Untuk kali pertama, putra Gaddafi muncul di pengadilan
A
A
A
Sindonews.com – Saif al-Islam, putra mantan diktator Libya Muammar Gaddafi, untuk kali pertama muncul di pengadilan, Kamis (17/1/2013), sejak penangkapannya lebih dari setahun yang lalu. Demikian disampaikan kantor Jaksa Penuntut Umum Libya.
Al-Islam muncul di pengadilan di sebelah barat Kota Zintan, di mana ia menghadapi tuduhan terkait kunjungan pengacara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) asal Australia, Melinda Taylor, tahun lalu.
"Dia dituduh terlibat dengan delegasi ICC yang dituduh membawa dokumen dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keamanan negara Libya," kata Taha Baara, Juru Bicara Jaksa pada kantor berita Reuters.
Sejak pertemuan dengan al-Islam, Taylor ditahan selama tiga pekan. “Hal ini membuktikan, bahwa Saif al-Islam tidak bisa menerima pengadilan yang adil atas kejahatan perang dan harus diadili di Den Haag,” kata Taylor.
Pengacara ICC lainnya mengatakan, sidang pengadilan di Zintan dirancang untuk mengintimidasi pengadilan internasional. "Ini adalah satu lagi upaya memalukan oleh Libya untuk memanipulasi dan mengintimidasi ICC," kata Ben Emmerson, pengacara Abdullah al-Senussi, mantan mata-mata Gadaffi dan al-Islam.
"Ini adalah bukti positif dari kebutuhan mendesak dan penting bagi Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan sanksi terhadap Libya atas pelanggaran yang mencolok, disengaja, dan menodai resolusi Dewan Keamanan 1970," lanjutnya.
Resolusi itu mewajibkan Libya untuk bekerja sama dengan pengadilan internasional. “Dengan sikap enggan Libya menyerahkan al-Islam ke tangan ICC, maka bisa mengakibatkan Libya dilaporkan ke DK PBB,” tambahnya.
Pemerintah Libya ingin mengadili al-Islam di dalam negeri, di mana al-Islam bisa terancam hukuman mati. Sementara jika diadili oleh ICC, al-Islam hanya akan dijatuhi hukuman penjara.
Al-Islam muncul di pengadilan di sebelah barat Kota Zintan, di mana ia menghadapi tuduhan terkait kunjungan pengacara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) asal Australia, Melinda Taylor, tahun lalu.
"Dia dituduh terlibat dengan delegasi ICC yang dituduh membawa dokumen dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keamanan negara Libya," kata Taha Baara, Juru Bicara Jaksa pada kantor berita Reuters.
Sejak pertemuan dengan al-Islam, Taylor ditahan selama tiga pekan. “Hal ini membuktikan, bahwa Saif al-Islam tidak bisa menerima pengadilan yang adil atas kejahatan perang dan harus diadili di Den Haag,” kata Taylor.
Pengacara ICC lainnya mengatakan, sidang pengadilan di Zintan dirancang untuk mengintimidasi pengadilan internasional. "Ini adalah satu lagi upaya memalukan oleh Libya untuk memanipulasi dan mengintimidasi ICC," kata Ben Emmerson, pengacara Abdullah al-Senussi, mantan mata-mata Gadaffi dan al-Islam.
"Ini adalah bukti positif dari kebutuhan mendesak dan penting bagi Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan sanksi terhadap Libya atas pelanggaran yang mencolok, disengaja, dan menodai resolusi Dewan Keamanan 1970," lanjutnya.
Resolusi itu mewajibkan Libya untuk bekerja sama dengan pengadilan internasional. “Dengan sikap enggan Libya menyerahkan al-Islam ke tangan ICC, maka bisa mengakibatkan Libya dilaporkan ke DK PBB,” tambahnya.
Pemerintah Libya ingin mengadili al-Islam di dalam negeri, di mana al-Islam bisa terancam hukuman mati. Sementara jika diadili oleh ICC, al-Islam hanya akan dijatuhi hukuman penjara.
(esn)