PBB: Menerjunkan Bantuan ke Gaza dari Udara Pilihan Terakhir
Selasa, 14 November 2023 - 06:30 WIB
GAZA - Menerjunkan bantuan dari udara ke Jalur Gaza adalah “upaya terakhir,” menurut seorang pejabat PBB pada Senin (13/11/2023). Namun dia menekankan, hal itu akan “sangat menantang” secara logistik.
“Terjun payung selalu menjadi pilihan terakhir jika Anda bertanya kepada rekan logistik karena sangat, sangat mahal dan tidak berkelanjutan,” ungkap Andrea De Domenico, kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Wilayah Pendudukan Palestina saat konferensi pers, dilansir Anadolu.
De Domenico mengatakan ada berbagai cara untuk mendatangkan bantuan jika para pihak sepakat mengenai akses tanpa hambatan dan berkelanjutan.
Pernyataannya muncul setelah Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh meminta Uni Eropa (UE) dan PBB untuk mengirimkan bantuan dengan parasut ke Jalur Gaza.
“Jadi menurut saya titik masuk pertama adalah dengan membuka penyeberangan dan memastikan pasokan berkelanjutan masuk daripada memikirkan skenario ekstrem,” ujar De Domenico.
“Saya tahu Yordania sudah melakukan peluncuran dengan bantuan pesawat. Tapi tentu saja seperti yang bisa Anda bayangkan jumlahnya terbatas dan seperti yang saya katakan, secara logistik sangat-sangat menantang,” tambah De Domenico.
Beralih ke pertempuran yang semakin intensif di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa selama akhir pekan, dia mengatakan infrastruktur, termasuk tangki air, stasiun oksigen, fasilitas kardiovaskular, dan bangsal bersalin rusak.
“Kami menyerukan semua orang untuk menghormati rumah sakit… Rumah sakit tidak boleh dijadikan tempat peperangan. Setiap operasi militer di sekitar atau di dalam rumah sakit harus mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan dan melindungi pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya,” ujar dia.
“Dan semua tindakan pencegahan harus dilakukan, termasuk peringatan efektif yang mempertimbangkan kemampuan pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya untuk mengungsi dengan aman,” tegas dia.
De Domenico mengatakan “tidak ada pilihan” untuk merelokasi pasien ke tempat yang aman di Gaza.
Pejabat tersebut juga memperingatkan kehidupan di Gaza “tergantung pada benang” karena menipisnya bahan bakar dan pasokan medis.
Sementara itu, dia memperkirakan, hingga Minggu, 230.000 orang mungkin telah pindah ke bagian selatan Gaza.
Ketika serangan Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-38, sebanyak 11.180 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7,700 anak-anak dan wanita, dan lebih dari 28,200 orang lainnya terluka, menurut angka terbaru dari otoritas Palestina.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja juga telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut sejak bulan lalu.
Sementara itu, jumlah korban tewas di Israel hampir 1.200 orang, menurut angka resmi.
“Terjun payung selalu menjadi pilihan terakhir jika Anda bertanya kepada rekan logistik karena sangat, sangat mahal dan tidak berkelanjutan,” ungkap Andrea De Domenico, kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Wilayah Pendudukan Palestina saat konferensi pers, dilansir Anadolu.
De Domenico mengatakan ada berbagai cara untuk mendatangkan bantuan jika para pihak sepakat mengenai akses tanpa hambatan dan berkelanjutan.
Pernyataannya muncul setelah Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh meminta Uni Eropa (UE) dan PBB untuk mengirimkan bantuan dengan parasut ke Jalur Gaza.
“Jadi menurut saya titik masuk pertama adalah dengan membuka penyeberangan dan memastikan pasokan berkelanjutan masuk daripada memikirkan skenario ekstrem,” ujar De Domenico.
“Saya tahu Yordania sudah melakukan peluncuran dengan bantuan pesawat. Tapi tentu saja seperti yang bisa Anda bayangkan jumlahnya terbatas dan seperti yang saya katakan, secara logistik sangat-sangat menantang,” tambah De Domenico.
Beralih ke pertempuran yang semakin intensif di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa selama akhir pekan, dia mengatakan infrastruktur, termasuk tangki air, stasiun oksigen, fasilitas kardiovaskular, dan bangsal bersalin rusak.
“Kami menyerukan semua orang untuk menghormati rumah sakit… Rumah sakit tidak boleh dijadikan tempat peperangan. Setiap operasi militer di sekitar atau di dalam rumah sakit harus mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan dan melindungi pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya,” ujar dia.
“Dan semua tindakan pencegahan harus dilakukan, termasuk peringatan efektif yang mempertimbangkan kemampuan pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya untuk mengungsi dengan aman,” tegas dia.
De Domenico mengatakan “tidak ada pilihan” untuk merelokasi pasien ke tempat yang aman di Gaza.
Pejabat tersebut juga memperingatkan kehidupan di Gaza “tergantung pada benang” karena menipisnya bahan bakar dan pasokan medis.
Sementara itu, dia memperkirakan, hingga Minggu, 230.000 orang mungkin telah pindah ke bagian selatan Gaza.
Ketika serangan Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-38, sebanyak 11.180 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7,700 anak-anak dan wanita, dan lebih dari 28,200 orang lainnya terluka, menurut angka terbaru dari otoritas Palestina.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja juga telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut sejak bulan lalu.
Sementara itu, jumlah korban tewas di Israel hampir 1.200 orang, menurut angka resmi.
(sya)
tulis komentar anda