AS Curiga Rusia Beli Senjata Korut untuk Terus Bombardir Ukraina
Minggu, 30 Juli 2023 - 04:03 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) curiga bahwa Rusia sedang membeli senjata Korea Utara (Korut) untuk terus membombardir Ukraina.
Kecurigaan ini muncul setelah Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu melakukan kunjungan langka ke Pyongyang pekan ini. Itu merupakan kunjungan pertama pejabat tinggi pertahanan Moskow sejak runtuhnya Uni Soviet.
Kunjungan langka Shoigu untuk merayakan peringatan 70 tahun gencatan senjata Perang Korea, di mana Shoigu berjanji untuk meningkatkan hubungan militer dan memuji militer Korea Utara sebagai salah satu yang paling kuat di dunia.
"Saya sangat meragukan dia ada di sana pada hari libur,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, sebagaimana dikutip dari Telegraph, Minggu (30/7/2023).
"Kami melihat Rusia sangat mencari dukungan, untuk senjata, di mana pun mereka dapat menemukannya untuk melanjutkan agresinya terhadap Ukraina."
“Kami melihat bahwa di Korea Utara, kami juga melihatnya dengan Iran, yang telah menyediakan banyak drone ke Rusia yang digunakannya untuk menghancurkan infrastruktur sipil dan membunuh warga sipil di Ukraina," papar Blinken.
Media pemerintah Pyongyang menggambarkan pertemuan Shoigu dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebagai "pembicaraan ramah" dengan foto-foto yang menunjukkan Kim berjalan dengan Shoigu memasuki ruang pameran luas yang memamerkan rudal nuklir Korea Utara yang mampu mencapai daratan AS.
Kim Jong-un telah menghiasi kediamannya dengan foto-foto raksasa Vladimir Putin menjelang kedatangan Shoigu, menandakan hubungan yang lebih dalam antara kedua negara saat mereka masing-masing berhadapan dengan Amerika Serikat.
Kemunculan Shoigu di Pyongyang menandakan bahwa Rusia, anggota Dewan Keamanan PBB, telah melepaskan segala kepura-puraan untuk mencoba mengendalikan Korea Utara dan program senjata nuklirnya.
“Simbolisme menteri pertahanan Rusia yang berkeliling ruangan yang penuh dengan rudal berkemampuan nuklir yang dibangun di Korea Utara sangat mencolok dan suram,” kata Ankit Panda, pakar nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.
Rusia, sekutu bersejarah Pyongyang, adalah salah satu dari sedikit negara yang menjaga hubungan persahabatan dengan Korea Utara, sementara Kim Jong-un telah menawarkan dukungan tanpa henti untuk invasi Moskow ke Ukraina.
Itu terjadi ketika tentara Ukraina terindikasi menggunakan roket Korea Utara yang mereka klaim sebagai senjata sitaan oleh negara "sahabat" sebelum akhirnya dikirim ke Ukraina.
Menurut Financial Times, itu diyakini sebagai laporan pertama yang menunjukkan penggunaan senjata Pyongyang oleh Ukraina melawan pasukan Rusia.
Senjata Korea Utara diperlihatkan oleh pasukan Ukraina yang mengoperasikan sistem roket peluncuran ganda Grad era Soviet di dekat kota Bakhmut yang hancur di Ukraina timur.
Kementerian Pertahanan Ukraina menyatakan senjata itu disita dari Rusia.
“Kami menangkap tank mereka, kami menyita peralatan mereka dan sangat mungkin ini juga hasil dari tentara Ukraina yang berhasil melakukan operasi militer,” kata Yuriy Sak, penasihat menteri pertahanan Ukraina.
“Rusia telah berbelanja berbagai jenis amunisi di semua jenis tirani, termasuk Korea Utara dan Iran,” tambahnya.
Menurut laporan intelijen AS tahun lalu, Rusia telah membeli peluru artileri dan roket dari Korea Utara.
Analis menyakini bahwa ini mungkin sebagai imbalan atas pengiriman biji-bijian, minyak, dan medis yang memungkinkan Kim Jong-un untuk melunakkan dampak sanksi yang dipimpin AS terhadap program senjata nuklirnya.
Korea Utara dilarang mengembangkan senjata yang menggunakan teknologi rudal balistik berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang sebelumnya telah didukung oleh semua anggota tetap Dewan Keamanan, termasuk Rusia dan China.
Namun, kunjungan Shoigu ke Pyongyang menunjukkan Rusia tidak mengindahkan seruan terbaru dari Departemen Luar Negeri AS untuk Moskow dan Beijing agar menggunakan pengaruh mereka terhadap Kim Jong-un untuk memainkan peran konstruktif dalam mengelola ketegangan di Semenanjung Korea.
Kecurigaan ini muncul setelah Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu melakukan kunjungan langka ke Pyongyang pekan ini. Itu merupakan kunjungan pertama pejabat tinggi pertahanan Moskow sejak runtuhnya Uni Soviet.
Kunjungan langka Shoigu untuk merayakan peringatan 70 tahun gencatan senjata Perang Korea, di mana Shoigu berjanji untuk meningkatkan hubungan militer dan memuji militer Korea Utara sebagai salah satu yang paling kuat di dunia.
"Saya sangat meragukan dia ada di sana pada hari libur,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, sebagaimana dikutip dari Telegraph, Minggu (30/7/2023).
"Kami melihat Rusia sangat mencari dukungan, untuk senjata, di mana pun mereka dapat menemukannya untuk melanjutkan agresinya terhadap Ukraina."
“Kami melihat bahwa di Korea Utara, kami juga melihatnya dengan Iran, yang telah menyediakan banyak drone ke Rusia yang digunakannya untuk menghancurkan infrastruktur sipil dan membunuh warga sipil di Ukraina," papar Blinken.
Media pemerintah Pyongyang menggambarkan pertemuan Shoigu dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebagai "pembicaraan ramah" dengan foto-foto yang menunjukkan Kim berjalan dengan Shoigu memasuki ruang pameran luas yang memamerkan rudal nuklir Korea Utara yang mampu mencapai daratan AS.
Kim Jong-un telah menghiasi kediamannya dengan foto-foto raksasa Vladimir Putin menjelang kedatangan Shoigu, menandakan hubungan yang lebih dalam antara kedua negara saat mereka masing-masing berhadapan dengan Amerika Serikat.
Kemunculan Shoigu di Pyongyang menandakan bahwa Rusia, anggota Dewan Keamanan PBB, telah melepaskan segala kepura-puraan untuk mencoba mengendalikan Korea Utara dan program senjata nuklirnya.
“Simbolisme menteri pertahanan Rusia yang berkeliling ruangan yang penuh dengan rudal berkemampuan nuklir yang dibangun di Korea Utara sangat mencolok dan suram,” kata Ankit Panda, pakar nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.
Rusia, sekutu bersejarah Pyongyang, adalah salah satu dari sedikit negara yang menjaga hubungan persahabatan dengan Korea Utara, sementara Kim Jong-un telah menawarkan dukungan tanpa henti untuk invasi Moskow ke Ukraina.
Itu terjadi ketika tentara Ukraina terindikasi menggunakan roket Korea Utara yang mereka klaim sebagai senjata sitaan oleh negara "sahabat" sebelum akhirnya dikirim ke Ukraina.
Menurut Financial Times, itu diyakini sebagai laporan pertama yang menunjukkan penggunaan senjata Pyongyang oleh Ukraina melawan pasukan Rusia.
Senjata Korea Utara diperlihatkan oleh pasukan Ukraina yang mengoperasikan sistem roket peluncuran ganda Grad era Soviet di dekat kota Bakhmut yang hancur di Ukraina timur.
Kementerian Pertahanan Ukraina menyatakan senjata itu disita dari Rusia.
“Kami menangkap tank mereka, kami menyita peralatan mereka dan sangat mungkin ini juga hasil dari tentara Ukraina yang berhasil melakukan operasi militer,” kata Yuriy Sak, penasihat menteri pertahanan Ukraina.
“Rusia telah berbelanja berbagai jenis amunisi di semua jenis tirani, termasuk Korea Utara dan Iran,” tambahnya.
Menurut laporan intelijen AS tahun lalu, Rusia telah membeli peluru artileri dan roket dari Korea Utara.
Analis menyakini bahwa ini mungkin sebagai imbalan atas pengiriman biji-bijian, minyak, dan medis yang memungkinkan Kim Jong-un untuk melunakkan dampak sanksi yang dipimpin AS terhadap program senjata nuklirnya.
Korea Utara dilarang mengembangkan senjata yang menggunakan teknologi rudal balistik berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang sebelumnya telah didukung oleh semua anggota tetap Dewan Keamanan, termasuk Rusia dan China.
Namun, kunjungan Shoigu ke Pyongyang menunjukkan Rusia tidak mengindahkan seruan terbaru dari Departemen Luar Negeri AS untuk Moskow dan Beijing agar menggunakan pengaruh mereka terhadap Kim Jong-un untuk memainkan peran konstruktif dalam mengelola ketegangan di Semenanjung Korea.
(mas)
tulis komentar anda