Mengapa Anak-anak Palestina di Gaza Jadi Target Empuk Serangan Israel?
Senin, 30 Oktober 2023 - 13:51 WIB
JAKARTA - Jumlah korban tewas di Gaza, Palestina, dalam perang Israel-Hamas telah mencapai lebih dari 8.000 orang. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan separuh dari mereka adalah anak-anak.
Perang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa. Serangan ini menewaskan lebih dari 1.400 orang, dan ratusan lainnya diculik.
Israel merespons dengan mendeklarasikan perang. Militer Zionis telah membombardir Gaza nyaris tanpa henti, menyebabkan lebih dari 8.000 orang tewas dan kehancuran di wilayah kantong Palestina tersebut.
Banyaknya korban sipil di Gaza telah membuat Israel menuai kecaman banyak pihak. Salah satunya Perdana Menteri (PM) Norwegia Jonas Gahr Store, yang mengatakan respons militer Israel terhadap serangan Hamas sudah tidak proporsional.
“Hukum internasional menetapkan bahwa [respons] harus proporsional. Warga sipil harus diperhitungkan, dan hukum humaniter sangat jelas mengenai hal ini. Saya pikir batas ini telah terlampaui,” kata PM Store kepada radio NRK, Senin (30/10/2023).
“Hampir setengah dari ribuan orang yang terbunuh adalah anak-anak,” ujarnya.
“Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri, dan saya menyadari bahwa sangat sulit untuk mempertahankan diri dari serangan dari wilayah padat penduduk seperti Gaza,” kata Store.
Gaza yang telah diblokade bertahun-tahun juga sering kali menjadi tempat konfrontasi antara kelompok-kelompok perlawanan Palestina, seperti Hamas, dengan militer Israel.
Kondisi geografis seperti itu menjadi anak-anak rentan jadi target serangan militer Israel ketika perang pecah seperti sekarang ini.
Menurut militer Israel, Hamas menggunakan penduduk sipil, termasuk anak-anak, sebagai "perisai manusia" untuk melindungi diri mereka dari serangan militer Israel. Ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau korban di kalangan warga sipil, termasuk anak-anak.
Meski demikian, Hamas menyangkal telah menggunakan taktik "perisai manusia" dalam perangnya melawan Israel.
Mereka lahir dan tumbuh dengan perasaan membela tanah air. Jadi ketika seruan Israel agar penduduk Gaza pergi mengungsi, warga Gaza termasuk anak-anak tidak mengindahkannya.
Ketika serangan besar-besaran oleh Israel menghantam Gaza tanpa pandang bulu, anak-anak ikut menjadi korban.
Anak-anak Gaza terbatas dalam akses terhadap perawatan medis yang memadai dan pendidikan yang baik. Ketika perang dengan Israel pecah, mereka menjadi korban utama.
Perang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa. Serangan ini menewaskan lebih dari 1.400 orang, dan ratusan lainnya diculik.
Israel merespons dengan mendeklarasikan perang. Militer Zionis telah membombardir Gaza nyaris tanpa henti, menyebabkan lebih dari 8.000 orang tewas dan kehancuran di wilayah kantong Palestina tersebut.
Banyaknya korban sipil di Gaza telah membuat Israel menuai kecaman banyak pihak. Salah satunya Perdana Menteri (PM) Norwegia Jonas Gahr Store, yang mengatakan respons militer Israel terhadap serangan Hamas sudah tidak proporsional.
“Hukum internasional menetapkan bahwa [respons] harus proporsional. Warga sipil harus diperhitungkan, dan hukum humaniter sangat jelas mengenai hal ini. Saya pikir batas ini telah terlampaui,” kata PM Store kepada radio NRK, Senin (30/10/2023).
“Hampir setengah dari ribuan orang yang terbunuh adalah anak-anak,” ujarnya.
“Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri, dan saya menyadari bahwa sangat sulit untuk mempertahankan diri dari serangan dari wilayah padat penduduk seperti Gaza,” kata Store.
4 Sebab Anak-anak Gaza Jadi Target Empuk Serangan Israel
1. Lokasi Geografis
Gaza adalah sebuah daerah yang padat penduduk, yakni lebih dari 2 juta jiwa. Banyak dari mereka adalah anak-anak.Gaza yang telah diblokade bertahun-tahun juga sering kali menjadi tempat konfrontasi antara kelompok-kelompok perlawanan Palestina, seperti Hamas, dengan militer Israel.
Kondisi geografis seperti itu menjadi anak-anak rentan jadi target serangan militer Israel ketika perang pecah seperti sekarang ini.
2. Penggunaan Perisai Manusia
Hamas diklaim Israel sering kali beroperasi dari area yang dihuni warga sipil, seperti sekolah dan rumah sakit.Menurut militer Israel, Hamas menggunakan penduduk sipil, termasuk anak-anak, sebagai "perisai manusia" untuk melindungi diri mereka dari serangan militer Israel. Ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau korban di kalangan warga sipil, termasuk anak-anak.
Meski demikian, Hamas menyangkal telah menggunakan taktik "perisai manusia" dalam perangnya melawan Israel.
3. Lingkungan Kekerasan
Ketegangan dan konflik antara kelompok Hamas dan Israel telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan serangkaian konfrontasi dan perang. Anak-anak di Gaza tumbuh di lingkungan yang sarat kekerasan.Mereka lahir dan tumbuh dengan perasaan membela tanah air. Jadi ketika seruan Israel agar penduduk Gaza pergi mengungsi, warga Gaza termasuk anak-anak tidak mengindahkannya.
Ketika serangan besar-besaran oleh Israel menghantam Gaza tanpa pandang bulu, anak-anak ikut menjadi korban.
4. Keterbatasan Akses
Situasi di Gaza juga mencakup keterbatasan akses terhadap fasilitas medis, pendidikan, dan kebutuhan dasar lainnya.Anak-anak Gaza terbatas dalam akses terhadap perawatan medis yang memadai dan pendidikan yang baik. Ketika perang dengan Israel pecah, mereka menjadi korban utama.
(mas)
tulis komentar anda