Belum Bayar Rp11,5 Triliun, Peran Indonesia dalam Proyek Jet Tempur KF-21 Terancam
Kamis, 19 Oktober 2023 - 11:46 WIB
SEOUL - Peran Indonesia dalam proyek pengembangan jet tempur KF-21/IF-X bersama Korea Selatan (Korsel) terancam karena tunggakan 991,1 miliar Won (lebih dari Rp11,5 triliun) belum juga dibayar.
Menyusul kunjungannya ke Indonesia awal bulan ini, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Eom Dong-hwan, telah mengusulkan untuk menangguhkan kerja sama dengan Indonesia dalam proyek jet tempur tersebut.
Pada 6 Oktober lalu, Kementerian Pertahanan Indonesia mengumumkan bahwa Eom Dong-hwan bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Namun kedua belah pihak tetap bungkam terkait dengan kesimpulan diskusi mereka.
Saat diperiksa publikasi pertahanan Janes saat itu, DAPA menyatakan terus melakukan normalisasi Pengembangan Bersama KF-21 Republik Korea-Republik Indonesia (RoK-RI). Namun, pihaknya menambahkan bahwa karena diskusi berlangsung antara kedua belah pihak, pengungkapan rinciannya dibatasi.
Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, sebagaimana dilaporkan Asia Times, Jumat (19/10/2023), Eom Dong-hwan mengisyaratkan bahwa segala sesuatunya mungkin tidak baik-baik saja meskipun pihaknya telah berdiskusi dengan Indonesia secara mendalam untuk mempertahankan kemitraan dan melanjutkan program.
Eom Dong-hwan, lanjut laporan tersebut, mencatat bahwa Indonesia belum menyumbang 991,1 miliar Won dan proyek tersebut akan ditinjau secara menyeluruh dalam waktu dekat.
Saat menghadiri audit Komisi Pertahanan Nasional yang diadakan di Majelis Nasional di Yeouido pada tanggal 16 Oktober, Eom Dong-hwan mengatakan, “Kita harus mengambil tindakan tegas terkait tidak dibayarnya bagian proyek KF-21 oleh Indonesia.”
Eom Dong-hwan mengaku telah mengatakan kepada pihak Indonesia, “Untuk menghentikan proyek KF-21 dengan baik, kontribusi harus dibayarkan. Kami tidak punya pilihan selain meninjau kembali keseluruhan bisnis dari awal.”
Sejak Indonesia bergabung dalam program ini, Indonesia hanya mampu membayar sejumlah kecil dari total bagian, sehingga menyebabkan keributan di Korea Selatan.
Sumber yang tidak disebutkan namanya dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengatakan pihaknya tidak akan mundur dari komitmennya terhadap program pesawat tempur generasi 4.5 KF-21 Boramae Korea Selatan, meskipun gagal memenuhi tenggat waktu pembayaran. Sumber tersebut mencatat, Indonesia telah menyumbang 21% cost share hingga Juni 2023.
Meskipun belum membayar iuran menjadi kendala, Indonesia mengeluhkan permasalahan yang timbul akibat keikutsertaan dalam inisiatif KF-21/IFX.
Pada 2 Oktober lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa keberlanjutan program kerja sama KF-21/IFX dipengaruhi oleh tiga kesulitan utama, yang meliputi hak kekayaan intelektual, perjanjian, dan hak pemasaran.
Moeldoko mencatat bahwa alokasi pembagian biaya untuk proyek tersebut tertunda dan memerlukan negosiasi ulang untuk menyelesaikan masalah ini.
"Masalah pembayaran telah menjadi keputusan yang diambil oleh Kementerian Keuangan,” katanya. “Kolaborasi ini mempertaruhkan hubungan politik antara Indonesia dan Korea Selatan. Ini harus kita pertimbangkan dengan serius,” ujarnya.
Indonesia menginginkan 20% saham dalam program KF-21 dan transfer teknologi, sementara Korea memegang sisanya.
Menyusul kunjungannya ke Indonesia awal bulan ini, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Eom Dong-hwan, telah mengusulkan untuk menangguhkan kerja sama dengan Indonesia dalam proyek jet tempur tersebut.
Pada 6 Oktober lalu, Kementerian Pertahanan Indonesia mengumumkan bahwa Eom Dong-hwan bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Namun kedua belah pihak tetap bungkam terkait dengan kesimpulan diskusi mereka.
Saat diperiksa publikasi pertahanan Janes saat itu, DAPA menyatakan terus melakukan normalisasi Pengembangan Bersama KF-21 Republik Korea-Republik Indonesia (RoK-RI). Namun, pihaknya menambahkan bahwa karena diskusi berlangsung antara kedua belah pihak, pengungkapan rinciannya dibatasi.
Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, sebagaimana dilaporkan Asia Times, Jumat (19/10/2023), Eom Dong-hwan mengisyaratkan bahwa segala sesuatunya mungkin tidak baik-baik saja meskipun pihaknya telah berdiskusi dengan Indonesia secara mendalam untuk mempertahankan kemitraan dan melanjutkan program.
Eom Dong-hwan, lanjut laporan tersebut, mencatat bahwa Indonesia belum menyumbang 991,1 miliar Won dan proyek tersebut akan ditinjau secara menyeluruh dalam waktu dekat.
Saat menghadiri audit Komisi Pertahanan Nasional yang diadakan di Majelis Nasional di Yeouido pada tanggal 16 Oktober, Eom Dong-hwan mengatakan, “Kita harus mengambil tindakan tegas terkait tidak dibayarnya bagian proyek KF-21 oleh Indonesia.”
Eom Dong-hwan mengaku telah mengatakan kepada pihak Indonesia, “Untuk menghentikan proyek KF-21 dengan baik, kontribusi harus dibayarkan. Kami tidak punya pilihan selain meninjau kembali keseluruhan bisnis dari awal.”
Sejak Indonesia bergabung dalam program ini, Indonesia hanya mampu membayar sejumlah kecil dari total bagian, sehingga menyebabkan keributan di Korea Selatan.
Sumber yang tidak disebutkan namanya dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengatakan pihaknya tidak akan mundur dari komitmennya terhadap program pesawat tempur generasi 4.5 KF-21 Boramae Korea Selatan, meskipun gagal memenuhi tenggat waktu pembayaran. Sumber tersebut mencatat, Indonesia telah menyumbang 21% cost share hingga Juni 2023.
Meskipun belum membayar iuran menjadi kendala, Indonesia mengeluhkan permasalahan yang timbul akibat keikutsertaan dalam inisiatif KF-21/IFX.
Pada 2 Oktober lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa keberlanjutan program kerja sama KF-21/IFX dipengaruhi oleh tiga kesulitan utama, yang meliputi hak kekayaan intelektual, perjanjian, dan hak pemasaran.
Moeldoko mencatat bahwa alokasi pembagian biaya untuk proyek tersebut tertunda dan memerlukan negosiasi ulang untuk menyelesaikan masalah ini.
"Masalah pembayaran telah menjadi keputusan yang diambil oleh Kementerian Keuangan,” katanya. “Kolaborasi ini mempertaruhkan hubungan politik antara Indonesia dan Korea Selatan. Ini harus kita pertimbangkan dengan serius,” ujarnya.
Indonesia menginginkan 20% saham dalam program KF-21 dan transfer teknologi, sementara Korea memegang sisanya.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda