1.000 Kucing Nyaris Dibantai untuk Jadi Santapan di China
Jum'at, 27 Oktober 2023 - 14:50 WIB
BEIJING - Polisi di China telah menyelamatkan sekitar 1.000 ekor kucing dari truk dalam perjalanan ke rumah jagal.
Tindakan polisi itu sebagai upaya menghentikan perdagangan gelap yang secara curang menjual daging kucing untuk santapan dengan disamarkan sebagai daging babi atau kambing. Praktik ini telah memicu kekhawatiran baru mengenai keamanan pangan di negara tersebut.
Mengutip The Paper—media yang berafiliasi dengan pemerintah China—, berdasarkan informasi dari aktivis satwa awal bulan ini, para petugas polisi dari Zhangjiagang, di provinsi Jiangsu, mencegat sebuah kendaraan yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut kucing yang ditangkap.
Tanpa intervensi, lanjut laporan itu, kucing-kucing tersebut kemungkinan besar akan disembelih dan dikirim ke wilayah selatan untuk disajikan sebagai sate babi dan domba serta sosis.
Polisi dan otoritas pertanian sejak itu mengirim kucing-kucing itu ke tempat penampungan terdekat, setelah menggagalkan rencana yang bisa menghasilkan USD20.500.
Laporan tersebut tidak menyebutkan apakah ada penangkapan yang telah dilakukan, atau apakah kucing-kucing tersebut adalah kucing liar atau hewan peliharaan.
Menurut laporan CNN, Jumat (27/10/2023), polisi Zhangjiagang dan tempat penampungan hewan di wilayah itu telah dihubungi namun belum memberikan komentar.
The Paper melaporkan bahwa aktivis satwa pertama kali melihat sejumlah besar kotak kayu berpaku yang berisi banyak kucing di dekat kuburan.
Mereka berpatroli di jalan-jalan selama enam hari dan ketika truk mulai mengangkut kucing-kucing tersebut ke rumah jagal, mereka turun tangan dan menelepon polisi.
Gambar-gambar yang diterbitkan oleh The Paper menunjukkan kucing-kucing yang diselamatkan di tempat penampungan sedang beristirahat di kandang yang lebih besar.
Salah satu aktivis yang dikutip oleh media tersebut mengatakan operasi ilegal itu dapat menjual satu pon daging kucing dengan harga sekitar USD4 dengan menyamarkannya sebagai daging kambing dan babi.
Setiap kucing memiliki berat sekitar empat hingga lima pon setelah diproses.
“Beberapa orang akan melakukan apa pun karena ini menguntungkan,” kata Gong Jian, seorang aktivis yang membangun tempat perlindungan bagi kucing liar di Jiangsu, kepada The Paper.
Aktivis lainnya, Han Jiali, yang mengatakan bahwa dia ikut serta dalam menghentikan truk tersebut, mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya, dan bahwa dia telah menghentikan perdagangan gelap serupa sebelumnya di Guangdong, sebuah provinsi di China selatan.
Laporan tersebut memicu gelombang kekhawatiran baru mengenai hak-hak satwa dan keamanan pangan di media sosial China, dan banyak yang menyerukan pengawasan yang lebih ketat oleh pihak berwenang.
Negara ini telah berjuang dengan sejarah panjang skandal pangan dan keamanan di masa lalu.
Salah satu skandal makanan yang menjadi viral baru-baru ini adalah tentang kepala tikus yang ditemukan dalam makanan kampus di perguruan tinggi.
Para pejabat lokal pada awalnya bersikeras bahwa kasus tersebut hanyalah sebuah tipuan belaka, namun karena adanya kekhawatiran bahwa penyelidik provinsi akan menutup-nutupi kasus tersebut, mereka dipanggil dan ternyata sebaliknya.
Meskipun China memiliki undang-undang yang mengatur dan melindungi ternak dan hewan yang terancam punah, tidak ada undang-undang umum yang menargetkan kekejaman terhadap satwa terhadap hewan peliharaan serta anjing dan kucing liar.
Kelompok pembela hak-hak satwa dan lingkungan telah lama berkampanye menentang penggunaan bagian tubuh hewan—termasuk dari banyak spesies yang terancam punah—untuk pengobatan tradisional.
Ada juga peningkatan penolakan terhadap festival daging anjing tahunan di Yulin, di wilayah otonom barat Guangxi.
“Hewan tidak punya hak dan tidak ada jaminan keamanan pangan,” tulis salah satu dari ratusan pengguna media sosial yang ikut serta dalam perdebatan terbaru.
MG/Maulana Muhammad Rizqi
Tindakan polisi itu sebagai upaya menghentikan perdagangan gelap yang secara curang menjual daging kucing untuk santapan dengan disamarkan sebagai daging babi atau kambing. Praktik ini telah memicu kekhawatiran baru mengenai keamanan pangan di negara tersebut.
Mengutip The Paper—media yang berafiliasi dengan pemerintah China—, berdasarkan informasi dari aktivis satwa awal bulan ini, para petugas polisi dari Zhangjiagang, di provinsi Jiangsu, mencegat sebuah kendaraan yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut kucing yang ditangkap.
Tanpa intervensi, lanjut laporan itu, kucing-kucing tersebut kemungkinan besar akan disembelih dan dikirim ke wilayah selatan untuk disajikan sebagai sate babi dan domba serta sosis.
Polisi dan otoritas pertanian sejak itu mengirim kucing-kucing itu ke tempat penampungan terdekat, setelah menggagalkan rencana yang bisa menghasilkan USD20.500.
Laporan tersebut tidak menyebutkan apakah ada penangkapan yang telah dilakukan, atau apakah kucing-kucing tersebut adalah kucing liar atau hewan peliharaan.
Menurut laporan CNN, Jumat (27/10/2023), polisi Zhangjiagang dan tempat penampungan hewan di wilayah itu telah dihubungi namun belum memberikan komentar.
The Paper melaporkan bahwa aktivis satwa pertama kali melihat sejumlah besar kotak kayu berpaku yang berisi banyak kucing di dekat kuburan.
Mereka berpatroli di jalan-jalan selama enam hari dan ketika truk mulai mengangkut kucing-kucing tersebut ke rumah jagal, mereka turun tangan dan menelepon polisi.
Gambar-gambar yang diterbitkan oleh The Paper menunjukkan kucing-kucing yang diselamatkan di tempat penampungan sedang beristirahat di kandang yang lebih besar.
Salah satu aktivis yang dikutip oleh media tersebut mengatakan operasi ilegal itu dapat menjual satu pon daging kucing dengan harga sekitar USD4 dengan menyamarkannya sebagai daging kambing dan babi.
Setiap kucing memiliki berat sekitar empat hingga lima pon setelah diproses.
“Beberapa orang akan melakukan apa pun karena ini menguntungkan,” kata Gong Jian, seorang aktivis yang membangun tempat perlindungan bagi kucing liar di Jiangsu, kepada The Paper.
Aktivis lainnya, Han Jiali, yang mengatakan bahwa dia ikut serta dalam menghentikan truk tersebut, mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya, dan bahwa dia telah menghentikan perdagangan gelap serupa sebelumnya di Guangdong, sebuah provinsi di China selatan.
Laporan tersebut memicu gelombang kekhawatiran baru mengenai hak-hak satwa dan keamanan pangan di media sosial China, dan banyak yang menyerukan pengawasan yang lebih ketat oleh pihak berwenang.
Negara ini telah berjuang dengan sejarah panjang skandal pangan dan keamanan di masa lalu.
Salah satu skandal makanan yang menjadi viral baru-baru ini adalah tentang kepala tikus yang ditemukan dalam makanan kampus di perguruan tinggi.
Para pejabat lokal pada awalnya bersikeras bahwa kasus tersebut hanyalah sebuah tipuan belaka, namun karena adanya kekhawatiran bahwa penyelidik provinsi akan menutup-nutupi kasus tersebut, mereka dipanggil dan ternyata sebaliknya.
Meskipun China memiliki undang-undang yang mengatur dan melindungi ternak dan hewan yang terancam punah, tidak ada undang-undang umum yang menargetkan kekejaman terhadap satwa terhadap hewan peliharaan serta anjing dan kucing liar.
Kelompok pembela hak-hak satwa dan lingkungan telah lama berkampanye menentang penggunaan bagian tubuh hewan—termasuk dari banyak spesies yang terancam punah—untuk pengobatan tradisional.
Ada juga peningkatan penolakan terhadap festival daging anjing tahunan di Yulin, di wilayah otonom barat Guangxi.
“Hewan tidak punya hak dan tidak ada jaminan keamanan pangan,” tulis salah satu dari ratusan pengguna media sosial yang ikut serta dalam perdebatan terbaru.
MG/Maulana Muhammad Rizqi
(mas)
tulis komentar anda