Beban Berat Trump pada Pemilu 2020
Senin, 10 Agustus 2020 - 09:35 WIB
Namun, sejarah menceritakan kepada pemilih tidak boleh dibohongi trik kampanye. “Pemilih sangat pragmatis memilih berdasarkan bagaimana partai menguasai Gedung Putih dan mengendalikan negara,” ujarnya. Dia mengatakan, jajak pendapat hanya bersifat “snapshot” pada saat ini. Dia mengungkapkan tidak ada yang mengetahui bagaimana hasil akhir pemilu presiden.
Pada 13 penilaian itu melibatkan ekonomi, petahana, kerusuhan sosial atau skandal, hingga karisma personal kandidat. “Kuncinya adalah kamu melihat gambaran besar kekuatan dan performa petahana. Jangan perhatian pada pemilu dan kampanye,” kata profesor sejarah di American University ini dilansir The New York Times.
Jika 13 pertanyaan kunci itu memiliki enam atau lebih jawaban yang salah, maka penantangnya, yakni Biden diprediksi menang. Beberapa hal yang menguatkan kekalahan Trump, yaitu Partai Republik kehilangan banyak kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (Baca juga: Anies Baswedan Bikin Keok Kang Emil, Ganjar, dan Khofifah)
Kemudian pandemi corona juga menyebabkan ekonomi AS ke jurang resesi. Kerusuhan sosial selama kampanye, yakni demonstrasi antirasisme yang menguat di AS menjadi posisi Trump semakin berbahaya. Adanya skandal besar; ketika ada upaya Trump dimakzulkan oleh DPR. Dari sisi personal, Trump bukan pemimpin berkarisma, tetapi dia adalah orang suka tampil di depan publik.
Kemudian The Economist memprediksi kalau Joe Biden akan memenangkan pemilu presiden AS. Biden akan mengalahkan Trump dalam perolehan jumlah suara elektoral dan suara populer. Biden dari Partai Demokrat memiliki kesempatan menang 9 dari 10 atau 90%, sedangkan Trump hanya memiliki kesempatan menang 1 dari 10 atau 10%.
Untuk kesempatan memenangkan suara populer, Biden meraih 19 dari 20 atau 98%, sedangkan Trump hanya 1 dari 20 atau 3%. Prediksi perolehan suara elektoral, Biden diprediksi meraih 220–434, sedangkan Trump diprediksi memperoleh 104–318 di mana untuk memenangkan kursi kepresidenan harus memperoleh 270 suara elektoral. (Lihat videonya: Gunung Sinabung Erupsi, Empat Kecamatan Tertutup Abu Vulkanik)
Model analisis The Economit dikembangkan dengan simulasi suara elektoral sebanyak 20.000 jalur dengan mempertimbangkan iklim politik dan dampak kampanye. Model lain yang dikembangkan adalah kesempatan masing-masing kandidat memenangkan pemilu di setiap negara bagian, selain prediksi bersifat nasional. Misalnya, jika Trump menang di Minnesota, dia juga akan mungkin menang di Wisconsin. Proyeksi tersebut diperbarui setiap hari dan dikombinasikan dengan data bukan dari pemilihan untuk menjadi prediksi tetap akurat.
Dalam prediksi dilakukan Pluralvote.com juga memprediksi Biden akan memenangkan pemilu presiden AS mendatang. Dengan model berbasis statistik berdasarkan tren pencarian di internet, Biden memiliki kemungkinan menang 77,6% pada suara elektoral. (Andika H Mustaqim)
Pada 13 penilaian itu melibatkan ekonomi, petahana, kerusuhan sosial atau skandal, hingga karisma personal kandidat. “Kuncinya adalah kamu melihat gambaran besar kekuatan dan performa petahana. Jangan perhatian pada pemilu dan kampanye,” kata profesor sejarah di American University ini dilansir The New York Times.
Jika 13 pertanyaan kunci itu memiliki enam atau lebih jawaban yang salah, maka penantangnya, yakni Biden diprediksi menang. Beberapa hal yang menguatkan kekalahan Trump, yaitu Partai Republik kehilangan banyak kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (Baca juga: Anies Baswedan Bikin Keok Kang Emil, Ganjar, dan Khofifah)
Kemudian pandemi corona juga menyebabkan ekonomi AS ke jurang resesi. Kerusuhan sosial selama kampanye, yakni demonstrasi antirasisme yang menguat di AS menjadi posisi Trump semakin berbahaya. Adanya skandal besar; ketika ada upaya Trump dimakzulkan oleh DPR. Dari sisi personal, Trump bukan pemimpin berkarisma, tetapi dia adalah orang suka tampil di depan publik.
Kemudian The Economist memprediksi kalau Joe Biden akan memenangkan pemilu presiden AS. Biden akan mengalahkan Trump dalam perolehan jumlah suara elektoral dan suara populer. Biden dari Partai Demokrat memiliki kesempatan menang 9 dari 10 atau 90%, sedangkan Trump hanya memiliki kesempatan menang 1 dari 10 atau 10%.
Untuk kesempatan memenangkan suara populer, Biden meraih 19 dari 20 atau 98%, sedangkan Trump hanya 1 dari 20 atau 3%. Prediksi perolehan suara elektoral, Biden diprediksi meraih 220–434, sedangkan Trump diprediksi memperoleh 104–318 di mana untuk memenangkan kursi kepresidenan harus memperoleh 270 suara elektoral. (Lihat videonya: Gunung Sinabung Erupsi, Empat Kecamatan Tertutup Abu Vulkanik)
Model analisis The Economit dikembangkan dengan simulasi suara elektoral sebanyak 20.000 jalur dengan mempertimbangkan iklim politik dan dampak kampanye. Model lain yang dikembangkan adalah kesempatan masing-masing kandidat memenangkan pemilu di setiap negara bagian, selain prediksi bersifat nasional. Misalnya, jika Trump menang di Minnesota, dia juga akan mungkin menang di Wisconsin. Proyeksi tersebut diperbarui setiap hari dan dikombinasikan dengan data bukan dari pemilihan untuk menjadi prediksi tetap akurat.
Dalam prediksi dilakukan Pluralvote.com juga memprediksi Biden akan memenangkan pemilu presiden AS mendatang. Dengan model berbasis statistik berdasarkan tren pencarian di internet, Biden memiliki kemungkinan menang 77,6% pada suara elektoral. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda