Keduanya Bersenjata Nuklir, Rusia dan China Membuat AS Sakit Kepala
Sabtu, 01 Agustus 2020 - 04:25 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menghadapi masalah pencegahan strategis yang lebih kompleks karena China dan Rusia terus memodernisasi senjata nuklir dan konvensional mereka. Kebangkitan militer kedua negara itu benar-benar membuat Washington "sakit kepala" karena muncul secara bersamaan.
"Ini adalah pertama kalinya kami akan menghadapi dua musuh berkemampuan nuklir," kata Kepala Komando Strategis AS, Laksamana Charles Richard, dalam sambutannya di Mitchell Institute.
"Sejak runtuhnya Uni Soviet, AS tidak harus mempertimbangkan lawan dekat dalam waktu hampir 30 tahun," ujarnya, seperti dilansir USNI News, Jumat (31/7/2020).
Kremlin telah mencapai 70 persen dari tujuan modernisasi menyeluruh yang ditetapkan 15 tahun lalu. "Penumpukan (senjata) ini mencakup beberapa ribu, senjata nuklir non-traktat," kata Richard, merujuk pada rudal jelajah dan rudal balistik yang tidak tercakup oleh perjanjian pengendalian senjata strategis.
Dia mencatat bahwa Moskow memperluas pasukan nuklirnya secara sepihak ketika Amerika Serikat mengurangi persediaan senjata nuklirnya sendiri. (Baca: Kim Jong-un: Berkat Senjata Nuklir, Korut Tak Akan Diperangi Musuh )
China pun juga telah membuat repot Amerika. "Dalam kasus Beijing, lihat apa yang mereka lakukan, bukan apa yang mereka katakan," kata Richard.
Dia mengutip "ekspansi luar biasa" dalam hal kemampuan militer China untuk memasukkan penambahan rudal jelajah yang diluncurkan melalui udara ke dalam gudang senjata strategisnya.
"Namun yang sama pentingnya dan tepat 'di bawah radar' dari pembangunan militer adalah pembentukan Coast Guard pada 2013 yang memiliki lebih dari 250 kapal yang beroperasi di laut China Timur dan Selatan yang mendukung klaim teritorial Beijing di perairan tersebut. China dapat menjadi pesaing senjata strategis bagi AS pada akhir dekade ini," papar Richard.
Moskow dan Beijing yang memodernisasi dan memperluas kekuatan nuklir mereka, percaya bahwa ancaman penggunaannya akan memengaruhi peristiwa yang menguntungkan mereka selama krisis di Laut China Selatan atau Eropa Timur.
"Ini adalah pertama kalinya kami akan menghadapi dua musuh berkemampuan nuklir," kata Kepala Komando Strategis AS, Laksamana Charles Richard, dalam sambutannya di Mitchell Institute.
"Sejak runtuhnya Uni Soviet, AS tidak harus mempertimbangkan lawan dekat dalam waktu hampir 30 tahun," ujarnya, seperti dilansir USNI News, Jumat (31/7/2020).
Kremlin telah mencapai 70 persen dari tujuan modernisasi menyeluruh yang ditetapkan 15 tahun lalu. "Penumpukan (senjata) ini mencakup beberapa ribu, senjata nuklir non-traktat," kata Richard, merujuk pada rudal jelajah dan rudal balistik yang tidak tercakup oleh perjanjian pengendalian senjata strategis.
Dia mencatat bahwa Moskow memperluas pasukan nuklirnya secara sepihak ketika Amerika Serikat mengurangi persediaan senjata nuklirnya sendiri. (Baca: Kim Jong-un: Berkat Senjata Nuklir, Korut Tak Akan Diperangi Musuh )
China pun juga telah membuat repot Amerika. "Dalam kasus Beijing, lihat apa yang mereka lakukan, bukan apa yang mereka katakan," kata Richard.
Dia mengutip "ekspansi luar biasa" dalam hal kemampuan militer China untuk memasukkan penambahan rudal jelajah yang diluncurkan melalui udara ke dalam gudang senjata strategisnya.
"Namun yang sama pentingnya dan tepat 'di bawah radar' dari pembangunan militer adalah pembentukan Coast Guard pada 2013 yang memiliki lebih dari 250 kapal yang beroperasi di laut China Timur dan Selatan yang mendukung klaim teritorial Beijing di perairan tersebut. China dapat menjadi pesaing senjata strategis bagi AS pada akhir dekade ini," papar Richard.
Moskow dan Beijing yang memodernisasi dan memperluas kekuatan nuklir mereka, percaya bahwa ancaman penggunaannya akan memengaruhi peristiwa yang menguntungkan mereka selama krisis di Laut China Selatan atau Eropa Timur.
tulis komentar anda