Pria Inggris Diasingkan karena Putrinya Gabung ISIS
A
A
A
LONDON - Menteri Dalam Negeri Inggris, Theresa May, telah mencabut kewarganegaraan seorang pria di negara itu setelah putrinya pergi ke Suriah dan menikah dengan militan ISIS.
Pria berusia 51 tahun itu tersebut diasingkan bersama anggota keluarga lainnya saat mereka mengunjungi kerabat di Pakistan.
Mereka diasingkan, karena dianggap membahayakan keamanan Inggris. Pria itu merasa terpukul, karena merasa tidak bersalah. Dia mengakui salah satu putrinya menikah dengan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah.
Saat ini dia, istri dan keempat anaknya menetap di Pakistan dengan kerabatnya yang lain, sejak status kewarganegaraan Inggris-nya dinonaktifkan.
Tak hanya alasan putrinya yang menikah dengan militan ISIS, pria dan keluarganya itu dituduh berhubungan dengan al-Qaeda dan kelompok teror Pakistan, Lashkar-e-Taiba (LeT).
“Kami tidak bersalah atas semua tuduhan, tapi situasi kita menghalangi untuk menjawab semua tuduhan,” ujarnya kepada Sunday Times. Dia seperti dilansir Russia Today, semalam, menolak semua tuduhan terkait terorisme.
”Yang terbaik dari nilai-nilai Inggris tidak bertentangan nilai-nilai Islam. Sampai hari ini, bahasa Inggris adalah satu-satunya bahasa yang kita gunakan,” lanjut dia.”Kami adalah orang Inggris,” tegasnya.
Pria itu menganggap tuduhan Pemerintah Inggris bahwa dia dan keluarganya terkait kelompok teroris sebagai tuduhan konyol. ”Kami sebagai keluarga telah ditinggalkan oleh (Pemerintah) Inggris dan ini ‘merobek’ keluarga kami hingga terpisah."
Theresa May memberikan surat penonaktifan status kewarganegaraan Inggris terhadap keluarga itu pada tahun 2011.
”Keputusan saya telah diambil sebagai imbas dari informasi yang menurut pendapat saya tidak boleh dipublikasikan untuk kepentingan keamanan nasional dan karena pengungkapan ini akan bertentangan dengan kepentingan umum,” katanya dalam keterangan tertulis.
Pihak Kementerian Dalam Negeri Inggris, menolak mengomentari kasus perorangan. Menurut kementerian itu, sudah ada 27 orang yang status kewarganegaraannya dicabut atas tuduhan terlibat atau berhubungan dengan terorisme.
Pria berusia 51 tahun itu tersebut diasingkan bersama anggota keluarga lainnya saat mereka mengunjungi kerabat di Pakistan.
Mereka diasingkan, karena dianggap membahayakan keamanan Inggris. Pria itu merasa terpukul, karena merasa tidak bersalah. Dia mengakui salah satu putrinya menikah dengan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah.
Saat ini dia, istri dan keempat anaknya menetap di Pakistan dengan kerabatnya yang lain, sejak status kewarganegaraan Inggris-nya dinonaktifkan.
Tak hanya alasan putrinya yang menikah dengan militan ISIS, pria dan keluarganya itu dituduh berhubungan dengan al-Qaeda dan kelompok teror Pakistan, Lashkar-e-Taiba (LeT).
“Kami tidak bersalah atas semua tuduhan, tapi situasi kita menghalangi untuk menjawab semua tuduhan,” ujarnya kepada Sunday Times. Dia seperti dilansir Russia Today, semalam, menolak semua tuduhan terkait terorisme.
”Yang terbaik dari nilai-nilai Inggris tidak bertentangan nilai-nilai Islam. Sampai hari ini, bahasa Inggris adalah satu-satunya bahasa yang kita gunakan,” lanjut dia.”Kami adalah orang Inggris,” tegasnya.
Pria itu menganggap tuduhan Pemerintah Inggris bahwa dia dan keluarganya terkait kelompok teroris sebagai tuduhan konyol. ”Kami sebagai keluarga telah ditinggalkan oleh (Pemerintah) Inggris dan ini ‘merobek’ keluarga kami hingga terpisah."
Theresa May memberikan surat penonaktifan status kewarganegaraan Inggris terhadap keluarga itu pada tahun 2011.
”Keputusan saya telah diambil sebagai imbas dari informasi yang menurut pendapat saya tidak boleh dipublikasikan untuk kepentingan keamanan nasional dan karena pengungkapan ini akan bertentangan dengan kepentingan umum,” katanya dalam keterangan tertulis.
Pihak Kementerian Dalam Negeri Inggris, menolak mengomentari kasus perorangan. Menurut kementerian itu, sudah ada 27 orang yang status kewarganegaraannya dicabut atas tuduhan terlibat atau berhubungan dengan terorisme.
(mas)