Jaksa ICC Gunakan Standar Ganda, Keras pada Rusia tapi Loyo pada Israel

Senin, 08 Januari 2024 - 08:15 WIB
Jaksa ICC Karim Khan dianggap menerapkan standar ganda ketika menyangkut kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di Palestina. Beda dengan langkah cepat terhadap kasus invasi Rusia ke Ukraina. Foto/REUTERS
GAZA - Seorang anggota tim hukum yang mewakili korban Gaza mengkritik JaksaMahkamah Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan karena menerapkan standar ganda ketika menyangkut kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.

Perlakuan Jaksa ICC ini beda jauh terhadap Rusia yang dituduh melakukan kejahatan perang di Ukraina, di mana surat perintah penangkapan telah dikeluarkan terhadap Presiden Vladimir Putin.

“Sulit untuk memahami mengapa jaksa tetap diam sehubungan dengan pembunuhan massal warga Palestina dan penghancuran besar-besaran rumah warga sipil,” tulis Triestino Mariniello, profesor hukum di Liverpool John Moores University di Inggris, dalam sebuah artikel di situs web Opinio Juris.



"Meskipun jaksa hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk mengidentifikasi kasus-kasus nyata dalam situasi di Ukraina, dia belum meminta surat perintah penangkapan atau pemanggilan apa pun sehubungan dengan Palestina dan Israel dalam dua setengah tahun sejak dia dilantik 16 Juni 2021, mewarisi penyelidikan terbuka terhadap situasi di Palestina dari pendahulunya," paparnya, yang dilansir Anadolu, Senin (8/1/2024).



“Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa situasi Palestina belum menjadi prioritas Khan sebelum Oktober 2023. Tampaknya belum ada penyelidik ICC yang pernah mengunjungi Israel atau wilayah Palestina,” lanjut dia.

“Cara jaksa melakukan pendekatan terhadap penyelidikan [masalah] Palestina tampaknya sangat kontras dengan situasi di Ukraina,” imbuh Mariniello.

Menurutnya, Jaksa ICC begitu cekatan ketika menangani kasus invasi Rusia terhadap Ukraina.

"Setelah dimulainya invasi besar-besaran Rusia (pada Februari 2022), Khan melakukan beberapa kunjungan ke Ukraina, menghadiri konferensi pers, membuka kantor lapangan pengadilan terbesar, mengerahkan 42 penyelidik, membuka portal online untuk mengumpulkan bukti, dan mengumpulkan dana dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya dari berbagai negara," papar Mariniello.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More