Gara-gara Rusia, AS Uji Ledakan Eksplosif di Situs Tes Nuklir Nevada
Sabtu, 21 Oktober 2023 - 16:12 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) telah melakukan eksperimen dengan daya ledak tinggi (eksplosif) di situs uji coba senjata nuklir di Nevada.
Itu dilakukan pada Rabu lalu, beberapa jam setelah Moskow sampaikan niatnya untuk mencabut larangan uji coba senjata nuklir, yang menurut Moskow akan membuat Rusia setara dengan Amerika.
Uji coba ledakan eksplosif di situs tes nuklir Nevada menggunakan bahan kimia dan radioisotop. "Untuk memvalidasi model prediksi ledakan baru yang dapat membantu mendeteksi ledakan atom di negara lain," kata Departemen Energi AS yang dikutip Bloomberg.
“Eksperimen ini memajukan upaya kami untuk mengembangkan teknologi baru guna mendukung tujuan nonproliferasi nuklir AS,” ujar Corey Hinderstein, Wakil Administrator Nonproliferasi Nuklir Pertahanan di Administrasi Keamanan Nuklir Nasional AS, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Fox News, Jumat (20/10/2023).
“Mereka akan membantu mengurangi ancaman nuklir global dengan meningkatkan deteksi uji coba bahan peledak nuklir bawah tanah.
Tes ini penting karena waktunya, di mana para anggota Majelis Rendah Rusia mengumumkan niat mereka untuk mencabut ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif.
Rancangan Undang-Undang (RUU) dari Majelis Rendah tersebut akan diajukan ke Majelis Tinggi Rusia atau Dewan Federasi, yang akan mempertimbangkannya minggu depan.
Para anggota Dewan Federasi telah mengatakan mereka akan mendukung RUU tersebut.
Perjanjian tersebut, yang diadopsi pada tahun 1996, melarang semua ledakan nuklir di mana pun di dunia, meskipun perjanjian tersebut tidak pernah sepenuhnya berlaku.
Selain AS, perjanjian ini belum diratifikasi oleh China, India, Pakistan, Korea Utara, Israel, Iran, dan Mesir.
Menurut laporan Bloomberg, para pejabat Amerika mengatakan diperlukan transparansi yang lebih besar karena meskipun Amerika dan Rusia tidak menguji hulu ledak, mereka melakukan apa yang disebut eksperimen sub-kritis–yaitu ledakan yang memverifikasi desain senjata tanpa sejumlah bahan atom yang diperlukan untuk mempertahankan reaksi berantai.
Ada kekhawatiran luas bahwa Rusia akan melanjutkan uji coba nuklirnya untuk mencoba menghalangi dukungan Barat terhadap Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa meskipun beberapa ahli telah berbicara tentang perlunya melakukan uji coba nuklir, dia belum memberikan pendapat mengenai masalah ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov mengatakan pekan lalu bahwa Moskow akan terus menghormati larangan tersebut dan hanya akan melanjutkan uji coba nuklir jika Washington melakukannya terlebih dahulu.
Itu dilakukan pada Rabu lalu, beberapa jam setelah Moskow sampaikan niatnya untuk mencabut larangan uji coba senjata nuklir, yang menurut Moskow akan membuat Rusia setara dengan Amerika.
Uji coba ledakan eksplosif di situs tes nuklir Nevada menggunakan bahan kimia dan radioisotop. "Untuk memvalidasi model prediksi ledakan baru yang dapat membantu mendeteksi ledakan atom di negara lain," kata Departemen Energi AS yang dikutip Bloomberg.
“Eksperimen ini memajukan upaya kami untuk mengembangkan teknologi baru guna mendukung tujuan nonproliferasi nuklir AS,” ujar Corey Hinderstein, Wakil Administrator Nonproliferasi Nuklir Pertahanan di Administrasi Keamanan Nuklir Nasional AS, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Fox News, Jumat (20/10/2023).
“Mereka akan membantu mengurangi ancaman nuklir global dengan meningkatkan deteksi uji coba bahan peledak nuklir bawah tanah.
Baca Juga
Tes ini penting karena waktunya, di mana para anggota Majelis Rendah Rusia mengumumkan niat mereka untuk mencabut ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif.
Rancangan Undang-Undang (RUU) dari Majelis Rendah tersebut akan diajukan ke Majelis Tinggi Rusia atau Dewan Federasi, yang akan mempertimbangkannya minggu depan.
Para anggota Dewan Federasi telah mengatakan mereka akan mendukung RUU tersebut.
Perjanjian tersebut, yang diadopsi pada tahun 1996, melarang semua ledakan nuklir di mana pun di dunia, meskipun perjanjian tersebut tidak pernah sepenuhnya berlaku.
Selain AS, perjanjian ini belum diratifikasi oleh China, India, Pakistan, Korea Utara, Israel, Iran, dan Mesir.
Menurut laporan Bloomberg, para pejabat Amerika mengatakan diperlukan transparansi yang lebih besar karena meskipun Amerika dan Rusia tidak menguji hulu ledak, mereka melakukan apa yang disebut eksperimen sub-kritis–yaitu ledakan yang memverifikasi desain senjata tanpa sejumlah bahan atom yang diperlukan untuk mempertahankan reaksi berantai.
Ada kekhawatiran luas bahwa Rusia akan melanjutkan uji coba nuklirnya untuk mencoba menghalangi dukungan Barat terhadap Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa meskipun beberapa ahli telah berbicara tentang perlunya melakukan uji coba nuklir, dia belum memberikan pendapat mengenai masalah ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov mengatakan pekan lalu bahwa Moskow akan terus menghormati larangan tersebut dan hanya akan melanjutkan uji coba nuklir jika Washington melakukannya terlebih dahulu.
(mas)
tulis komentar anda