Menang Pilpres Lagi, 'Buaya' Jadi Presiden Dua Periode Zimbabwe
Senin, 28 Agustus 2023 - 10:11 WIB
HARARE - Presiden Emmerson Mnangagwa (80), yang dijuluki "Si Buaya", kembali memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) Zimbabwe. Ini membuatnya berkuasa lagi untuk periode kedua.
Komisi Pemilihan Umum mengatakan Mnangagwa terpilih sebagai presiden untuk periode kedua dengan meraih 52,6% suara.
Namun pihak oposisi juga mengaku menang, dan mengatakan bahwa terjadi kecurangan yang meluas.
Para pengamat mengatakan Pilpres Zimbabwe tidak memenuhi standar demokrasi.
Mnangagwa adalah presiden ketiga Zimbabwe. Dia meraih kekuasaan setelah kudeta tahun 2017 menggulingkan penguasa veteran Robert Mugabe. Presiden pertama adalah Canaan Banana, yang berkuasa dari 18 April 1980 hingga 31 Desember 1987.
Ketika pertama kali menjadi presiden, Mnangagwa—yang dijuluki “Si Buaya” karena kekejamannya—menjanjikan awal baru bagi rakyat negaranya.
Namun Zimbabwe merupakan salah satu negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia pada bulan lalu--harga kebutuhan pokok pada bulan Juli telah meroket sebesar 101,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengangguran juga masih banyak terjadi, dengan hanya 25% penduduk Zimbabwe yang mempunyai pekerjaan formal.
Janji Mnangagwa untuk menjamin hak asasi manusia juga tampak hampa, dan tidak ada perubahan sejak lengsernya Mugabe.
Para kritikus mengatakan Mnangagwa membungkam perbedaan pendapat dan menekan oposisi menjelang pemungutan suara, yang diperkirakan akan dimenangkan olehnya.
Komisi Pemilihan Umum Zimbabwe (ZEC) mengatakan penantang utama Mnangagwa, kandidat dari Koalisi Warga untuk Perubahan (CCC), Nelson Chamisa, memperoleh 44% suara.
Menurut ZEC, Mnangagwa mendapat lebih dari 2,3 juta suara, sementara Chamisa memperoleh 1,9 juta suara.
Tingkat partisipasi pemilih di negara berpenduduk hampir 16 juta jiwa itu adalah 69%.
Namun Chamisa mengatakan pihak oposisi telah mendapatkan “hasil nyata” dan banyak kejanggalan.
"Kami telah memenangkan pemilu ini. Kami adalah pemimpinnya. Kami bahkan terkejut mengapa Mnangagwa dinyatakan sebagai pemimpin," katanya kepada wartawan di Harare, seperti dikutip BBC, Senin (28/8/2023).
Meskipun ada klaim dari pihak oposisi, Mahkamah Konstitusi tetap menguatkan hasil Pilpres tersebut.
Komisi Pemilihan Umum mengatakan Mnangagwa terpilih sebagai presiden untuk periode kedua dengan meraih 52,6% suara.
Namun pihak oposisi juga mengaku menang, dan mengatakan bahwa terjadi kecurangan yang meluas.
Para pengamat mengatakan Pilpres Zimbabwe tidak memenuhi standar demokrasi.
Mnangagwa adalah presiden ketiga Zimbabwe. Dia meraih kekuasaan setelah kudeta tahun 2017 menggulingkan penguasa veteran Robert Mugabe. Presiden pertama adalah Canaan Banana, yang berkuasa dari 18 April 1980 hingga 31 Desember 1987.
Ketika pertama kali menjadi presiden, Mnangagwa—yang dijuluki “Si Buaya” karena kekejamannya—menjanjikan awal baru bagi rakyat negaranya.
Namun Zimbabwe merupakan salah satu negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia pada bulan lalu--harga kebutuhan pokok pada bulan Juli telah meroket sebesar 101,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengangguran juga masih banyak terjadi, dengan hanya 25% penduduk Zimbabwe yang mempunyai pekerjaan formal.
Janji Mnangagwa untuk menjamin hak asasi manusia juga tampak hampa, dan tidak ada perubahan sejak lengsernya Mugabe.
Para kritikus mengatakan Mnangagwa membungkam perbedaan pendapat dan menekan oposisi menjelang pemungutan suara, yang diperkirakan akan dimenangkan olehnya.
Komisi Pemilihan Umum Zimbabwe (ZEC) mengatakan penantang utama Mnangagwa, kandidat dari Koalisi Warga untuk Perubahan (CCC), Nelson Chamisa, memperoleh 44% suara.
Menurut ZEC, Mnangagwa mendapat lebih dari 2,3 juta suara, sementara Chamisa memperoleh 1,9 juta suara.
Tingkat partisipasi pemilih di negara berpenduduk hampir 16 juta jiwa itu adalah 69%.
Namun Chamisa mengatakan pihak oposisi telah mendapatkan “hasil nyata” dan banyak kejanggalan.
"Kami telah memenangkan pemilu ini. Kami adalah pemimpinnya. Kami bahkan terkejut mengapa Mnangagwa dinyatakan sebagai pemimpin," katanya kepada wartawan di Harare, seperti dikutip BBC, Senin (28/8/2023).
Meskipun ada klaim dari pihak oposisi, Mahkamah Konstitusi tetap menguatkan hasil Pilpres tersebut.
(mas)
tulis komentar anda