Pemred Media Iran Ditangkap karena Kartun yang Menghina Khamenei
Rabu, 29 April 2020 - 00:23 WIB
TEHERAN - Pemimpin redaksi (pemred) dan administrator media sosial dari media Iran, ILNA, ditangkap dan ditahan sejak pekan lalu. Keduanya dianggap bertanggung jawab atas penerbitan kartun yang dianggap menghina pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Kartun itu telah dihapus dari saluran Telegram ILNA tak lama setelah di-posting. Pemred ILNA, Masud Heydari, telah dibebaskan dengan jaminan. Namun administrator Telegram media tersebut; Hamid Haghjoo, tetap berada dalam tahanan. Tidak jelas apakah keduanya telah didakwa atau belum.
Jaksa Teheran, Ali Alghasi Mehr, mengatakan pada 27 April bahwa penyelidikan telah diluncurkan atas skandal kartun tersebut.
"Segera setelah penerbitan gambar yang menghina, itu diperintahkan untuk dihapus dari saluran," kata Alghasi Mehr, seperti dikutip RFE/RL, Selasa (28/4/2020).
"(Penanggung jawab) ILNA dan administrator saluran Telegram ditangkap pada malam (23 April)," ujarnya.
ILNA telah membantah ada afiliasi dengan kartun “tidak sopan” tersebut. Media itu menuduh lawan-lawannya telah memalsukan logo kantor berita mereka dan secara keliru menuduh ILNA menerbitkan kartun itu.
Kartun itu mengolok-olok mereka yang mempromosikan perawatan palsu untuk menangkal virus corona, termasuk minum urine unta dan memasukkan minyak violet ke dalam anus, dengan kedok pengobatan Islam. Kartun itu menunjukkan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendukung langkah-langkah tersebut, dengan digambarkan dirinya sebagai seorang perawat yang menyerukan agar diam.
Iran telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di Timur Tengah oleh pandemi virus corona baru (COVID-19). Negara ini secara resmi mencatat lebih dari 91.000 kasus infeksi dan lebih dari 5.800 kematian. Namun, para kritikus percaya angka-angka yang sebenarnya jauh lebih tinggi mengingat kurangnya transparansi dan kebebasan media di negara itu.
Seorang pria yang memposting video dirinya sedang minum segelas urine unta ditahan minggu lalu setelah video itu beredar dan banyak orang Iran mengejeknya di media sosial.
Committee To Protect Journalists (CPJ) yang berbasis di New York mengatakan pemerintah Iran harus segera menghentikan penyelidikannya terhadap Heydari dan Haghjoo dan membiarkan mereka bekerja secara bebas.
Kartun itu telah dihapus dari saluran Telegram ILNA tak lama setelah di-posting. Pemred ILNA, Masud Heydari, telah dibebaskan dengan jaminan. Namun administrator Telegram media tersebut; Hamid Haghjoo, tetap berada dalam tahanan. Tidak jelas apakah keduanya telah didakwa atau belum.
Jaksa Teheran, Ali Alghasi Mehr, mengatakan pada 27 April bahwa penyelidikan telah diluncurkan atas skandal kartun tersebut.
"Segera setelah penerbitan gambar yang menghina, itu diperintahkan untuk dihapus dari saluran," kata Alghasi Mehr, seperti dikutip RFE/RL, Selasa (28/4/2020).
"(Penanggung jawab) ILNA dan administrator saluran Telegram ditangkap pada malam (23 April)," ujarnya.
ILNA telah membantah ada afiliasi dengan kartun “tidak sopan” tersebut. Media itu menuduh lawan-lawannya telah memalsukan logo kantor berita mereka dan secara keliru menuduh ILNA menerbitkan kartun itu.
Kartun itu mengolok-olok mereka yang mempromosikan perawatan palsu untuk menangkal virus corona, termasuk minum urine unta dan memasukkan minyak violet ke dalam anus, dengan kedok pengobatan Islam. Kartun itu menunjukkan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendukung langkah-langkah tersebut, dengan digambarkan dirinya sebagai seorang perawat yang menyerukan agar diam.
Iran telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di Timur Tengah oleh pandemi virus corona baru (COVID-19). Negara ini secara resmi mencatat lebih dari 91.000 kasus infeksi dan lebih dari 5.800 kematian. Namun, para kritikus percaya angka-angka yang sebenarnya jauh lebih tinggi mengingat kurangnya transparansi dan kebebasan media di negara itu.
Seorang pria yang memposting video dirinya sedang minum segelas urine unta ditahan minggu lalu setelah video itu beredar dan banyak orang Iran mengejeknya di media sosial.
Committee To Protect Journalists (CPJ) yang berbasis di New York mengatakan pemerintah Iran harus segera menghentikan penyelidikannya terhadap Heydari dan Haghjoo dan membiarkan mereka bekerja secara bebas.
(min)
tulis komentar anda