Inefisiensi dan Buruknya Birokrasi Perparah Dampak Banjir di China
Jum'at, 01 September 2023 - 10:52 WIB
BEIJING - Tindakan penanganan banjir yang tidak memadai dan tidak tepat, serta prioritas pemerintahan Presiden Xi Jinping yang keliru telah memicu kegemparan besar di China saat bencana tersebut melanda sejumlah wilayah dan menewaskan banyak warga.
Banjir tersebut juga menyebabkan banyak lahan pertanian dan infrastruktur rusak dalam skala besar.
Keputusan yang merugikan daerah-daerah demi melindungi kepentingan Xi Jinping di Beijing semakin memperburuk keadaan, dan membuat sebagian masyarakat China mengutarakan pendapat mereka mengenai pemerintah.
Lebih dari 1 juta orang di barat laut China terpaksa mengungsi, dan sedikitnya 33 orang tewas dan 18 lainnya hilang setelah banjir besar yang dipicu hujan deras menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur perkotaan. Keraguan muncul di tengah masyarakat atas buruknya keakuratan informasi yang diberikan pihak berwenang China.
Seorang tukang kayu dengan nama pendek Zhu mengaku tak bisa melindungi rumahnya dari banjir. "Kami tidak menerima informasi apa pun (dari pemerintah)," katanya, seperti dikutip dari The HK Post, Jumat (1/9/2023).
Masyarakat marah atas kurangnya kesiapan serta inefisiensi lembaga-lembaga pemerintah. "Pertanyaan sulit kini muncul mengenai mengapa pelajaran dari badai sebelumnya tidak diambil, dan mengapa bangunan dan jalan tidak diperkuat, dan mengapa kerusakan ini terjadi lagi," kata jurnalis lokal, Katrina Yu.
"Tidak ada yang pernah memberi tahu kami tentang debit banjir atau menyuruh kami bersiap mengungsi," ujar warga Zhuozhou, yang enggan diidentifikasi.
Di Ibu Kota China; Beijing saja, sebanyak 59.000 rumah roboh dan 150.000 rumah lainnya rusak. Warga Zhuozhou dengan nama pendek Wang berkata, "Di tempat lain Anda bisa melihat para pemimpin bergegas ke garis depan dan mengoordinasikan upaya penyelamatan, namun di Zhuozhou mereka menghilang.”
Pemerintahan Xi Jinping mengeluarkan bantuan keuangan sebesar RMB520 juta ke daerah yang terkena dampak banjir termasuk Beijing, Tianjin, Hebei.
Di saat media berita nasional China terus memuji langkah-langkah bantuan banjir yang dilakukan pemerintahan Xi Jinping, sebagian masyarakat menyuarakan pendapat mereka yang kuat terhadap penanganan yang tidak memadai di media sosial.
Para korban juga melakukan protes di depan kantor-kantor pemerintah, meneriakkan beragam slogan seperti "Kembalikan rumah kami!"
Sebagian masyarakat China meragukan bantuan yang telah disalurkan sampai ke para korban. Mereka yakin bantuan tersebut cenderung disalahgunakan atau disedot oleh pejabat pemerintah, seperti yang terjadi pada banjir Henan tahun 2021.
Audit pemerintah mengungkap adanya penyelewengan dana, yang tidak diketahui oleh para pejabat terkait. "Berita memalukan seperti itu terjadi saat ini, di saat banjir terjadi" kata salah satu pengguna Weibo.
Di masa lalu, sebagian masyarakat China kerap membahas masalah korupsi dana bantuan banjir via media sosial, meski pihak berwenang terus meningkatkan sensor internet. Oleh karena itu, banyak warga meyakini penyaluran dana untuk banjir terbaru ini akan mengalami nasib serupa. "Mari bersama-sama untuk tidak mendonasikan uang (untuk dana bantuan banjir)," tulis pengguna Weibo lainnya.
Warga terdampak banjir terbaru marah setelah Ni Yuefeng, salah satu pemimpin Partai Komunis China (PKC), menyerukan kepada orang-orang yang tinggal di pinggiran Beijing untuk sukarela menjadi “parit” demi melindungi wilayah ibu kota.
Area terdampak banjir di luar ibu kota diminta secara sukarela “menahan” debit air agar tidak membanjiri Beijing. Seorang warga Hebei mengecam pemerintahan Xi Jinping dengan mengatakan, "Demi melindungi Beijing, tidak ada yang peduli jika kami di Hebei kebanjiran."
Sejumlah warga China mengecam Ni Yuefeng karena komentarnya yang "sangat tidak tahu malu."
Mereka marah karena air banjir dialihkan ke daerah pedesaan dan daerah tertinggal demi melindungi proyek infrastruktur pemerintahan Xi Jinping–Kawasan Baru Xiong’an yang diproyeksikan menjadi ibu kota birokrasi kedua.
Menteri Sumber Daya Air China Li Guoying menggemakan pandangan Ni, dan menyerukan masyarakat pedesaan untuk bersama-sama menyelamatkan bandara Xiong’an dan Beijing. Hal ini mengungkap kesenjangan yang lebih besar antara perkotaan dan pedesaan China, serta prioritas rezim PKC yang salah sasaran.
Selama ini, ada anggapan bahwa daerah-daerah pedesaan cenderung diabaikan pemerintah pusat China dalam hal pembagian sumber daya dan pelaksanaan pembangunan. "Hebei hanya dimanfaatkan oleh Beijing," tulis salah satu pengguna Weibo.
"Meski nyawa manusia tidak ternilai harganya, ternyata beberapa nyawa dianggap lebih berharga dibandingkan yang lain," tulis salah satu warganet di Zhihu, platform media sosial mirip Reddit.
Masyarakat yang terkena dampak secara terbuka mengkritik pemerintahan Xi Jinping atas banjir yang terjadi saat ini. Seorang mahasiswa bernama David Zhang mengungkapkan "rasa frustrasi yang luar biasa" terhadap pemerintah.
"Banjir ini disebabkan oleh upaya pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat Beijing dan juga Xiongan, karena status mereka dianggap lebih tinggi," katanya.
Xi Jinping tidak muncul di depan umum selama berminggu-minggu, meski banjir besar terus merusak kehidupan warga terdampak. Sang presiden terlihat menghadiri upacara Komisi Militer Pusat ketika sebagian besar wilayah barat laut China tenggelam.
Para ahli meyakini kegagalan rezim PKC dalam melindungi masyarakat dari bencana telah menyebabkan rasa frustrasi dan kemarahan. "Pada akhirnya, masyarakat akan mulai menyalahkan partai (PKC) dan pemerintah karena tidak menangani banjir dengan baik," kata Alex Wang, Profesor Hukum di UCLA School of Law.
Banjir tersebut juga menyebabkan banyak lahan pertanian dan infrastruktur rusak dalam skala besar.
Keputusan yang merugikan daerah-daerah demi melindungi kepentingan Xi Jinping di Beijing semakin memperburuk keadaan, dan membuat sebagian masyarakat China mengutarakan pendapat mereka mengenai pemerintah.
Lebih dari 1 juta orang di barat laut China terpaksa mengungsi, dan sedikitnya 33 orang tewas dan 18 lainnya hilang setelah banjir besar yang dipicu hujan deras menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur perkotaan. Keraguan muncul di tengah masyarakat atas buruknya keakuratan informasi yang diberikan pihak berwenang China.
Baca Juga
Seorang tukang kayu dengan nama pendek Zhu mengaku tak bisa melindungi rumahnya dari banjir. "Kami tidak menerima informasi apa pun (dari pemerintah)," katanya, seperti dikutip dari The HK Post, Jumat (1/9/2023).
Masyarakat marah atas kurangnya kesiapan serta inefisiensi lembaga-lembaga pemerintah. "Pertanyaan sulit kini muncul mengenai mengapa pelajaran dari badai sebelumnya tidak diambil, dan mengapa bangunan dan jalan tidak diperkuat, dan mengapa kerusakan ini terjadi lagi," kata jurnalis lokal, Katrina Yu.
"Tidak ada yang pernah memberi tahu kami tentang debit banjir atau menyuruh kami bersiap mengungsi," ujar warga Zhuozhou, yang enggan diidentifikasi.
Di Ibu Kota China; Beijing saja, sebanyak 59.000 rumah roboh dan 150.000 rumah lainnya rusak. Warga Zhuozhou dengan nama pendek Wang berkata, "Di tempat lain Anda bisa melihat para pemimpin bergegas ke garis depan dan mengoordinasikan upaya penyelamatan, namun di Zhuozhou mereka menghilang.”
Pemerintahan Xi Jinping mengeluarkan bantuan keuangan sebesar RMB520 juta ke daerah yang terkena dampak banjir termasuk Beijing, Tianjin, Hebei.
Di saat media berita nasional China terus memuji langkah-langkah bantuan banjir yang dilakukan pemerintahan Xi Jinping, sebagian masyarakat menyuarakan pendapat mereka yang kuat terhadap penanganan yang tidak memadai di media sosial.
Para korban juga melakukan protes di depan kantor-kantor pemerintah, meneriakkan beragam slogan seperti "Kembalikan rumah kami!"
Transparansi Dana Bantuan
Sebagian masyarakat China meragukan bantuan yang telah disalurkan sampai ke para korban. Mereka yakin bantuan tersebut cenderung disalahgunakan atau disedot oleh pejabat pemerintah, seperti yang terjadi pada banjir Henan tahun 2021.
Audit pemerintah mengungkap adanya penyelewengan dana, yang tidak diketahui oleh para pejabat terkait. "Berita memalukan seperti itu terjadi saat ini, di saat banjir terjadi" kata salah satu pengguna Weibo.
Di masa lalu, sebagian masyarakat China kerap membahas masalah korupsi dana bantuan banjir via media sosial, meski pihak berwenang terus meningkatkan sensor internet. Oleh karena itu, banyak warga meyakini penyaluran dana untuk banjir terbaru ini akan mengalami nasib serupa. "Mari bersama-sama untuk tidak mendonasikan uang (untuk dana bantuan banjir)," tulis pengguna Weibo lainnya.
Warga terdampak banjir terbaru marah setelah Ni Yuefeng, salah satu pemimpin Partai Komunis China (PKC), menyerukan kepada orang-orang yang tinggal di pinggiran Beijing untuk sukarela menjadi “parit” demi melindungi wilayah ibu kota.
Area terdampak banjir di luar ibu kota diminta secara sukarela “menahan” debit air agar tidak membanjiri Beijing. Seorang warga Hebei mengecam pemerintahan Xi Jinping dengan mengatakan, "Demi melindungi Beijing, tidak ada yang peduli jika kami di Hebei kebanjiran."
Sejumlah warga China mengecam Ni Yuefeng karena komentarnya yang "sangat tidak tahu malu."
Mereka marah karena air banjir dialihkan ke daerah pedesaan dan daerah tertinggal demi melindungi proyek infrastruktur pemerintahan Xi Jinping–Kawasan Baru Xiong’an yang diproyeksikan menjadi ibu kota birokrasi kedua.
Menteri Sumber Daya Air China Li Guoying menggemakan pandangan Ni, dan menyerukan masyarakat pedesaan untuk bersama-sama menyelamatkan bandara Xiong’an dan Beijing. Hal ini mengungkap kesenjangan yang lebih besar antara perkotaan dan pedesaan China, serta prioritas rezim PKC yang salah sasaran.
Frustrasi dan Marah
Selama ini, ada anggapan bahwa daerah-daerah pedesaan cenderung diabaikan pemerintah pusat China dalam hal pembagian sumber daya dan pelaksanaan pembangunan. "Hebei hanya dimanfaatkan oleh Beijing," tulis salah satu pengguna Weibo.
"Meski nyawa manusia tidak ternilai harganya, ternyata beberapa nyawa dianggap lebih berharga dibandingkan yang lain," tulis salah satu warganet di Zhihu, platform media sosial mirip Reddit.
Masyarakat yang terkena dampak secara terbuka mengkritik pemerintahan Xi Jinping atas banjir yang terjadi saat ini. Seorang mahasiswa bernama David Zhang mengungkapkan "rasa frustrasi yang luar biasa" terhadap pemerintah.
"Banjir ini disebabkan oleh upaya pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat Beijing dan juga Xiongan, karena status mereka dianggap lebih tinggi," katanya.
Xi Jinping tidak muncul di depan umum selama berminggu-minggu, meski banjir besar terus merusak kehidupan warga terdampak. Sang presiden terlihat menghadiri upacara Komisi Militer Pusat ketika sebagian besar wilayah barat laut China tenggelam.
Para ahli meyakini kegagalan rezim PKC dalam melindungi masyarakat dari bencana telah menyebabkan rasa frustrasi dan kemarahan. "Pada akhirnya, masyarakat akan mulai menyalahkan partai (PKC) dan pemerintah karena tidak menangani banjir dengan baik," kata Alex Wang, Profesor Hukum di UCLA School of Law.
(mas)
tulis komentar anda