Investigasi Ledakan Beirut, 2.750 Ton Amonium Nitrat Terbengkalai Sejak 2013

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 07:18 WIB
Di tengah investigasi awal yang dilakukan otoritas Lebanon, tragedi yang menewaskan 137 orang ini diduga kuat akibat kelalaian dalam mengelola 2.750 ton amonium nitrat yang terbengkalai sejak 2013 silam. Foto/Reuters
BEIRUT - Ledakan dahsyat di kawasan Pelabuhan Beirut , Lebanon, masih menyisakan pertanyaan besar mengenai penyebabnya. Namun di tengah investigasi awal yang dilakukan otoritas Lebanon, tragedi yang menewaskan 137 orang ini diduga kuat akibat kelalaian dalam mengelola 2.750 ton amonium nitrat yang terbengkalai sejak 2013 silam.

Ribuan ton bahan kimia berbahaya itu awalnya disita dari Kapal MV Rhosus yang dijadwalkan berlayar dari Georgia menuju Mozambik. Tapi, akibat masalah teknis, misi itu tidak tercapai. Seperti dilansir RT, saat di Spanyol Kapal MV Rhosus sebenarnya telah ditahan selama dua pekan di Pelabuhan Sevilla lantaran diketahui tidak dilengkapi dengan generator cadangan. Namun tak berapa lama kapal tersebut akhirnya bisa meneruskan perjalanan.

Di Beirut kapal itu kembali tertahan. Port State Control, anak lembaga Organisasi Maritim Internasional, melarang kapal itu meninggalkan Beirut karena ada tanggungan yang belum lunas. Laporan media di Rusia dan Moldova pada 5 Agustus mengatakan MV Rhosus telah berlayar di bawah bendera Moldova ketika tiba di Beirut.



Situs web Odessitua.com melaporkan bahwa sebagian besar awak kapal adalah pelaut Ukraina yang terdampar sementara di Beirut pada 2013 setelah Grechushkin kehabisan dana untuk membayar gaji mereka atau untuk biaya kapal. (Baca: Trump Tetap Yakin Ledakan Beirut Adalah Sebuah Serangan)

Mantan kru MV Rhosus, Semyon Nikolenko, mengatakan jumlah kru lalu dipangkas ke titik minimum mengingat barang yang diangkut berbahaya. Riwayat hukum yang disimpan firma hukum asal Lebanon, Baroudi & Associates, juga menyatakan kapal itu lalu ditinggalkan, baik oleh perusahaan ataupun pemilik barang, yakni pengusaha Rusia bernama Igor Grechushkin. Grechushkin adalah seorang pengusaha asal Khabarovsk di Siberia, Rusia. Namun dia saat ini berada di Siprus.

Mantan Kapten MV Rhosus, Boris Prokoshev, mengaku dirinya juga sempat ditahan selama 11 bulan di Beirut akibat masalah tersebut. Saat itu dia sudah mengingatkan ke otoritas agar segera membuang barang di dalam kapal. “Kapal itu mengangkut barang berbahaya. Tidak ada gunanya menahannya. Lebanon perlu menyingkirkannya secepat mungkin,” kata Prokoshev.

Permintaan Prokoshev dipenuhi. Seluruh barang di dalam kapal, yakni 2.750 ton amonium nitrat, lalu dipindahkan menuju gudang pelabuhan Hangar 12. Namun penyebab pemindahan saat itu sebenarnya karena lambung kapal bocor. Pejabat senior Lebanon sadar barang itu berbahaya sehingga evakuasi dilakukan secepatnya. Namun rencana pembuangan amonium nitrat yang sudah muncul beberapa kali tidak pernah dieksekusi dan akhirnya terlupakan hingga tragedi memilukan itu terjadi. (Baca juga: NU Akhirnya Putuskan tetap Ikut POP Kemendikbud)

Pejabat Bea Cukai Lebanon mengaku sedikitnya sudah mengirimkan lima surat kepada pengadilan untuk meminta solusi penanganan barang berbahaya dalam kurun waktu tiga tahun, yakni mulai 2014 hingga 2017. Mereka mengajukan tiga alternatif, yakni mengekspornya ke luar negeri, menyerahkannya kepada tentara, atau menjualnya ke perusahaan.

“Mengingat betapa berbahayanya barang ini di hangar yang beriklim buruk, kami meminta agen maritim untuk mengekspornya ke luar negeri secepatnya demi keselamatan pekerja dan pelabuhan atau menjualnya ke perusahaan lokal,” demikian bunyi surat tersebut. Sayang, tidak ada satu pun surat yang dibalas.

Presiden Lebanon Michel Aoun mengakui 2.750 ton amonium nitrat itu telah disimpan selama enam tahun di Pelabuhan Beirut tanpa sistem keamanan memadai. “Hal ini tidak dapat ditoleransi. Kami perlu menggelar pertemuan dan mendeklarasikan kondisi darurat negara selama dua pekan,” kata Aoun seperti dikutip Reuters. (Baca juga: Immawan Wahyudi Mulai Gerus Basis Massa PAN)

Perdana Menteri (PM) Lebanon Hassan Diab mengatakan orang yang bertanggung jawab di balik peristiwa ini akan mendapatkan hukuman berat. Pemerintah Lebanon juga memperingatkan agar tidak mendekati lokasi kejadian menyusul adanya laporan gas beracun. Petugas juga diimbau mengenakan masker.

Kini semua menjadi sia-sia. Ribuan jiwa telah menjadi korban. Atas tragedi ini, Pemerintah Lebanon berjanji mengungkap kasus dalam lima hari penyelidikan. Tapi dengan kondisi yang mencekik dan darurat, beban pemerintah juga tidak enteng. Mereka menghadapi kemarahan warga yang tidak dapat terbendung. Sebagian besar dari mereka menyalahkan pemerintah karena dituduh lalai. Saat ini sekitar 300.000 warga pun telah kehilangan tempat tinggal.

Gubernur Beirut, Marwan Abboud, mengatakan saat ini terlalu dini untuk menentukan kerugian yang ditimbulkan akibat ledakan besar di Pelabuhan Beirut. Namun dia memperkirakan angkanya melampaui USD5 miliar (Rp72,9 triliun). Jumlah itu akan semakin membebani Lebanon yang sedang ditimpa krisis ekonomi. (Lihat videonya: Penutupan Gedung DPRD DKI Jakarta Diperpanjang)

“Kami belum dapat memastikan berapa kerugian yang akan kami tanggung. Tapi, dari skalanya, kerugiannya dapat melampaui USD5 miliar,” ujar Abboud saat mengunjungi lokasi kejadian seperti dikutip Al Arabiya. “Tim ahli dan para insinyur saat ini belum melakukan penyelidikan resmi dan menyeluruh,” tambahnya. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More