Komandan Hamas 'Bangkit dari Kematian': Dinyatakan Tewas 2014 tapi Dalangi Serangan 7 Oktober ke Israel

Minggu, 12 November 2023 - 09:14 WIB
Mohammed Sinwar, komandan Hamas yang dinyatakan tewas 2014, tapi ternyata masih hidup dan ikut mendalangi serangan 7 Oktober ke Israel. Foto/Telegraph
GAZA - Mohammed Sinwar, nama komandan Hamas yang dinyatakan telah meninggal oleh serangan Israel pada 2014. Bak "bangkit dari kematian", sosoknya ternyata masih hidup dan ikut mendalangi serangan 7 Oktober ke Israel.

Dia adalah adik Yahya Sinwar, pemimpin operasional Hamas di Gaza.

Menurut mata-mata Israel, Mohammed Sinwar berspesialisasi dalam penculikan dan infiltrasi lintas batas.



Sumber-sumber yang dekat dengan intelijen Israel mengatakan Mohammed Sinwar masih hidup dalam kerahasiaan di terowongan-terowongan di Jalur Gaza selama bertahun-tahun.



Mereka mengatakan dia terlibat erat dengan perencanaan serangan 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.200 orang Israel. Serangan yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa itu juga menyebabkan ratusan orang lainnya diculik untuk digunakan dalam petukaran tawanan dengan sekitar 5.000 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

“Dia 100 persen salah satu tim inti yang merencanakan serangan pada 7 Oktober,” kata mantan kepala kontra-teror Mossad kepada Telegraph, yang dilansir Minggu (12/11/2023).

Sumber itu menggambarkannya sebagai bagian dari sekelompok tiga hingga empat tokoh kunci di balik serangan mematikan tersebut.

“Dalam kepemimpinan militer dia sangat penting,” lanjut sumber itu.

“Dia berada di urutan ketujuh dalam daftar orang yang dicari, bersama orang-orang seperti Mohammed Deif, Marwan Issa dan Tawfiq Abu Naim. Dia adalah sosok penting dan dia pasti masih hidup.”

Ronen Solomon, analis intelijen independen dan penulis blog Intelli Times, mengatakan Mohammed Sinwar, yang membantu membebaskan kakaknya; Yahya Sinwar, dari penjara Israel dalam pertukaran tahanan penting pada tahun 2011, dianggap sebagai salah satu otak utama dalam merencanakan invasi dan pembantaian massal di Israel pada 7 Oktober.

“Keahliannya adalah infiltrasi perbatasan dan penculikan untuk [mengamankan] pembebasan semua tahanan,” kata Solomon, yang telah mengikuti Mohammed Sinwar selama lebih dari dua dekade, mengumpulkan arsip dokumen, foto, dan wawancara yang membantu menjelaskan sosok yang terkenal tertutup tersebut.

Begitulah kerahasiaan yang menyelimuti Mohammed Sinwar, sehingga penduduk Gaza pun tidak lagi mengenalinya, kata Solomon.

“Dia bergerak secara diam-diam dan dalam jarak terbatas, karena takut terkena pembunuhan Israel,” kata Solomon. “Selama dua dekade terakhir, dia selamat dari enam upaya pembunuhan.”

Pasukan Israel menghancurkan rumah keluarga Mohammed Sinwar pada 24 Oktober 2004 setelah dia jatuh ke tanah menyusul upaya pembunuhan yang gagal pada tahun 2003.

Sepuluh tahun kemudian, pada puncak perang tahun 2014 antara Israel dan Hamas, kelompok perlawanan Palestina di Gaza tersebut menyatakan dia meninggal, merilis gambar yang menunjukkan dia terbaring di tempat tidur berlumuran darah.

"Memalsukan kematian Mohammed adalah bagian dari misi untuk melindungi salah satu dari tiga 'komandan bayangan' Hamas," kata Solomon.

Sejak itu, dia tidak pernah terlihat di depan umum, hanya tampil dalam siluet dalam wawancara dengan Al Jazeera Arab pada Mei tahun lalu. Dia bahkan tidak menghadiri pemakaman ayahnya pada Januari 2022.

Namun militer Israel diam-diam mengungkapkan bahwa mereka sedang memburunya sekali lagi minggu ini, ketika foto Mohammed muncul di samping foto saudaranya saat pengarahan oleh Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

Militer Israel tidak menyebut namanya atau menjelaskan secara rinci keterlibatannya dalam serangan 7 Oktober.

Secara terpisah, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan bahwa tentara Brigade ke-7 telah menggerebek kantor-kantor yang terkait dengan Mohammed Sinwar, di mana mereka menemukan “dokumentasi doktrin militer”.

Setelah Yahya Sinwar dibebaskan bersama lebih dari 1.000 tahanan lainnya dengan imbalan tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011, Mohammed Sinwar tetap berada dalam bayang-bayang.

Mantan kepala kontra-intelijen Mossad mengatakan dia berperan penting dalam menjamin pembebasan kakaknya dari penjara dan kemudian mengatur kenaikan sang kakak ke kekuasaan di Gaza.

“Mohammed selalu lebih penting dibandingkan saudaranya. Dialah yang menginisiasi dan menyelenggarakan Gilad Shalit,” kata sumber tersebut.

“Dialah yang membuat daftar tahanan di Israel untuk dibebaskan dan tentu saja Yahya yang nomor satu.”

Hingga saat itu, Yahya Sinwar bahkan tidak dianggap sebagai bagian dari kepemimpinan Hamas, kata sumber tersebut.

Ketika Mohammed membuat daftar tersebut, banyak orang di Hamas yang keberatan dengan fakta bahwa Yahya Sinwar ditempatkan di urutan teratas.

“Mohammed tidak menegosiasikan fakta itu dan berkata, 'jika Anda keberatan dengan daftar saya, saya akan pergi membawa Shalit ke pantai, saya akan memenggal kepalanya dan merekam videonya', sehingga mereka mundur dan Yahya menjadi orang yang paling penting.”

Langkah ini akan terbukti transformatif bagi Yahya Sinwar, yang pada akhirnya akan mengambil alih jabatan Ismail Haniyeh, yang kini menjadi pemimpin politik Hamas di pengasingan di Qatar, pada tahun 2017.

“Dia menerima sambutan bak pahlawan ketika kembali ke Gaza dan tak lama kemudian, dia menjadi pemimpin terkemuka dan menggantikan Haniyeh," papar sumber tersebut.

Namun Mohammed tetap menjadi tokoh terkemuka. Dia adalah salah satu generasi pertama yang bergabung dengan Hamas sejak didirikan pada 14 Desember 1987, dan mengambil bagian dalam intifada pertama.

Setelah naik pangkat di berbagai posisi administratif, dia adalah salah satu orang pertama yang bergabung dengan cabang militer Hamas, Brigade Izz ad-Din Al-Qassam. Pada tahun 2005, dia menjadi komandan Brigade Khan Younis.

Mohammed Sinar telah lama menjadi target utama badan militer dan intelijen Israel.

Pada 11 April 2003, Brigade Al-Qassam mengatakan bahwa Mohammed Sinwar selamat dari upaya pembunuhan menggunakan alat peledak yang ditanam di dinding rumahnya di kota Khan Younis.

Namun mata-mata Israel percaya bahwa Mohammed Sinwar kini diberi tanggung jawab untuk melindungi saudaranya, yang digambarkan Israel sebagai “orang mati yang berjalan”.

“Dia diyakini kini juga dipercaya untuk memastikan keselamatan dan pelarian saudaranya Yahya melalui Rafah jika diperlukan,” kata Solomon.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More