Bos TV Kremlin Mengeluh Rusia Tak Punya Sekutu Sama Sekali dalam Perang Ukraina
Rabu, 06 September 2023 - 15:47 WIB
MOSKOW - Bos stasiun televisi RT milik negara Rusia mengeluh bahwa negaranya tidak memiliki sekutu sama sekali dalam perang melawan Ukraina.
Margarita Simonyan, pemimpin redaksi RT, menyampaikan komentar tersebut dalam siaran televisi. Kutipannya dalam video itu kemudian di-posting di media sosial X oleh penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Gerashchenko.
“Penyebar propaganda Rusia, Simonyan, mengeluh bahwa tidak ada sekutu Rusia yang memberikan senjata, mengirim tentara, atau bantuan apa pun kepada Rusia. Dia ingat bahwa Rusia kalah dalam satu-satunya perang yang mereka lakukan sendiri,” tulis Gerashchenko dalam sebuah posting-an di samping video tersebut, seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (6/9/2023).
“Simonyan juga mengulangi salah satu mitos paling populer di Rusia bahwa Uni Sovietlah yang memenangkan Perang Dunia II. Keyakinan ini adalah salah satu pilar yang menjadi landasan Rusia membangun identitasnya," ujarnya.
Simonyan mengatakan Rusia melancarkan perang yang paling sulit, terberat dan umumnya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah negaranya.
“Ini adalah perang yang paling sulit dan terberat karena ini adalah perang pertama dalam sejarah kami di mana kami tidak memiliki sekutu sama sekali,” kata Simonyan.
Diksi yang digunakan Simonyan itu melanggar pedoman Kremlin yang dari awal melarang penggunaan diksi perang dan menegaskan bahwa tindakan Rusia di Ukraina adalah “operasi militer khusus".
Kremlin mengadopsi istilah "operasi militer khusus" sejak invasi besar-besaran ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022. Sejak itu, beberapa pihak telah menyimpang dari pedoman tersebut, termasuk sekutu Putin dan propagandis Kremlin, Vladimir Solovyov, dalam siaran pada November tahun lalu.
Meskipun demikian, warga biasa di negara Rusia dihukum karena menyebut serangan terhadap Ukraina sebagai “perang” atau sebagai “invasi”. Hukuman itu merujuk pada undang-undang yang disahkan pada Maret 2022 untuk menindak perbedaan pendapat.
Simonyan berpendapat bahwa konflik yang sedang berlangsung di Ukraina lebih sulit bagi Rusia daripada Perang Dunia I atau Perang Dunia II, karena saat ini Rusia kekurangan sekutu.
“Dalam apa yang biasa disebut Perang Dunia I, kita juga berperang bersama. Bersama Inggris Raya, Prancis, Amerika Serikat. Dan dalam Perang Dunia II dengan begitu banyak negara, dengan dunia yang begitu kuat terlebih dahulu, bersama-sama kami memukuli, memukul, dan mengakhiri kekejian fasis itu," katanya.
"Mereka tidak lagi malu untuk mengakui bahwa ini bukan lagi perang antara Ukraina dan Rusia,” kata Simonyan.
Kepala saluran RT yang dikelola negara itu kemudian mengatakan Rusia memiliki “satu sekutu dalam perang ini, Belarusia.”
“Tetapi sulit untuk menyebutnya sekutu, karena itu adalah kita,” kata Simonyan.
Simonyan mengatakan Rusia mempunyai sekutu di antara negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan)."Karena “negara-negara ini tidak mengutuk kami," ujarnya.
“Negara-negara ini berharap kami menang, tapi mereka tidak mengirim warganya ke medan perang, tidak mengirim senjata, tidak duduk diam dan berdebat tentang berapa banyak tank Leopard, F-16, HIMARS, dan lain-lain. Mereka, sebut saja begini, mengamati dengan baik," katanya.
Margarita Simonyan, pemimpin redaksi RT, menyampaikan komentar tersebut dalam siaran televisi. Kutipannya dalam video itu kemudian di-posting di media sosial X oleh penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Gerashchenko.
“Penyebar propaganda Rusia, Simonyan, mengeluh bahwa tidak ada sekutu Rusia yang memberikan senjata, mengirim tentara, atau bantuan apa pun kepada Rusia. Dia ingat bahwa Rusia kalah dalam satu-satunya perang yang mereka lakukan sendiri,” tulis Gerashchenko dalam sebuah posting-an di samping video tersebut, seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (6/9/2023).
“Simonyan juga mengulangi salah satu mitos paling populer di Rusia bahwa Uni Sovietlah yang memenangkan Perang Dunia II. Keyakinan ini adalah salah satu pilar yang menjadi landasan Rusia membangun identitasnya," ujarnya.
Simonyan mengatakan Rusia melancarkan perang yang paling sulit, terberat dan umumnya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah negaranya.
“Ini adalah perang yang paling sulit dan terberat karena ini adalah perang pertama dalam sejarah kami di mana kami tidak memiliki sekutu sama sekali,” kata Simonyan.
Diksi yang digunakan Simonyan itu melanggar pedoman Kremlin yang dari awal melarang penggunaan diksi perang dan menegaskan bahwa tindakan Rusia di Ukraina adalah “operasi militer khusus".
Kremlin mengadopsi istilah "operasi militer khusus" sejak invasi besar-besaran ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022. Sejak itu, beberapa pihak telah menyimpang dari pedoman tersebut, termasuk sekutu Putin dan propagandis Kremlin, Vladimir Solovyov, dalam siaran pada November tahun lalu.
Meskipun demikian, warga biasa di negara Rusia dihukum karena menyebut serangan terhadap Ukraina sebagai “perang” atau sebagai “invasi”. Hukuman itu merujuk pada undang-undang yang disahkan pada Maret 2022 untuk menindak perbedaan pendapat.
Simonyan berpendapat bahwa konflik yang sedang berlangsung di Ukraina lebih sulit bagi Rusia daripada Perang Dunia I atau Perang Dunia II, karena saat ini Rusia kekurangan sekutu.
“Dalam apa yang biasa disebut Perang Dunia I, kita juga berperang bersama. Bersama Inggris Raya, Prancis, Amerika Serikat. Dan dalam Perang Dunia II dengan begitu banyak negara, dengan dunia yang begitu kuat terlebih dahulu, bersama-sama kami memukuli, memukul, dan mengakhiri kekejian fasis itu," katanya.
"Mereka tidak lagi malu untuk mengakui bahwa ini bukan lagi perang antara Ukraina dan Rusia,” kata Simonyan.
Kepala saluran RT yang dikelola negara itu kemudian mengatakan Rusia memiliki “satu sekutu dalam perang ini, Belarusia.”
“Tetapi sulit untuk menyebutnya sekutu, karena itu adalah kita,” kata Simonyan.
Simonyan mengatakan Rusia mempunyai sekutu di antara negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan)."Karena “negara-negara ini tidak mengutuk kami," ujarnya.
“Negara-negara ini berharap kami menang, tapi mereka tidak mengirim warganya ke medan perang, tidak mengirim senjata, tidak duduk diam dan berdebat tentang berapa banyak tank Leopard, F-16, HIMARS, dan lain-lain. Mereka, sebut saja begini, mengamati dengan baik," katanya.
(mas)
tulis komentar anda