendapat ancaman seperti itu menjadi yang pertama kali.
Ahmed Amarneh, seorang insinyur sipil berusia 30 tahun, tinggal bersama keluarganya di desa Farasin, Tepi Barat bagian utara, di mana Israel bersikeras harus membangun perumahan baru dengan meruntuhkan rumah-rumah warga Palestina yang dibangun tanpa izin Zionis.
"Saya mencoba dua kali untuk membangun (sebuah rumah), tetapi otoritas pendudukan mengatakan kepada saya bahwa itu dilarang untuk dibangun di daerah tersebut," kata Amarneh kepada AFP yang dilansir Arab News, Selasa (11/8/2020). Dia menggunakan istilah otoritas pendudukan untuk menyebut Israel, sebuah istilah yang digunakan banyak orang Palestina.
Perjanjian damai Oslo pada tahun 1990-an memberi Palestina pemerintahan sendiri di beberapa bagian Tepi Barat. Namun, sekitar 60 persen wilayah yang dinamai Area C, tempat Farasin berada, tetap di bawah kendali penuh sipil dan militer Israel .
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap Area C sebagai Wilayah Palestina yang diduduki Zionis Israel.
Tetapi Israel semakin banyak mengalokasikan tanah di sana untuk pembangunan permukiman Yahudi—komunitas yang dianggap ilegal menurut hukum internasional. (Baca: Israel Hancurkan 313 Rumah Warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem )
Yakin dia tidak akan pernah mendapatkan persetujuan Israel untuk membangun rumah di desanya, Amarneh mengarahkan pandangannya ke sebuah gua di kaki bukit yang menghadap ke Farasin.
Amarneh mengatakan dia membayangkan bahwa sebagai formasi kuno dan alami, Israel tidak mungkin membantah bahwa gua itu dibangun secara ilegal, sementara Otoritas Palestina (PA) setuju untuk mendaftarkan tanah itu atas namanya.
Amarneh, yang memiliki keterampilan tukang yang cukup, menutup pintu masuk gua dengan dinding batu dan memasang pintu kayu di tengahnya. Dia membuat dapur, ruang tamu, dan area tidur untuk dirinya sendiri, istrinya yang sedang hamil, dan putri kecil mereka. Bahkan ada penginapan untuk tamu.
Dia mengatakan kepada AFP bahwa dia telah tinggal di sana selama satu setengah tahun, tetapi menerima pemberitahuan pembongkaran dari otoritas Israel pada Juli, bersama dengan 20 keluarga Palestina lainnya di Farasin.
Cabang militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil di Tepi Barat, COGAT, mengatakan kepada AFP bahwa pemberitahuan pembongkaran diberikan ke beberapa tempat tinggal Farasin karena "struktur yang dibangun secara ilegal, tanpa izin dan persetujuan yang diperlukan".
Amarneh mengatakan kepada AFP bahwa dia terkejut mengetahui bahwa dia telah membangun sesuatu secara ilegal. “Saya tidak membuat gua. Itu sudah ada sejak zaman dahulu," katanya sambil menggendong putrinya yang masih kecil.
“Saya tidak mengerti bagaimana mereka dapat mencegah saya tinggal di gua. Binatang hidup di dalam gua dan tidak disingkirkan. Jadi, biarkan mereka memperlakukan saya seperti binatang dan biarkan saya tinggal di dalam gua."
Kepala dewan lokal, Mahmud Ahmad Nasser mengatakan penduduk Arab mendirikan desa Farasin pada 1920. Desa itu ditinggalkan selama Perang Enam Hari 1967, tahun pendudukan Israel di Tepi Barat dimulai.
Namun sejak 1980-an, bekas warga desa itu mulai kembali ke daerah tersebut. Nasser menyebutkan populasinya saat ini sekitar 200 jiwa.
Farasin tidak terlihat seperti desa daripada sekumpulan kecil rumah-rumah yang jaraknya sangat jauh.
Otoritas Palestina secara resmi mengakui komunitas Farasin pada Maret, tetapi krisis virus corona telah mencegahnya menyediakan listrik ke daerah itu.
COGAT telah mengindikasikan pada bulan April bahwa mereka mungkin menangguhkan beberapa pembongkaran yang dijadwalkan karena pandemi virus corona.
Namun, menurut kelompok kampanye anti-permukiman Israel; B’Tselem, Israel pada bulan Juni menghancurkan 63 bangunan Palestina.
Sekitar 450.000 pemukim Yahudi tinggal di Tepi Barat, bersama dengan sekitar 2,7 juta orang Palestina.
Penduduk Farasin, selain takut akan kedatangan buldoser dalam waktu dekat, mengatakan mereka telah melihat karavan milik seorang pemukim Yahudi di daerah itu, yang tampaknya sedang menyiapkan rumah.
“Pemukim tiba di sini beberapa waktu lalu dengan dombanya,” kata Nasser, yang menanyakan mengapa pemukim tiba pada saat mereka diminta untuk pergi.
“Orang-orang kami tinggal di sini selama beberapa generasi. Nenek moyang kita dimakamkan di sini."
Penghancuran atau penggusuran rumah oleh pasukan Zionis Israel bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, rumah di dalam gua yang mendapat ancaman seperti itu menjadi yang pertama kali.
Ahmed Amarneh, seorang insinyur sipil berusia 30 tahun, tinggal bersama keluarganya di desa Farasin, Tepi Barat bagian utara, di mana Israel bersikeras harus membangun perumahan baru dengan meruntuhkan rumah-rumah warga Palestina yang dibangun tanpa izin Zionis.
"Saya mencoba dua kali untuk membangun (sebuah rumah), tetapi otoritas pendudukan mengatakan kepada saya bahwa itu dilarang untuk dibangun di daerah tersebut," kata Amarneh kepada AFP yang dilansir Arab News, Selasa (11/8/2020). Dia menggunakan istilah otoritas pendudukan untuk menyebut Israel, sebuah istilah yang digunakan banyak orang Palestina.
Perjanjian damai Oslo pada tahun 1990-an memberi Palestina pemerintahan sendiri di beberapa bagian Tepi Barat. Namun, sekitar 60 persen wilayah yang dinamai Area C, tempat Farasin berada, tetap di bawah kendali penuh sipil dan militer Israel .
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap Area C sebagai Wilayah Palestina yang diduduki Zionis Israel.
Tetapi Israel semakin banyak mengalokasikan tanah di sana untuk pembangunan permukiman Yahudi—komunitas yang dianggap ilegal menurut hukum internasional. (Baca: Israel Hancurkan 313 Rumah Warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem )
Yakin dia tidak akan pernah mendapatkan persetujuan Israel untuk membangun rumah di desanya, Amarneh mengarahkan pandangannya ke sebuah gua di kaki bukit yang menghadap ke Farasin.
Amarneh mengatakan dia membayangkan bahwa sebagai formasi kuno dan alami, Israel tidak mungkin membantah bahwa gua itu dibangun secara ilegal, sementara Otoritas Palestina (PA) setuju untuk mendaftarkan tanah itu atas namanya.
Amarneh, yang memiliki keterampilan tukang yang cukup, menutup pintu masuk gua dengan dinding batu dan memasang pintu kayu di tengahnya. Dia membuat dapur, ruang tamu, dan area tidur untuk dirinya sendiri, istrinya yang sedang hamil, dan putri kecil mereka. Bahkan ada penginapan untuk tamu.
Dia mengatakan kepada AFP bahwa dia telah tinggal di sana selama satu setengah tahun, tetapi menerima pemberitahuan pembongkaran dari otoritas Israel pada Juli, bersama dengan 20 keluarga Palestina lainnya di Farasin.
Cabang militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil di Tepi Barat, COGAT, mengatakan kepada AFP bahwa pemberitahuan pembongkaran diberikan ke beberapa tempat tinggal Farasin karena "struktur yang dibangun secara ilegal, tanpa izin dan persetujuan yang diperlukan".
Amarneh mengatakan kepada AFP bahwa dia terkejut mengetahui bahwa dia telah membangun sesuatu secara ilegal. “Saya tidak membuat gua. Itu sudah ada sejak zaman dahulu," katanya sambil menggendong putrinya yang masih kecil.
“Saya tidak mengerti bagaimana mereka dapat mencegah saya tinggal di gua. Binatang hidup di dalam gua dan tidak disingkirkan. Jadi, biarkan mereka memperlakukan saya seperti binatang dan biarkan saya tinggal di dalam gua."
Kepala dewan lokal, Mahmud Ahmad Nasser mengatakan penduduk Arab mendirikan desa Farasin pada 1920. Desa itu ditinggalkan selama Perang Enam Hari 1967, tahun pendudukan Israel di Tepi Barat dimulai.
Namun sejak 1980-an, bekas warga desa itu mulai kembali ke daerah tersebut. Nasser menyebutkan populasinya saat ini sekitar 200 jiwa.
Farasin tidak terlihat seperti desa daripada sekumpulan kecil rumah-rumah yang jaraknya sangat jauh.
Otoritas Palestina secara resmi mengakui komunitas Farasin pada Maret, tetapi krisis virus corona telah mencegahnya menyediakan listrik ke daerah itu.
COGAT telah mengindikasikan pada bulan April bahwa mereka mungkin menangguhkan beberapa pembongkaran yang dijadwalkan karena pandemi virus corona.
Namun, menurut kelompok kampanye anti-permukiman Israel; B’Tselem, Israel pada bulan Juni menghancurkan 63 bangunan Palestina.
Sekitar 450.000 pemukim Yahudi tinggal di Tepi Barat, bersama dengan sekitar 2,7 juta orang Palestina.
Penduduk Farasin, selain takut akan kedatangan buldoser dalam waktu dekat, mengatakan mereka telah melihat karavan milik seorang pemukim Yahudi di daerah itu, yang tampaknya sedang menyiapkan rumah.
“Pemukim tiba di sini beberapa waktu lalu dengan dombanya,” kata Nasser, yang menanyakan mengapa pemukim tiba pada saat mereka diminta untuk pergi.
“Orang-orang kami tinggal di sini selama beberapa generasi. Nenek moyang kita dimakamkan di sini."
(min)
tulis komentar anda