Apa Itu Operasi Badai Al-Aqsa? Berikut 5 Faktanya
Sabtu, 07 Oktober 2023 - 21:20 WIB
GAZA - Hamas mengejutkan Israel dengan meluncurkan serangan mendadak yakni Operasi Badai Al-Aqsa . Amerika Serikat dan negara yang menjadi sekutu Israel juga tidak mampu berkata banyak dengan serangan roket yang masif dan infiltrasi pejuang Hamas ke wilayah Israel.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 40 orang Israel. Israel mengatakan kelompok yang didukung Iran telah menyatakan perang ketika tentaranya mengkonfirmasi pertempuran dengan perjuang Hamas di beberapa kota Israel dan pangkalan militer di dekat Gaza.
Militer Israel mengatakan pihaknya membalas dengan serangan udara ke Gaza, di mana para saksi melaporkan mendengar ledakan besar dan banyak orang tewas dan terluka dibawa ke rumah sakit. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan 198 warga Palestina tewas dalam serangan udara saat pemboman menghantam Kota Gaza, menimbulkan awan asap hitam membubung ke langit.
Hamas mengatakan serangan itu didorong oleh apa yang disebutnya sebagai peningkatan serangan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat, Yerusalem, dan terhadap warga Palestina di penjara-penjara Israel.
Foto/Reuters
Wakil Pemimpin Hamas Saleh al-Arouri mengatakan bahwa operasi skala besar di Gaza dimaksudkan untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsa dan membebaskan para tahanan, dan mendesak warga Palestina di Tepi Barat untuk bergabung dalam operasi "Badai Al-Aqsa".
"Jika perlawanan dapat terlibat dalam bentrokan dengan seluruh permukiman di Tepi Barat. Kami mendesak rakyat kami untuk berpartisipasi dalam operasi Badai Al-Aqsa," kata al-Arouri, menekankan pentingnya Tepi Barat dalam menanggapi kekejaman Israel yang sedang berlangsung, seperti dilansir Badan Pers Palestina (Safa).
“Kita semua harus terlibat dalam pertempuran ini, terutama para pejuang perlawanan di Tepi Barat,” lanjutnya.
Al-Arouri mencatat bahwa “pejuang di Gaza telah memulai operasi skala besar untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsa dan membebaskan para tahanan.”
Dia menyerukan "negara-negara Arab dan Islam untuk berpartisipasi dalam operasi Badai Al-Aqsa. Mari kita menyalakan api di Tepi Barat dan mengundang negara-negara tersebut untuk terlibat dalam pertempuran."
Foto/Reuters
Juru bicara Hamas Khaled Qadomi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa operasi militer kelompok tersebut adalah respons terhadap semua kekejaman yang dihadapi warga Palestina selama beberapa dekade.
“Kami ingin masyarakat internasional menghentikan kekejaman di Gaza, terhadap rakyat Palestina, tempat suci kami seperti Al-Aqsa. Semua hal inilah yang menjadi alasan di balik dimulainya pertempuran ini,” katanya.
Foto/Reuters
Operasi Badai Al-Aqsa dipimpin komandan militer Hamas Mohammed Al-Deif. “Ini adalah hari pertempuran terbesar untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi,” kata Mohammed Deif, komandan militer Hamas, seraya menambahkan bahwa 5.000 roket telah diluncurkan.
“Setiap orang yang mempunyai senjata harus mengeluarkannya. Waktunya telah tiba,” kata Deif.
Hamas menyerukan “pejuang perlawanan di Tepi Barat” serta “negara-negara Arab dan Islam” untuk bergabung dalam pertempuran tersebut, dalam sebuah pernyataan yang diposting di Telegram.
Foto/Reuters
Operasi Badai Al-Aqsa adalah kegagalan intelijen yang sangat besar bagi Israel. Negara ini memiliki salah satu jaringan intelijen terluas dan canggih di Timur Tengah, baik domestik maupun eksternal.
Mereka mempunyai informan yang tertanam dalam kelompok militan tidak hanya di wilayah Palestina tetapi juga di Lebanon, Suriah dan tempat lain. Di masa lalu, mereka mampu membunuh para pemimpin Palestina baik dengan serangan pesawat tak berawak atau bahkan ponsel yang dijadikan jebakan.
"Namun hari ini, di penghujung hari raya Yahudi, nampaknya mereka tertidur di belakang kemudi. Hamas telah mampu merencanakan dan melancarkan serangan yang terkoordinasi dengan hati-hati terhadap Israel yang tampaknya dilakukan secara sangat rahasia," ungkap Frank Gardner, jurnalis BBC.
Bahwa Israel akan membalas dengan kekuatan besar adalah hal yang wajar. Namun Israel kini akan bertanya-tanya mengapa mata-mata Israel tidak menyadari hal ini dan memberikan peringatan kepada negaranya.
Foto/Reuters
Serangan roket dan infiltrasi mendadak dari Hamas terhadap Israel terjadi pada peringatan 50 tahun Perang 1973, serangan mendadak oleh negara-negara Arab tetangga Israel yang dimulai pada 6 Oktober 1973.
Israel menyebut perang tersebut sebagai Perang Yom Kippur, karena serangan dimulai pada Yom Kippur, hari paling suci dalam Kalender Yahudi. Orang Yahudi biasanya merayakan hari itu dengan berpuasa dan bertobat atas dosa-dosa mereka pada tahun sebelumnya. Di sebagian besar negara Arab, peristiwa ini dikenal sebagai Perang 6 Oktober dan dianggap sebagai kemenangan.
Konflik dimulai ketika Mesir dan Suriah mengirimkan pasukan dengan harapan dapat merebut kembali wilayah di Dataran Tinggi Golan dan Semenanjung Sinai yang sebelumnya direbut Israel dalam Perang Enam Hari pada Juni 1967.
Arab Saudi, Kuwait, Libya, Aljazair, Tunisia, Sudan, Maroko dan Yordania membantu Mesir dan Suriah dengan pasukan, bantuan keuangan dan senjata. Uni Soviet mengirimkan pasokan ke para pejuang Arab, sementara Amerika Serikat memberikan bantuan kepada Israel.
Perang berakhir dengan pasukan Israel mendekati Damaskus dan seluruh tentara Mesir terkepung.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 40 orang Israel. Israel mengatakan kelompok yang didukung Iran telah menyatakan perang ketika tentaranya mengkonfirmasi pertempuran dengan perjuang Hamas di beberapa kota Israel dan pangkalan militer di dekat Gaza.
Militer Israel mengatakan pihaknya membalas dengan serangan udara ke Gaza, di mana para saksi melaporkan mendengar ledakan besar dan banyak orang tewas dan terluka dibawa ke rumah sakit. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan 198 warga Palestina tewas dalam serangan udara saat pemboman menghantam Kota Gaza, menimbulkan awan asap hitam membubung ke langit.
Hamas mengatakan serangan itu didorong oleh apa yang disebutnya sebagai peningkatan serangan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat, Yerusalem, dan terhadap warga Palestina di penjara-penjara Israel.
Berikut adalah 5 fakta tentang Operasi Badai Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas.
1. Ingin Mempertahankan Masjid Al-Aqsa
Foto/Reuters
Wakil Pemimpin Hamas Saleh al-Arouri mengatakan bahwa operasi skala besar di Gaza dimaksudkan untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsa dan membebaskan para tahanan, dan mendesak warga Palestina di Tepi Barat untuk bergabung dalam operasi "Badai Al-Aqsa".
"Jika perlawanan dapat terlibat dalam bentrokan dengan seluruh permukiman di Tepi Barat. Kami mendesak rakyat kami untuk berpartisipasi dalam operasi Badai Al-Aqsa," kata al-Arouri, menekankan pentingnya Tepi Barat dalam menanggapi kekejaman Israel yang sedang berlangsung, seperti dilansir Badan Pers Palestina (Safa).
“Kita semua harus terlibat dalam pertempuran ini, terutama para pejuang perlawanan di Tepi Barat,” lanjutnya.
Al-Arouri mencatat bahwa “pejuang di Gaza telah memulai operasi skala besar untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsa dan membebaskan para tahanan.”
Dia menyerukan "negara-negara Arab dan Islam untuk berpartisipasi dalam operasi Badai Al-Aqsa. Mari kita menyalakan api di Tepi Barat dan mengundang negara-negara tersebut untuk terlibat dalam pertempuran."
2. Membalas Dendam Penjajahan Israel di Palestina
Foto/Reuters
Juru bicara Hamas Khaled Qadomi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa operasi militer kelompok tersebut adalah respons terhadap semua kekejaman yang dihadapi warga Palestina selama beberapa dekade.
“Kami ingin masyarakat internasional menghentikan kekejaman di Gaza, terhadap rakyat Palestina, tempat suci kami seperti Al-Aqsa. Semua hal inilah yang menjadi alasan di balik dimulainya pertempuran ini,” katanya.
3. Dipimpin Komandan Militer Hamas Mohammed Al-Deif
Foto/Reuters
Operasi Badai Al-Aqsa dipimpin komandan militer Hamas Mohammed Al-Deif. “Ini adalah hari pertempuran terbesar untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi,” kata Mohammed Deif, komandan militer Hamas, seraya menambahkan bahwa 5.000 roket telah diluncurkan.
“Setiap orang yang mempunyai senjata harus mengeluarkannya. Waktunya telah tiba,” kata Deif.
Hamas menyerukan “pejuang perlawanan di Tepi Barat” serta “negara-negara Arab dan Islam” untuk bergabung dalam pertempuran tersebut, dalam sebuah pernyataan yang diposting di Telegram.
Baca Juga
4. Tidak Mampu Diprediksi Israel
Foto/Reuters
Operasi Badai Al-Aqsa adalah kegagalan intelijen yang sangat besar bagi Israel. Negara ini memiliki salah satu jaringan intelijen terluas dan canggih di Timur Tengah, baik domestik maupun eksternal.
Mereka mempunyai informan yang tertanam dalam kelompok militan tidak hanya di wilayah Palestina tetapi juga di Lebanon, Suriah dan tempat lain. Di masa lalu, mereka mampu membunuh para pemimpin Palestina baik dengan serangan pesawat tak berawak atau bahkan ponsel yang dijadikan jebakan.
"Namun hari ini, di penghujung hari raya Yahudi, nampaknya mereka tertidur di belakang kemudi. Hamas telah mampu merencanakan dan melancarkan serangan yang terkoordinasi dengan hati-hati terhadap Israel yang tampaknya dilakukan secara sangat rahasia," ungkap Frank Gardner, jurnalis BBC.
Bahwa Israel akan membalas dengan kekuatan besar adalah hal yang wajar. Namun Israel kini akan bertanya-tanya mengapa mata-mata Israel tidak menyadari hal ini dan memberikan peringatan kepada negaranya.
5. Memperingati Perang 1973
Foto/Reuters
Serangan roket dan infiltrasi mendadak dari Hamas terhadap Israel terjadi pada peringatan 50 tahun Perang 1973, serangan mendadak oleh negara-negara Arab tetangga Israel yang dimulai pada 6 Oktober 1973.
Israel menyebut perang tersebut sebagai Perang Yom Kippur, karena serangan dimulai pada Yom Kippur, hari paling suci dalam Kalender Yahudi. Orang Yahudi biasanya merayakan hari itu dengan berpuasa dan bertobat atas dosa-dosa mereka pada tahun sebelumnya. Di sebagian besar negara Arab, peristiwa ini dikenal sebagai Perang 6 Oktober dan dianggap sebagai kemenangan.
Konflik dimulai ketika Mesir dan Suriah mengirimkan pasukan dengan harapan dapat merebut kembali wilayah di Dataran Tinggi Golan dan Semenanjung Sinai yang sebelumnya direbut Israel dalam Perang Enam Hari pada Juni 1967.
Arab Saudi, Kuwait, Libya, Aljazair, Tunisia, Sudan, Maroko dan Yordania membantu Mesir dan Suriah dengan pasukan, bantuan keuangan dan senjata. Uni Soviet mengirimkan pasokan ke para pejuang Arab, sementara Amerika Serikat memberikan bantuan kepada Israel.
Perang berakhir dengan pasukan Israel mendekati Damaskus dan seluruh tentara Mesir terkepung.
(ahm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda