Kaum Perempuan Rusia Tuntut Anak dan Suami Mereka Dipulangkan dari Perang Ukraina
Selasa, 05 Desember 2023 - 17:26 WIB
MOSKOW - Perang Rusia di Ukraina hampir memasuki tahun keduanya. Ini membuat semakin banyak gerakan perempuan Rusia yang menuntut suami, putra dan saudara laki-laki mereka untuk pulang.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada September tahun lalu telah mengeluarkan keputusan untuk memobilisasi warganya untuk bertempur di Ukraina.
Awalnya, gerakan ini berjanji setia pada apa yang disebut Kremlin sebagai “operasi militer khusus” (SVO), namun apa yang mereka anggap sebagai respons asal-asalan yang mereka terima justru memperkuat pendapat mereka.
Salah satu perempuan yang memperjuangkan hal itu adalah Maria Andreeva.
Sejak suami Andreeva dimobilisasi tahun lalu dan menuju ke Ukraina, dia kembali hanya dua kali untuk istirahat singkat buat menemui istri dan putrinya yang masih kecil. Andreeva mengatakan ini tidak cukup untuk seorang tentara yang berperang dalam suatu konflik.
“Kami ingin orang-orang kami didemobilisasi sehingga mereka dapat kembali ke rumah karena kami pikir selama lebih dari setahun mereka telah melakukan semua yang mereka bisa – atau bahkan lebih,” kata Andreeva (34) kepada Reuters dalam sebuah wawancara di Moskow.
“Bagi saya, ini bukan hanya perjuangan untuk memastikan putri saya punya ayah, tapi juga perjuangan untuk pernikahan saya,” imbuhnya seperti dikutip dari kantor berita yang berbasis di Inggris itu, Selasa (5/12/2023).
Mengatasi gerakan ini adalah masalah yang rumit bagi Kremlin.
Moskow, yang mengirimkan puluhan ribu tentara ke Ukraina pada Februari 2022, dalam perang-perang sebelumnya menoleransi jumlah korban tewas yang lebih tinggi daripada yang bisa diterima secara politik di negara-negara Barat.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada September tahun lalu telah mengeluarkan keputusan untuk memobilisasi warganya untuk bertempur di Ukraina.
Awalnya, gerakan ini berjanji setia pada apa yang disebut Kremlin sebagai “operasi militer khusus” (SVO), namun apa yang mereka anggap sebagai respons asal-asalan yang mereka terima justru memperkuat pendapat mereka.
Salah satu perempuan yang memperjuangkan hal itu adalah Maria Andreeva.
Sejak suami Andreeva dimobilisasi tahun lalu dan menuju ke Ukraina, dia kembali hanya dua kali untuk istirahat singkat buat menemui istri dan putrinya yang masih kecil. Andreeva mengatakan ini tidak cukup untuk seorang tentara yang berperang dalam suatu konflik.
“Kami ingin orang-orang kami didemobilisasi sehingga mereka dapat kembali ke rumah karena kami pikir selama lebih dari setahun mereka telah melakukan semua yang mereka bisa – atau bahkan lebih,” kata Andreeva (34) kepada Reuters dalam sebuah wawancara di Moskow.
“Bagi saya, ini bukan hanya perjuangan untuk memastikan putri saya punya ayah, tapi juga perjuangan untuk pernikahan saya,” imbuhnya seperti dikutip dari kantor berita yang berbasis di Inggris itu, Selasa (5/12/2023).
Mengatasi gerakan ini adalah masalah yang rumit bagi Kremlin.
Moskow, yang mengirimkan puluhan ribu tentara ke Ukraina pada Februari 2022, dalam perang-perang sebelumnya menoleransi jumlah korban tewas yang lebih tinggi daripada yang bisa diterima secara politik di negara-negara Barat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda