Siapa yang Harus Memerintah Jalur Gaza Agar Wilayah Stabil? Ada 3 Skenario

Sabtu, 04 November 2023 - 09:05 WIB
Seorang pria menggotong korban serangan udara Israel di luar Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza, Jumat (3/11/2023). Foto/AP
JALUR GAZA - Amerika Serikat (AS) telah menyusun rencana pascaperang untuk Gaza. Sputnik berbicara dengan para ahli Israel untuk membahas bagaimana inisiatif Washington dapat dilaksanakan.

Anggota parlemen AS baru-baru ini mengkonfirmasi kepada media arus utama bahwa kekuatan multinasional, termasuk satu di bawah payung PBB, sedang dibahas untuk menjaga perdamaian di Gaza jika Hamas bisa dikalahkan.

“Ada pembicaraan yang sedang berlangsung mengenai kemungkinan komposisi kekuatan internasional,” ujar Senator Chris Van Hollen (Partai Demokrat) kepada wartawan Amerika.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken menyarankan agar Otoritas Palestina (PA) yang “direvitalisasi” dapat digunakan untuk memerintah Jalur Gaza setelah Hamas digulingkan.

Blinken mencatat, “Jika tidak, ada pengaturan sementara lainnya yang mungkin melibatkan sejumlah negara lain di kawasan. Ini mungkin melibatkan badan-badan internasional yang akan membantu menyediakan keamanan dan pemerintahan.”

“Politik dan strategi adalah soal prioritas dan alternatif,” ujar Profesor Meir Litvak, pakar Hamas Israel terkemuka dan peneliti utama di Pusat Studi Timur Tengah Dayan di Universitas Tel Aviv, mengatakan kepada Sputnik.

Dia menjelaskan, “Jika kita tidak menginginkan Hamas, kita harus memikirkan alternatif lain. Baik Israel maupun Mesir tidak ingin menguasai Gaza. Kekacauan dapat menyebabkan munculnya organisasi-organisasi yang lebih radikal, sehingga Otoritas Palestina tampaknya menjadi satu-satunya alternatif yang layak. Ini pemerintahan Palestina yang sah; mereka pernah memerintah Gaza di masa lalu. Ini tidak ideal, tapi inilah yang kita miliki."



Litvak menambahkan, "Memulihkan Otoritas Palestina akan menjadi solusi terbaik dan merupakan gerakan di Tepi Barat menuju pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel."

Faktanya, Otoritas Palestina yang mengambil kendali di Gaza akan sejalan dengan Perjanjian Oslo tahun 1993 yang ditandatangani pada tanggal 13 September 1993 oleh Perdana Menteri Israel saat itu Yitzhak Rabin dan perunding Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Mahmoud Abbas.

Perjanjian tersebut memfasilitasi pembentukan Otoritas Palestina (PA) untuk memerintah Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai langkah pertama menuju solusi dua negara.

Sementara itu, Dr Shaul Bartal, pensiunan letnan kolonel, berpendapat Israel harus berpartisipasi dalam mengendalikan Gaza dengan satu atau lain cara.

“Anda perlu memahami apa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023, ini adalah ancaman nyata terhadap masa depan Negara Israel,” ujar Bartal, peneliti di Pusat Studi Strategis Begin-Sadat Universitas Bar-Ilan, kepada Sputnik.

“Bagaimana Israel dapat menjamin keselamatan dan keamanan setengah juta warga Israel yang tinggal di kota-kota, desa-desa dan kibbutzim di sekitar Jalur Gaza?” tanya dia.

Lebih dari 1.300 orang Yahudi terbunuh dalam serangan mendadak oleh Hamas di wilayah Israel tanggal 7 Oktober 2023. Selain itu, Hamas tidak mengakui hak keberadaan Israel.

“Oleh karena itu, solusi apa pun untuk masa depan Gaza harus melibatkan Israel dalam mengendalikan Gaza dengan satu atau lain cara,” tegas purnawirawan letnan kolonel itu.

Dia menyatakan, “Hal ini bisa saja terjadi dalam format yang mirip dengan apa yang terjadi di Tepi Barat atau sesuatu yang baru. Israel dapat menjadi bagian dari kekuatan multinasional yang akan mengendalikan Jalur Gaza dan menjamin perdamaian dan keamanan bagi semua orang, baik warga Israel maupun Palestina.”

Menurut Bartal, “pendudukan kembali” Israel di Gaza akan menjadi kepentingan Palestina dan Israel, membuka jalan bagi Otoritas Palestina untuk mengambil kendali wilayah tersebut dan membawa perdamaian dan stabilitas di Jalur Gaza.

Akankah Pasukan Multi-Nasional Berhasil?



Pada saat yang sama, baik Litvak dan Bartal merasa skeptis terhadap pasukan penjaga perdamaian multinasional di bawah payung PBB.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More