Kesal, Pangeran Arab Saudi Ancam Barat dengan Embargo Minyak
Kamis, 16 Maret 2023 - 10:31 WIB
RIYADH - Arab Saudi mengancam akan melakukan embargo minyak terhadap negara-negara Barat.
Ancaman ini dilontarkan Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman yang kesal dengan rencana negara-negara Barat yang akan membatasi harga minyak mentah yang dipasok oleh kerajaan.
Pangeran Abdulaziz mengatakan respons Riyadh bisa saja dengan menghentikan penjualan dan memangkas produksi minyak.
Dia percaya negara-negara produsen minyak berskala besar lainnya akan mengikuti langkah Arab Saudi.
“Jadi, jika batasan harga akan dikenakan pada ekspor minyak Saudi, kami tidak akan menjual minyak ke negara mana pun yang mengenakan batasan harga pada pasokan kami, dan kami akan mengurangi produksi minyak, dan saya tidak akan terkejut jika orang lain melakukan hal yang sama,” kata Pangeran Abdulaziz dalam sebuah wawancara dengan Energy Intelligence, yang dilansir Kamis (16/3/2023).
Menurut putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ini, kebijakan pembatasan harga minyak pasti memperburuk ketidakstabilan dan volatilitas pasar, dan akan berdampak negatif pada seluruh industri minyak di seluruh dunia.
Dia membandingkan batas harga minyak dengan proposal Amerika Serikat (AS) untuk mengadopsi apa yang disebut undang-undang NOPEC, menekankan bahwa dampak potensial dari tindakan tersebut di pasar minyak serupa.
NOPEC (No Oil Producing and Exporting Cartels Act) akan memungkinkan OPEC dan perusahaan minyak nasional dituntut di bawah undang-undang antimonopoli AS atas upaya antipersaingan untuk membatasi pasokan minyak global dan dampak selanjutnya pada harga minyak mentah.
Pada bulan Desember, Uni Eropa, negara-negara G7, dan sekutu mereka memberlakukan larangan kolektif atas ekspor minyak lintas laut Rusia, bersama dengan batas harga USD60 per barel.
Embargo lain yang melarang hampir semua impor produk minyak Rusia, serta memperkenalkan batasan harga solar dan produk minyak bumi lainnya, dimulai pada 5 Februari.
Moskow menentang segala upaya untuk membatasi harga ekspor energinya. Pihak berwenang Rusia telah melarang setiap transaksi minyak di bawah skema batas harga.
Pada bulan Februari, Rusia mengumumkan rencana untuk secara sukarela mengurangi produksi minyak pada bulan Maret sebesar 500.000 barel per hari karena menghentikan penjualan kepada pembeli yang mematuhi batas harga yang diberlakukan Barat.
Menurut Pangeran Abdulaziz, kebijakan yang diambil oleh Barat menambah "lapisan baru risiko dan ketidakpastian" terhadap pasar minyak global pada saat kejelasan dan stabilitas sangat dibutuhkan.
Ancaman ini dilontarkan Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman yang kesal dengan rencana negara-negara Barat yang akan membatasi harga minyak mentah yang dipasok oleh kerajaan.
Pangeran Abdulaziz mengatakan respons Riyadh bisa saja dengan menghentikan penjualan dan memangkas produksi minyak.
Dia percaya negara-negara produsen minyak berskala besar lainnya akan mengikuti langkah Arab Saudi.
“Jadi, jika batasan harga akan dikenakan pada ekspor minyak Saudi, kami tidak akan menjual minyak ke negara mana pun yang mengenakan batasan harga pada pasokan kami, dan kami akan mengurangi produksi minyak, dan saya tidak akan terkejut jika orang lain melakukan hal yang sama,” kata Pangeran Abdulaziz dalam sebuah wawancara dengan Energy Intelligence, yang dilansir Kamis (16/3/2023).
Menurut putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ini, kebijakan pembatasan harga minyak pasti memperburuk ketidakstabilan dan volatilitas pasar, dan akan berdampak negatif pada seluruh industri minyak di seluruh dunia.
Dia membandingkan batas harga minyak dengan proposal Amerika Serikat (AS) untuk mengadopsi apa yang disebut undang-undang NOPEC, menekankan bahwa dampak potensial dari tindakan tersebut di pasar minyak serupa.
NOPEC (No Oil Producing and Exporting Cartels Act) akan memungkinkan OPEC dan perusahaan minyak nasional dituntut di bawah undang-undang antimonopoli AS atas upaya antipersaingan untuk membatasi pasokan minyak global dan dampak selanjutnya pada harga minyak mentah.
Pada bulan Desember, Uni Eropa, negara-negara G7, dan sekutu mereka memberlakukan larangan kolektif atas ekspor minyak lintas laut Rusia, bersama dengan batas harga USD60 per barel.
Embargo lain yang melarang hampir semua impor produk minyak Rusia, serta memperkenalkan batasan harga solar dan produk minyak bumi lainnya, dimulai pada 5 Februari.
Moskow menentang segala upaya untuk membatasi harga ekspor energinya. Pihak berwenang Rusia telah melarang setiap transaksi minyak di bawah skema batas harga.
Pada bulan Februari, Rusia mengumumkan rencana untuk secara sukarela mengurangi produksi minyak pada bulan Maret sebesar 500.000 barel per hari karena menghentikan penjualan kepada pembeli yang mematuhi batas harga yang diberlakukan Barat.
Menurut Pangeran Abdulaziz, kebijakan yang diambil oleh Barat menambah "lapisan baru risiko dan ketidakpastian" terhadap pasar minyak global pada saat kejelasan dan stabilitas sangat dibutuhkan.
(min)
tulis komentar anda