COVID-19 Dunia 27 Maret: 531.698 Terinfeksi, 24.070 Meninggal

Jum'at, 27 Maret 2020 - 08:29 WIB
COVID-19 Dunia 27 Maret: 531.698 Terinfeksi, 24.070 Meninggal
COVID-19 Dunia 27 Maret: 531.698 Terinfeksi, 24.070 Meninggal
A A A
JAKARTA - Pandemi virus corona baru, COVID-19, hingga pagi ini (27/3/2020), telah menginfeksi 531,614 atau lebih dari 0,5 juta orang di 199 negara. Dari jumlah kasus itu, 24.070 orang di antaranya meninggal dan 123.928 pasien berhasil disembuhkan.

Dalam hal jumlah kasus infeksi, Amerika Serikat (AS) jadi negara terparah dengan 85.362 orang terinfeksi, melampaui China 81.340 orang. Italia memiliki 80.589 kasus.

Sedangkan dalam hal jumlah kematian, korban meninggal di Italia 8.215 orang atauterbanyak di dunia pada saat ini. Kemudian, Spanyol 4.365 orang, China 3.292 orang dan Iran 2.234 orang.

Berikut data 10 negara dengan kondisi terparah akibat COVID-19 yang dikutip SINDOnews.com dari situs pelaporan online worldometers.info pada pukul 08.15 WIB;

AS: 85.280 kasus, 1.293 meninggal, 1.864 sembuh
China: 81.340 kasus, 3.292 meninggal, 74.588 sembuh
Italia: 80.589 kasus, 8.215 meninggal, 10.361 sembuh
Spanyol: 57.786 kasus, 4.365 meninggal, 7.015 sembuh
Jerman: 43.938 kasus, 267 meninggal, 5.673 sembuh
Iran: 29.406 kasus, 2.234 meninggal, 10.457 sembuh
Prancis: 29.155 kasus, 1.696 meninggal, 4.948 sembuh
Swiss: 11.811 kasus, 191 meninggal, 131 sembuh
Inggris: 11.658 kasus, 578 meninggal, 135 sembuh
Korea Selatan: 9.241 kasus, 131 meninggal, 4.144 sembuh

Sementara itu, di Indonesia tercatat ada 893 kasus, 78 meninggal dan 35 pasien sembuh. Data ini setiap saat bisa berubah sesuai laporan otoritas kesehatan masing-masing negara di dunia.

Dengan jumlah kasus infeksi COVID-19 terbanyak di dunia, Gedung Putih menolak prediksi para analis bahwa akan terjadi ledakan jumlah kematian yang besar yang oleh mereka disamakan dengan "hari kiamat".

Gedung Putih, yang berada di bawah tekanan untuk meratakan kurva puncak infeksi virus corona COVID-19, menolak prediksi pemodelan statistik "high-end" yang “menakutkan”.

Dr Deborah Birx, pakar utama Gedung Putih untuk krisis COVID-19, menyinggung data perkiraan pemodelan statistik yang pernah menyebut 600.000 orang akan terinfeksi di kota Wuhan dan sekitarnya. Prediksi pemodelan statistik itu juga menyebut lebih dari separuh penduduk di Jerman akan terinfeksi.

“Saya tahu bahwa itu telah menjadi tempat di mana orang-orang melihat angka daripada apa yang dibutuhkan, karena jika Anda melakukan proyeksi ini, ketika Anda sampai pada proyeksi yang mengatakan, seperti Jerman dan lainnya, itu menyiratkan bahwa 60 persen atau 50 persen dari populasi akan terinfeksi, saya ingin menjadi sangat jelas," kata Birx dalam briefing di Gedung Putih hari Rabu, seperti dikutip The Washington Times, Jumat (27/3/2020).

“Satu-satunya cara yang terjadi adalah virus ini terus bergerak melalui populasi dalam siklus ini, dan siklus gugur, dan siklus lainnya."

"Saya pikir angka-angka yang telah dikeluarkan di sana sebenarnya sangat menakutkan bagi orang-orang. Tetapi saya dapat memberi tahu Anda, jika Anda kembali dan melihat Wuhan dan Hubei dan semua provinsi (China) ini, ketika mereka berbicara tentang 60.000 orang yang terinfeksi, bahkan jika Anda berkata, baiklah, ada asimptomatik dan semua itu, jadi Anda dapatkan 600.000 orang dari 80 juta," paparnya.

“Itu sama sekali tidak dekat dengan angka-angka yang Anda lihat pada orang-orang di sana. Saya pikir itu telah menakuti rakyat Amerika. Saya pikir secara bebas, pada pemodelan yang baru saja Anda jalankan fallout, Anda bisa mendapatkan angka-angka itu jika Anda memiliki nol kontrol dan Anda tidak melakukan apa pun. Dan kita tahu bahwa setiap orang Amerika melakukan sesuatu," ujarnya.

Pendorong utama prediksi hari kiamat adalah Imperial College di pusat epidemiologi London dan profesor Neil Ferguson.

Ferguson dan seorang rekannya mem-posting laporan baru pada hari Kamis yang mengatakan bahwa tanpa jarak sosial (social distancing) dan intervensi pemerintah yang ketat, dunia akan menderita dengan 7 miliar infeksi dari populasi 7,8 miliar orang, dan 40 juta kematian.

Imperial college mengatakan bahwa dengan tindakan tegas jumlah itu dapat dikurangi setengah—20 juta kematian dan 3,5 miliar orang terinfeksi.

Prediksi itu juga memicu reaksi skeptis. Faktanya, China dengan lebih dari satu miliar penduduk berhasil menahan angka kematian di 3.287 orang dengan asumsi data rezim komunis Beijing dapat dipercaya. Korea Selatan juga memiliki kematian terbatas hingga di bawah 200 orang.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7342 seconds (0.1#10.140)