Saksi Mata Operasi Badai al-Aqsa Hamas: Ini Kegagalan Intelijen dan Militer Israel Skala Besar

Senin, 09 Oktober 2023 - 09:17 WIB
Mobil-mobil di Ashkelon, Israel, terbakar oleh serangan roket Hamas. Operasi Badai al-Aqsa yang diluncurkan Hamas terhadap Israel telah menewaskan lebih dari 700 orang. Foto/REUTERS
TEL AVIV - Seorang pemandu wisata Israel yang menjadi saksi mata telah menggambarkan ngerinya serangan besar-besaran Hamas yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa. Serangan yang dimulai sejak Sabtu itu telah menewaskan lebih dari 700 orang.

Saksi mata Robby Berman mengambarkan parahnya situasi di Israel kepada Kayleigh McEnany dari Fox News.

Dia mengkritik badan intelijen dan militer Israel atas pengepungan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya itu.



Operasi Badai al-Aqsa dimulai dengan tembakan ribuan roket dalam hitungan menit ke berbagai kota di Israel. Ribuan roket itu gagal dicegat, menghantam banyak gedung dan instalasi militer Israel.

Sesaat kemudian, ratusan milisi Hamas memasuki kota-kota Israel selatan melalui Jalur Gaza. Mereka mengumbar tembakan dan menculik ratusan orang—yang diakui Pasukan Pertahanan Israel sebagai warga sipil dan tentara.



Serangan besar-besaran itu berlanjut hingga hari kedua pada Minggu dan hingga hari ini atau hari ketiga belum terlihat tanda konflik akan berakhir.

Sementara itu, kepemimpinan Israel menghadapi teka-teki karena beberapa pihak, seperti Berman, bertanya mengapa intelijen tidak memprediksi serangan itu sebelumnya.

"Ini adalah hal yang sedang berlangsung. Para [milisi Hamas] belum dibersihkan di luar Israel. Masih ada mereka di Israel dan semua ini adalah sebuah kegagalan besar, bukan hanya kegagalan intelijen, ini adalah kegagalan militer dan politik yang besar, namun lebih banyak lagi kegagalan militer," kata Berman.

"Bagaimana caranya? Mungkinkah mereka berhasil membunuh semua orang, semua pos penjagaan? Bunuh tentara. Bunuh mereka saat tidur..." ujar saksi mata tersebut.

Dia membenarkan bahwa ratusan warga Israel terbunuh. "Sulit dipercaya. Ini adalah tindakan perang dan keadaan tidak akan baik-baik saja di negara ini selama beberapa bulan ke depan," ujarnya.

Kabinet Israel secara resmi telah menyatakan perang untuk pertama kalinya sejak Perang Yom Kippur tahun 1973.

“Saya tidak heran jika dalam enam bulan ada komite, penyelidikan dan perdana menteri dan menteri pertahanan dan kepala staf semua dan kepala Shabak, ingat semua harus mengundurkan diri karena itu sebuah kegagalan dalam skala besar, intelijen, militer, dan politik," kata Berman kepada Fox News, yang dilansir Senin (9/10/2023).

Karena ketakutan, beberapa warga sipil menunggu penyelamatan. Berman menggambarkan sebuah kejadian yang melibatkan seorang anak berusia delapan tahun dan saudara laki-lakinya yang berusia empat tahun.

“Beberapa jam yang lalu, seorang wanita mengatakan bahwa dia menerima panggilan telepon dari keponakannya yang berusia delapan tahun dan mengatakan dia bersembunyi di dalam kibbutznya. Mereka [milisi Hamas] telah membunuh ibu dan ayah. Dia bersembunyi bersama saudara laki-lakinya yang berusia empat tahun di bawah tempat tidur. Mereka sudah berada di sana selama berjam-jam. Tidak ada yang datang mengambilnya..." katanya.

Beberapa turis Amerika juga terjebak di Tanah Suci Yerusalem, putus asa untuk kembali ke rumah.

Lizzy Savetsky, seorang aktivis Israel yang tinggal di New York, telah dikurung bersama keluarganya di sebuah hotel sejak sirene mulai berbunyi pada hari Sabtu.

Dia bergabung dengan Fox News dalam siaran langsung dari Israel pada hari Minggu di mana dia menceritakan kisahnya kepada pembawa acara "FOX & Friends Weekend", Will Cain.

“Kami di sini untuk merayakan Simchat Torah, yang, seperti yang Anda tahu, 'Simchat' berarti bahagia. Ini adalah perayaan kebahagiaan dan kegembiraan serta pengabdian kami kepada Taurat dan tanah air kami. Lalu kami dibangunkan secara kasar kemarin pagi oleh sirene yang berbunyi," katanya.

"Suami saya sudah berada di sinagoga di hotel kami. Dia bersama putri saya yang berusia sembilan tahun, dan saya berada di kamar bersama putri sulung saya dan bayi laki-laki saya, putri sulung saya masuk ke kamar dan dia berkata , 'Saya mendengar sirene. Ada yang bilang, ada latihan bom.' Dan saya berkata, 'Stella, tidak ada latihan pengeboman di Israel. Ini nyata.' Dan hal berikutnya yang kami tahu, pengeras suara hotel memberitahu semua orang untuk segera pergi ke tempat perlindungan bom."

Savetsky mengatakan dia dan keluarganya keluar masuk tempat penampungan sepanjang hari dan tidak mengetahui di mana suami dan putri tengahnya berada, membuat pengalaman tersebut semakin menyedihkan.

Akhirnya bersatu kembali, suaminya dan laki-laki lainnya melanjutkan kebaktian doa mereka di tempat perlindungan bom.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More