Tahun Lalu, 61.000 Lebih Tewas Akibat Suhu Panas Ekstrem di Eropa

Selasa, 11 Juli 2023 - 00:22 WIB
Suhu panas ekstrem tewaskan lebih dari 61.000 orang di Eropa pada tahun lalu. Foto/Ilustrasi
BRUSSELS - Sebuah penelitian menemukan lebih dari 61.000 orang meninggal di Eropa musim panas tahun lalu akibat suhu panas ekstrem.

Penelitian oleh para ilmuwan di Institut Kesehatan Global Barcelona dan Institut Kesehatan Nasional Prancis menunjukkan bahwa Italia menderita jumlah kematian akibat suhu panas tertinggi di angka 18.010.

Italia diikuti oleh Spanyol, dengan 11.324 kematian, dan Jerman, dengan 8.173 kematian.



Studi yang dipublikasikan di Nature Medicine, berfokus pada periode antara 20 Mei dan 4 September 2022 dan menemukan bahwa 3.469 orang meninggal di Inggris.

Menurut data awal dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), dunia memiliki rekor minggu terpanas pada minggu lalu. Ini mengikuti Juni terpanas dalam catatan, dengan suhu permukaan laut yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tingkat es laut Antartika yang mencapai rekor terendah.

Musim panas tahun 2022 adalah rekor terpanas di Eropa dan ditandai dengan kekeringan, kebakaran hutan, dan periode panas yang ekstrem.

Periode paling intens adalah antara pertengahan Juli dan pertengahan Agustus, di mana para peneliti mengatakan 38.881 orang meninggal di seluruh benua itu.



Kematian akibat suhu panas jauh lebih tinggi terjadi pada para orang tua, terutama pada wanita.

Angka kematian musim panas tertinggi di Eropa akibat panas terjadi pada tahun 2003, ketika lebih dari 70.000 kematian tercatat.

"Musim panas tahun 2003 adalah fenomena yang sangat langka, bahkan dengan mempertimbangkan pemanasan antropogenik yang diamati sampai saat itu," kata penulis studi, Joan Ballester Claramunt.

"Sifat luar biasa ini menyoroti kurangnya rencana pencegahan dan kerapuhan sistem kesehatan untuk mengatasi keadaan darurat terkait iklim, sesuatu yang sampai batas tertentu ditangani di tahun-tahun berikutnya," sambungnya.

"Sebaliknya, suhu yang dicatat pada musim panas 2022 tidak dapat dianggap luar biasa, dalam artian dapat diprediksi dengan mengikuti rangkaian suhu tahun-tahun sebelumnya, dan menunjukkan bahwa pemanasan telah meningkat selama dekade terakhir," terangnya seperti dikutip dari Sky News, Selasa (11/7/2023).

Peneliti Hicham Achebak mengatakan: "Fakta bahwa lebih dari 61.600 orang di Eropa meninggal karena tekanan suhu panas pada musim panas 2022, meskipun, tidak seperti tahun 2003, banyak negara sudah memiliki rencana pencegahan aktif, menunjukkan bahwa strategi adaptasi yang tersedia saat ini mungkin tetap tidak mencukupi."

"Percepatan pemanasan yang diamati selama 10 tahun terakhir menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk menilai kembali dan secara substansial memperkuat rencana pencegahan, memberikan perhatian khusus pada perbedaan antara negara dan wilayah Eropa, serta kesenjangan usia dan jenis kelamin, yang saat ini menandai perbedaan dalam kerentanan terhadap panas," tuturnya.

Di seluruh Eropa, suhu dingin menyebabkan lebih banyak kematian daripada panas, meskipun musim dingin yang semakin sejuk berkontribusi pada penurunan angka kematian tersebut.



Namun, Kantor Statistik Nasional Inggris mengatakan: "Secara global, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia diperkirakan menyebabkan 37% kematian terkait panas (1% di Inggris)."

"Pengurangan awal kematian karena musim dingin yang lebih ringan telah diprediksi akan sebanding dengan peningkatan kematian terkait panas.

"Perkiraan menunjukkan 257% kematian tambahan terkait panas dan penurunan 2% kematian terkait dingin pada tahun 2050-an.

"Temuan awal kami serupa, meskipun kami telah menemukan penurunan angka kematian terkait flu yang lebih besar.

"Dampak kesehatan terkait flu telah menurun selama abad terakhir.

"Ada bukti bahwa faktor selain perubahan iklim mungkin telah mendorong penurunan angka kematian terkait cuaca dingin.

"Beberapa bukti menunjukkan bahwa perbaikan dalam keadaan sosial ekonomi, infrastruktur kesehatan dan adaptasi perilaku telah mengurangi kerentanan terhadap dingin, namun atribusi kausalitas tetap kompleks."

(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More