Pengungsi Suriah hadapi rasisme di Mesir & Libanon
A
A
A
Sindonews.com - Para pengungsi Suriah yang tinggal di Mesir dan Libanon kerap dijadikan kambing hitam atas segala ketidakberesan yang terjadi di sekitar lokasi pengungsian. Di Mesir, para pengungsi itu dituding memihak dan ikut campur tangan atas krisis politik di Mesir, sementara di Libanon mereka dituding mengurangi lapangan kerja bagi penduduk Libanon.
Di Mesir, media punya andil yang besar untuk menyebarkan sentimen anti-Suriah, mereka menuduh para pengungsi bergabung dalam protes dalam mendukung tergulingnya mantan Presiden Mohammed Morsi.
"Kita harus memboikot para pengungsi Suriah karena telah mengunakan uang kita untuk meneror kita," ungkap satu pesan yang disebarluaskan melalui sebuah situs jejaring sosial.
"Beberapa pengungsi yang menganggur menerima bayaran sebesar 300 pound Mesir (Rp 442 ribu) dari Biro Ikhwanul Muslimin untuk ambil bagian dalam protes mendukung pro-Morsi," lanjut isi pesan itu. Pesan itu juga menuduh bahwa para pengungsi Suriah sebagai pihak yang mengunakan senjata dalam bentrok antara pendukung dan penentang Morsi di sejumlah wilayah di Mesir.
Ungkapan bernada sumbang juga datang dari Tv Mesir. "Jika Anda tetap berdiri bersama dengan Ikhwanul Muslimin, maka mereka akan menghancurkan rumah anda," ungkap Tawfik Okasha, penyiar kontrofersial di chanel Al-Faraeen. "Warga Mesir tidak siap menerima agen ataupun mata-mata yang siap melemahkan kemenangan mereka atas kejatuhan Morsi," lanjut Osaka.
Sementara di Libanon, keberadaan 600 ribu pengungsi Suriah telah menimbulkan kebencian, karena mereka menilai keberadaan mereka telah menumbuhkan masalah ekonomi dan sosial. Berdasarkan hasil survei terbaru, 82 persen warga Libanon menuduh para pengungsi Suriah mencuri pekerjaan mereka. Sebanyak 70 persen lainnya tidak nyaman membagi makanan dengan pengungsi Suriah.
Selain itu, 54 persen penduduk juga setuju agar pemerintah Libanon menutup wilayah perbatasan Libanon-Suriah.Dua hari yang lalu, Libanon memutuskan untuk mengambil tindakan tegas pada pengungsi Libanon, sebelumnya mereka tidak pernah membatasi besarnya jumlah pengungsi yang masuk.
Menteri Keuangan Libanon, Nicolas Nahas mengatakan, para pengungsi Suriah di Lebanon tidak memiliki hak untuk bekerja, kecuali dalam bisnis dan perdagangan. Dia berargumen bahwa mereka menyebabkan "persaingan tidak sehat" setelah 377 bisnis ilegal di Libanon timur ditutup.
Di Mesir, media punya andil yang besar untuk menyebarkan sentimen anti-Suriah, mereka menuduh para pengungsi bergabung dalam protes dalam mendukung tergulingnya mantan Presiden Mohammed Morsi.
"Kita harus memboikot para pengungsi Suriah karena telah mengunakan uang kita untuk meneror kita," ungkap satu pesan yang disebarluaskan melalui sebuah situs jejaring sosial.
"Beberapa pengungsi yang menganggur menerima bayaran sebesar 300 pound Mesir (Rp 442 ribu) dari Biro Ikhwanul Muslimin untuk ambil bagian dalam protes mendukung pro-Morsi," lanjut isi pesan itu. Pesan itu juga menuduh bahwa para pengungsi Suriah sebagai pihak yang mengunakan senjata dalam bentrok antara pendukung dan penentang Morsi di sejumlah wilayah di Mesir.
Ungkapan bernada sumbang juga datang dari Tv Mesir. "Jika Anda tetap berdiri bersama dengan Ikhwanul Muslimin, maka mereka akan menghancurkan rumah anda," ungkap Tawfik Okasha, penyiar kontrofersial di chanel Al-Faraeen. "Warga Mesir tidak siap menerima agen ataupun mata-mata yang siap melemahkan kemenangan mereka atas kejatuhan Morsi," lanjut Osaka.
Sementara di Libanon, keberadaan 600 ribu pengungsi Suriah telah menimbulkan kebencian, karena mereka menilai keberadaan mereka telah menumbuhkan masalah ekonomi dan sosial. Berdasarkan hasil survei terbaru, 82 persen warga Libanon menuduh para pengungsi Suriah mencuri pekerjaan mereka. Sebanyak 70 persen lainnya tidak nyaman membagi makanan dengan pengungsi Suriah.
Selain itu, 54 persen penduduk juga setuju agar pemerintah Libanon menutup wilayah perbatasan Libanon-Suriah.Dua hari yang lalu, Libanon memutuskan untuk mengambil tindakan tegas pada pengungsi Libanon, sebelumnya mereka tidak pernah membatasi besarnya jumlah pengungsi yang masuk.
Menteri Keuangan Libanon, Nicolas Nahas mengatakan, para pengungsi Suriah di Lebanon tidak memiliki hak untuk bekerja, kecuali dalam bisnis dan perdagangan. Dia berargumen bahwa mereka menyebabkan "persaingan tidak sehat" setelah 377 bisnis ilegal di Libanon timur ditutup.
(esn)