Studi Oxford: Setengah Inggris Mungkin Telah Terinfeksi Virus Corona
A
A
A
LONDON - Hasil sebuah studi terbaru Universitas Oxford menyatakan bahwa wabah virus Corona yang menyebar dengan cepat mungkin telah menginfeksi setengah populasi Inggris. Namun itu adalah sebuah berita yang menggembirakan.
Financial Times melaporkan pemodelan oleh para peneliti di Oxford's Evolutionary Ecology of Infectious Disease group menunjukkan virus COVID-19 mencapai Inggris paling lambat pertengahan Januari, menyebar tanpa terdeteksi selama lebih dari sebulan sebelum kasus resmi pertama dilaporkan pada akhir Februari.
Tetapi meskipun pemodelan ini menunjukkan penyebaran jauh lebih buruk dari perkiraan para ilmuwan sebelumnya, itu juga menyiratkan bahwa hanya satu dari seribu orang yang terinfeksi COVID-19 yang membutuhkan rawat inap.
Para peneliti mengatakan studi ini menunjukkan bahwa kekebalan kawanan - gagasan bahwa virus akan berhenti menyebar ketika cukup banyak populasi membangun resistensi melalui infeksi - dapat membantu melawan penyakit yang sangat menular.
Pandangan ini berbeda dengan pemodelan Imperial College London yang digunakan oleh pemerintah Inggris untuk mengembangkan kebijakan untuk menghentikan krisis, termasuk social distancing.
"Saya terkejut bahwa telah ada penerimaan yang tidak memenuhi syarat dari model Imperial," kata Sunetra Gupta, profesor epidemiologi teoretis yang memimpin penelitian ini, kepada Financial Times yang dinukil New York Post, Rabu (25/3/2020).
Jika model Oxford dikonfirmasi oleh pengujian, Profesor Gupta percaya ini berarti pembatasan saat ini dapat dihapus lebih cepat dari yang ditunjukkan pemerintah.
Para peneliti itu kini bekerja dengan rekan-rekannya di Universitas Cambridge dan Kent untuk memulai pengujian antibodi guna mencari tahu pada tahap apa epidemi itu terjadi dan untuk menilai kekebalan protektif.
Data dari Johns Hopkins University menunjukkan 422 orang di Inggris telah meninggal karena penyakit tersebut sementara 135 orang telah pulih. Sementara ada 8.077 kasus yang dikonfirmasi.
Financial Times melaporkan pemodelan oleh para peneliti di Oxford's Evolutionary Ecology of Infectious Disease group menunjukkan virus COVID-19 mencapai Inggris paling lambat pertengahan Januari, menyebar tanpa terdeteksi selama lebih dari sebulan sebelum kasus resmi pertama dilaporkan pada akhir Februari.
Tetapi meskipun pemodelan ini menunjukkan penyebaran jauh lebih buruk dari perkiraan para ilmuwan sebelumnya, itu juga menyiratkan bahwa hanya satu dari seribu orang yang terinfeksi COVID-19 yang membutuhkan rawat inap.
Para peneliti mengatakan studi ini menunjukkan bahwa kekebalan kawanan - gagasan bahwa virus akan berhenti menyebar ketika cukup banyak populasi membangun resistensi melalui infeksi - dapat membantu melawan penyakit yang sangat menular.
Pandangan ini berbeda dengan pemodelan Imperial College London yang digunakan oleh pemerintah Inggris untuk mengembangkan kebijakan untuk menghentikan krisis, termasuk social distancing.
"Saya terkejut bahwa telah ada penerimaan yang tidak memenuhi syarat dari model Imperial," kata Sunetra Gupta, profesor epidemiologi teoretis yang memimpin penelitian ini, kepada Financial Times yang dinukil New York Post, Rabu (25/3/2020).
Jika model Oxford dikonfirmasi oleh pengujian, Profesor Gupta percaya ini berarti pembatasan saat ini dapat dihapus lebih cepat dari yang ditunjukkan pemerintah.
Para peneliti itu kini bekerja dengan rekan-rekannya di Universitas Cambridge dan Kent untuk memulai pengujian antibodi guna mencari tahu pada tahap apa epidemi itu terjadi dan untuk menilai kekebalan protektif.
Data dari Johns Hopkins University menunjukkan 422 orang di Inggris telah meninggal karena penyakit tersebut sementara 135 orang telah pulih. Sementara ada 8.077 kasus yang dikonfirmasi.
(ian)