Putra Pendiri Hamas yang Murtad dan Membelot Khawatir Israel Kalah Perang
Selasa, 28 November 2023 - 14:07 WIB
NEW YORK CITY - Mosab Hassan Yousef, putra salah satu pendiri Hamas Sheikh Hassan Yousef yang murtad dan membelot ke Israel, khawatir jika Israel kalah dalam perang Gaza saat ini.
Dia telah mengecam PBB karena tidak mengecam Hamas yang memicu perang terbaru Gaza setelah melakukan serangan besar ke Israel selatan pada 7 Oktober.
Berbicara kepada Misi Israel di PBB, Mosab Hassan Yousef mencaci maki Hamas. “Saya tidak tahu mengapa tidak jelas bahwa mereka (Hamas) adalah sekelompok pemerkosa, lebih buruk dari binatang," katanya.
Dia kemudian mengkritik kesepakatan mengenai pembebasan sandera yang sempat tertunda. “Mereka ingin para pembunuh massal kembali ke jalanan," katanya, seperti dikutip Israel Today, Selasa (28/11/2023).
Dikenal sebagai Son of Hamas (Putra Hamas), Mosab tumbuh besar dan menyebabkan masalah di Tepi Barat namun kemudian membelot ke Israel.
Setelah mengalami apa yang dia sebut "Jalan Damaskus" yang membawanya keluar dari Islam dan memeluk agama Kristen, dia menjadi buronan di antara sesama orang Arab dan terpaksa mengungsi ke Amerika Serikat.
Berbicara di New York berdasarkan pengalaman pribadinya mengenai indoktrinasi masa kecilnya yang berfokus pada perlunya menghancurkan Israel, dia mengatakan hal itu mengubahnya menjadi apa yang dia sebut “orang biadab yang kejam".
Mengacu pada Hamas, dia berkata: “Mereka tidak peduli pada siapa pun kecuali diri mereka sendiri, dan dunia telah memberdayakan mereka.”
Lebih lanjut, dia menyuarakan kekhawatiran jika Israel kalah dalam perang melawan Hamas di Gaza sekarang ini. Menurutnya, kegagalan untuk sepenuhnya mengalahkan Hamas akan meningkatkan legitimasi mereka, dan mengancam seluruh dunia.
“Negara-negara demokrasi harus bersatu dalam melawan orang-orang biadab yang ingin mengorbankan ribuan anak agar Israel yang disalahkan—bertaruh dengan darah anak-anak demi keuntungan politik. Jika Israel gagal di Gaza, kita semua akan menjadi korban berikutnya," kata Mosab.
Dalam bukunya, Son of Hamas, yang diterbitkan oleh Tyndale Momentum dan ditulis bersama oleh Ron Brackin, dia menulis: “Ada harapan bagi perdamaian di Timur Tengah, namun hal itu tidak dimulai dengan solusi atau negosiasi politik; itu dimulai dengan perubahan hati individu.”
Mosab baru berusia 18 tahun ketika dia pertama kali ditangkap oleh Israel yang menemukannya memiliki senjata—yang ternyata tidak berfungsi. Setelah dipukuli dengan kejam selama interogasi, dia menyerah pada iming-iming untuk menjadi kolaborator.
Meski membenci orang Yahudi, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia adalah "agen ganda" yang berniat membunuh majikan barunya.
Namun, menurut pengakuannya, ketika dia menyaksikan sesama narapidana disiksa oleh "saudara" Muslim mereka hanya karena bukti yang sangat lemah bahwa mereka adalah informan, dia mengeklaim semakin muak dengan ketidaktulusan orang-orang, baik di dalam maupun di luar penjara Israel.
Mereka berpura-pura bahwa tujuan mereka adalah demi cinta rakyatnya, namun pada kenyataannya, mereka tidak terlalu peduli pada apa pun kecuali mempertaruhkan kantong mereka sendiri dan mengungkapkan sepenuhnya kebencian mereka terhadap "musuh".
Pada saat yang sama, Mosab mengembangkan persahabatan yang erat dengan kontaknya di Shin Bet, dinas rahasia Israel.
Mosab akhirnya bekerja untuk Shin Bet selama sepuluh tahun—dengan nama sandi Pangeran Hijau (sebagai pewaris Hamas yang berbendera hijau). Selama waktu tersebut, dia menyaksikan banyak adegan mengerikan, termasuk akibat dari bom bunuh diri dan pertumpahan darah yang sering terjadi akibat bentrokan antara IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan Hamas.
Meskipun nyawanya selalu terancam, dia menjadi roda penggerak penting dalam jaringan mata-mata Israel. Perannya telah menggagalkan beberapa operasi Hamas terhadap Israel.
Dia telah mengecam PBB karena tidak mengecam Hamas yang memicu perang terbaru Gaza setelah melakukan serangan besar ke Israel selatan pada 7 Oktober.
Berbicara kepada Misi Israel di PBB, Mosab Hassan Yousef mencaci maki Hamas. “Saya tidak tahu mengapa tidak jelas bahwa mereka (Hamas) adalah sekelompok pemerkosa, lebih buruk dari binatang," katanya.
Dia kemudian mengkritik kesepakatan mengenai pembebasan sandera yang sempat tertunda. “Mereka ingin para pembunuh massal kembali ke jalanan," katanya, seperti dikutip Israel Today, Selasa (28/11/2023).
Dikenal sebagai Son of Hamas (Putra Hamas), Mosab tumbuh besar dan menyebabkan masalah di Tepi Barat namun kemudian membelot ke Israel.
Setelah mengalami apa yang dia sebut "Jalan Damaskus" yang membawanya keluar dari Islam dan memeluk agama Kristen, dia menjadi buronan di antara sesama orang Arab dan terpaksa mengungsi ke Amerika Serikat.
Berbicara di New York berdasarkan pengalaman pribadinya mengenai indoktrinasi masa kecilnya yang berfokus pada perlunya menghancurkan Israel, dia mengatakan hal itu mengubahnya menjadi apa yang dia sebut “orang biadab yang kejam".
Mengacu pada Hamas, dia berkata: “Mereka tidak peduli pada siapa pun kecuali diri mereka sendiri, dan dunia telah memberdayakan mereka.”
Lebih lanjut, dia menyuarakan kekhawatiran jika Israel kalah dalam perang melawan Hamas di Gaza sekarang ini. Menurutnya, kegagalan untuk sepenuhnya mengalahkan Hamas akan meningkatkan legitimasi mereka, dan mengancam seluruh dunia.
“Negara-negara demokrasi harus bersatu dalam melawan orang-orang biadab yang ingin mengorbankan ribuan anak agar Israel yang disalahkan—bertaruh dengan darah anak-anak demi keuntungan politik. Jika Israel gagal di Gaza, kita semua akan menjadi korban berikutnya," kata Mosab.
Dalam bukunya, Son of Hamas, yang diterbitkan oleh Tyndale Momentum dan ditulis bersama oleh Ron Brackin, dia menulis: “Ada harapan bagi perdamaian di Timur Tengah, namun hal itu tidak dimulai dengan solusi atau negosiasi politik; itu dimulai dengan perubahan hati individu.”
Mosab baru berusia 18 tahun ketika dia pertama kali ditangkap oleh Israel yang menemukannya memiliki senjata—yang ternyata tidak berfungsi. Setelah dipukuli dengan kejam selama interogasi, dia menyerah pada iming-iming untuk menjadi kolaborator.
Meski membenci orang Yahudi, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia adalah "agen ganda" yang berniat membunuh majikan barunya.
Namun, menurut pengakuannya, ketika dia menyaksikan sesama narapidana disiksa oleh "saudara" Muslim mereka hanya karena bukti yang sangat lemah bahwa mereka adalah informan, dia mengeklaim semakin muak dengan ketidaktulusan orang-orang, baik di dalam maupun di luar penjara Israel.
Mereka berpura-pura bahwa tujuan mereka adalah demi cinta rakyatnya, namun pada kenyataannya, mereka tidak terlalu peduli pada apa pun kecuali mempertaruhkan kantong mereka sendiri dan mengungkapkan sepenuhnya kebencian mereka terhadap "musuh".
Pada saat yang sama, Mosab mengembangkan persahabatan yang erat dengan kontaknya di Shin Bet, dinas rahasia Israel.
Mosab akhirnya bekerja untuk Shin Bet selama sepuluh tahun—dengan nama sandi Pangeran Hijau (sebagai pewaris Hamas yang berbendera hijau). Selama waktu tersebut, dia menyaksikan banyak adegan mengerikan, termasuk akibat dari bom bunuh diri dan pertumpahan darah yang sering terjadi akibat bentrokan antara IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan Hamas.
Meskipun nyawanya selalu terancam, dia menjadi roda penggerak penting dalam jaringan mata-mata Israel. Perannya telah menggagalkan beberapa operasi Hamas terhadap Israel.
(mas)
tulis komentar anda