FDA Setujui Penggunaan Darurat Pil Malaria untuk Perawatan Covid-19
A
A
A
WASHINGTON - Badan Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) menyetujui obat malaria untuk penggunaan darurat merawat para pasien Covid-19 di rumah sakit.
Departemen Layanan Kesehatan dan Manusia Amerika Serikat (HHS) menyatakan pihaknya telah menerima 30 juta dosis hydroxychloroquine sulfate yang didonasikan oleh Sandoz, divisi generic dan biosimilar Novartis (NVS) dan satu juta dosis chloroquine phosphate yang disumbangkan oleh Bayer Pharmaceuticals (BAYRY).
Obat yang juga disebut sebagai pil malaria itu saat ini dites di sejumlah rumah sakit New York. Dampak obat itu pada para pasien memiliki hasil untuk arthritis dan lupus.
Beberapa negara bagian telah mengambil langkah untuk membatasi jumlah resep yang ditulis untuk obat itu. Mereka meningkatkan akuntabilitas untuk siapa yang menuliskan resep obat itu dan mengapa resep itu ditulis.
“Kami ingin mendonasikan hingga 130 juta dosis 200 mg hingga akhir Mei, termasuk stok sekarang 50 juta dosis 200 mg,” ungkap pernyataan Novartis, dilansir Yahoo Finance.
Novartis menambahkan, “Perusahaan juga mengeksplorasi peningkatan kapasitas untuk menambah persediaan dan berkomitmen bekerja sama dengan manufaktur di penjuru dunia untuk memenuhi permintaan global.”
“Divisi Sandoz Novartis saat ini hanya memerang registrasi untuk hydroxychloroquine di AS dan akan mendorong izin dari FDA Amerika Serikat dan Badan Obat Eropa (EMA),” ungkap Novartis.
Pada 19 Maret, Bayer mengumumkan akan mendonasikan 3 juta dosis obat itu.
Dalam pernyataannya, HHS menegaskan kembali obat itu baru memiliki bukti beberapa untuk mendukung kemanjurannya.
“Laporan anecdotal menunjukkan obat itu mungkin menawarkan beberapa manfaat dalam perawatan para pasien Covid-19 di ruma hsakit. Uji coba klinis diperlukan untuk memberikan bukti ilmiah bahwa perawatan itu efektif,” papar pernyataan HHS.
Pada Minggu (29/3), CEO Novartis menjelaskan pada surat kabar Jerman bahwa obat itu efektif. “Studi pra-klinik pada binatang serta data pertama dari studi klinik menunjukkan hydroxychloroquine membunuh virus corona,” ungkap dia.
Presiden AS Donald Trump menyebut kemanjuran obat itu berdasarkan sejumlah bukti anekdot.
Adapun Direktur Institut Nasional Penyakit Alergi dan Infeksi Dr Anthony Fauci memperingatkan agar jangan mempromosikan perawatan medis yang tak terbukti.
Departemen Layanan Kesehatan dan Manusia Amerika Serikat (HHS) menyatakan pihaknya telah menerima 30 juta dosis hydroxychloroquine sulfate yang didonasikan oleh Sandoz, divisi generic dan biosimilar Novartis (NVS) dan satu juta dosis chloroquine phosphate yang disumbangkan oleh Bayer Pharmaceuticals (BAYRY).
Obat yang juga disebut sebagai pil malaria itu saat ini dites di sejumlah rumah sakit New York. Dampak obat itu pada para pasien memiliki hasil untuk arthritis dan lupus.
Beberapa negara bagian telah mengambil langkah untuk membatasi jumlah resep yang ditulis untuk obat itu. Mereka meningkatkan akuntabilitas untuk siapa yang menuliskan resep obat itu dan mengapa resep itu ditulis.
“Kami ingin mendonasikan hingga 130 juta dosis 200 mg hingga akhir Mei, termasuk stok sekarang 50 juta dosis 200 mg,” ungkap pernyataan Novartis, dilansir Yahoo Finance.
Novartis menambahkan, “Perusahaan juga mengeksplorasi peningkatan kapasitas untuk menambah persediaan dan berkomitmen bekerja sama dengan manufaktur di penjuru dunia untuk memenuhi permintaan global.”
“Divisi Sandoz Novartis saat ini hanya memerang registrasi untuk hydroxychloroquine di AS dan akan mendorong izin dari FDA Amerika Serikat dan Badan Obat Eropa (EMA),” ungkap Novartis.
Pada 19 Maret, Bayer mengumumkan akan mendonasikan 3 juta dosis obat itu.
Dalam pernyataannya, HHS menegaskan kembali obat itu baru memiliki bukti beberapa untuk mendukung kemanjurannya.
“Laporan anecdotal menunjukkan obat itu mungkin menawarkan beberapa manfaat dalam perawatan para pasien Covid-19 di ruma hsakit. Uji coba klinis diperlukan untuk memberikan bukti ilmiah bahwa perawatan itu efektif,” papar pernyataan HHS.
Pada Minggu (29/3), CEO Novartis menjelaskan pada surat kabar Jerman bahwa obat itu efektif. “Studi pra-klinik pada binatang serta data pertama dari studi klinik menunjukkan hydroxychloroquine membunuh virus corona,” ungkap dia.
Presiden AS Donald Trump menyebut kemanjuran obat itu berdasarkan sejumlah bukti anekdot.
Adapun Direktur Institut Nasional Penyakit Alergi dan Infeksi Dr Anthony Fauci memperingatkan agar jangan mempromosikan perawatan medis yang tak terbukti.
(sfn)