Sengit, Diplomat AS-Korut Berdebat di DK PBB

Selasa, 28 November 2023 - 05:13 WIB
Korea Utara (Korut) berhasil meluncurkan satelit mata-mata pada 21 November lalu. Foto/TASS
NEW YORK - Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB dan Korea Utara (Korut) terlibat perdebatan sengit yang jarang terjadi di Dewan Keamanan (DK) PBB . Perang kata-kata itu terkait peluncuran satelit mata-mata Korut dan alasan meningkatnya ketegangan di kawasan itu.

Setelah hampir enam tahun absen, Korut kembali mengirimkan utusannya untuk PBB ke pertemuan Dewan Keamanan mengenai program nuklir dan rudal balistiknya pada bulan Juli. Badan beranggotakan 15 negara tersebut bertemu pada hari Senin mengenai peluncuran satelit mata-mata Korut pada 21 November lalu.

Di akhir pertemuan, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield dan Duta Besar Korut Kim Song menyampaikan pernyataan yang tidak direncanakan. Keduanya terlibat dalam duel hak jawab di meja dewan, masing-masing berpendapat bahwa negara mereka bertindak defensif.



“Salah satu pihak yang berperang, Amerika Serikat, mengancam kita dengan senjata nuklir,” kata Kim kepada DK PBB.



“Merupakan hak yang sah bagi DPRK – sebagai pihak yang berperang – untuk mengembangkan, menguji, memproduksi dan memiliki sistem senjata yang setara dengan yang sudah dimiliki dan, atau sedang dikembangkan oleh Amerika Serikat saat ini,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (28/11/2023).

Secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), Korut telah berada di bawah sanksi PBB karena program rudal balistik dan nuklirnya sejak tahun 2006. Hal ini termasuk larangan pengembangan rudal balistik.

Teknologi tersebut digunakan untuk meluncurkan satelit minggu lalu dan mengikuti pengujian puluhan rudal balistik selama 20 bulan terakhir. AS telah lama memperingatkan bahwa Pyongyang siap melakukan uji coba nuklir ketujuh.

“Kami sangat menolak klaim tidak jujur DPRK bahwa peluncuran rudalnya hanya bersifat defensif, sebagai respons terhadap latihan militer bilateral dan trilateral kami,” kata Thomas-Greenfield, seraya menambahkan bahwa latihan AS bersifat rutin, defensif, dan diumumkan sebelumnya.

“Sekali lagi, saya ingin menyampaikan dengan tulus tawaran kami untuk berdialog tanpa prasyarat, DPRK hanya perlu menerimanya,” ujarnya.



Pembicaraan denuklirisasi antara Korut, Korea Selatan (Korsel), China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang terhenti pada tahun 2009. Pembicaraan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan pemimpin AS saat itu, Presiden Donald Trump, pada tahun 2018 dan 2019 juga gagal.

Kim mengatakan bahwa sampai ancaman militer yang terus-menerus dihilangkan, Korut akan terus memperkuat kemampuannya. Thomas-Greenfield mengatakan tindakan Korut didasarkan pada paranoia terhadap kemungkinan serangan AS.

“Jika ada yang ingin diberikan AS kepada DPRK, itu adalah bantuan kemanusiaan untuk rakyat Anda dan bukan senjata untuk menghancurkan rakyat Anda,” kata Thomas-Greenfield.

Selama beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB terpecah belah mengenai cara menangani Pyongyang. Rusia dan China, yang mempunyai hak veto bersama dengan AS, Inggris dan Perancis, mengatakan bahwa sanksi yang lebih besar tidak akan membantu dan mereka ingin tindakan seperti itu dilonggarkan.

China dan Rusia mengatakan latihan militer gabungan yang dilakukan AS dan Korsel memprovokasi Pyongyang, sementara Washington menuduh Beijing dan Moskow menguatkan Korut dengan melindungi negara tersebut dari sanksi lebih lanjut.

(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More